Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3 Keluarga yang Pilih Kasih

Wajah Melisa dan Adrian langsung berubah. Barang-barang itu ... sepertinya palsu. Tatapan mereka jadi rumit. Tapi mengingat Ardelia dibesarkan oleh keluarga biasa, wajar saja kalau dia tidak tahu soal barang palsu. Namun, ekspresi mereka segera berubah menjadi dingin. Melisa berkata datar, "Bagaimanapun juga, ini tetap niat baik Ardelia. Makan siang sudah siap, mari kita makan dulu." Saat melihat reaksi mereka, Ardelia mengerti maksudnya, tapi dia tidak menjelaskan. Meskipun dia menjelaskannya pun, mereka mungkin tetap tidak akan percaya. Tatapan Reza penuh ejekan, ternyata barang palsu. Haha, untung bukan untuknya. Mereka duduk mengelilingi meja makan. Di atas meja tersaji banyak sashimi dan bahan makanan mahal, bahkan ada kepiting raja. Melisa sedikit kaget melihatnya. Seingatnya, dia tidak pernah menyuruh pembantu di dapur menyiapkan semua ini. "Kakak, untuk menyambut kepulanganmu, Ayah dan Ibu sengaja meminta dapur menyiapkan banyak makanan enak," kata Vienna sambil tersenyum dan menaruh sepotong daging kepiting ke mangkuk Ardelia. Di sebelahnya sudah disiapkan alat makan khusus. Ardelia melihat sebentar dan berkata, "Bagaimana cara pakainya?" Begitu dia bicara, suasana di sekitarnya langsung terasa dingin. "Aku ajari, Kakak." Vienna tetap tersenyum sambil menunjukkan cara membuka cangkang kepiting. Ardelia belajar cepat, tapi merasa repot karena di Keluarga Myles, makanan seperti ini sudah dikupas lebih dulu oleh pelayan. Selena sangat menyayanginya dan selalu melarangnya menyentuh makanan semacam itu. Namun, di mata Keluarga Lume, pemandangan itu justru mengecewakan. Mereka tahu Ardelia dibesarkan di keluarga biasa, tapi tidak menyangka perbedaan antara dia dan Vienna sebesar ini. Jika orang luar tahu kalau ini putri kandung Keluarga Lume, mereka pasti akan malu besar. "Kakak, coba makan ini." Vienna terus mengambilkan makanan ke mangkuk Ardelia, tampak sangat ramah. Reza mengerutkan kening, "Dia punya tangan sendiri, Vienna. Kamu nggak perlu melakukan itu." Tapi Vienna segera menanggapinya dengan sikap penuh pengertian, "Kakak, nggak apa-apa. Kak Ardelia baru pulang, aku hanya ingin membantunya agar bisa segera merasa betah di rumah." Tatapan Reza langsung berubah jadi penuh kasih sayang. Vienna benar-benar anak yang pengertian! Namun Ardelia hanya membiarkan makanan diambilkan Vienna ke sisi piringnya. Mata Vienna langsung berkaca-kaca, "Apakah kakak nggak menyukaiku?" "Aku baru saja makan seafood. Kalau makan ini lagi bisa syok." Nada suara Ardelia tetap datar. Melisa sedikit terkejut mendengar itu. Ternyata, putri kandungnya tidak sebodoh itu. Vienna menunduk dengan wajah penuh rasa bersalah, "Maaf, Kakak. Aku benar-benar nggak sengaja. Aku yang salah, aku terlalu senang sampai nggak memerhatikan hal itu. Jangan marah padaku, ya?" Reza langsung marah, "Ardelia! Kalau kamu nggak bisa makan, jangan dimakan, nggak perlu bicara dengan nada seperti itu! Vienna juga nggak sengaja!" "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, apa itu salah juga?" Ardelia menjawab tanpa daya. "Sikap apa itu?" Reza berkata kesal. "Cukup!" Adrian menepuk meja dengan keras. "Ardelia baru saja kembali, jangan ribut lagi. Makan yang tenang!" Suasana meja makan beru menjadi sunyi. Setelah makan, Vienna berkata lembut, "Kakak, mari aku bawa kamu keliling rumah." Ardelia melirik Melisa, lalu mengangguk pelan. Keluarga Lume punya beberapa vila, dengan taman di depan dan belakang. Saat memperkenalkan, nada suara Vienna penuh kebanggaan. Setelah berkeliling satu putaran, Vienna tersenyum dan berkata saat tiba di depan pintu, "Kakak, akhirnya kamu berhasil menemukan Keluarga Lume setelah mengerahkan segala upaya. Tapi kamu sudah hidup lama di lingkungan rakyat biasa. Sekarang sudah kembali ke rumah, jangan bawa kebiasaan buruk di sana ke sini." Begitu tidak ada anggota Keluarga Lume lainnya, dia langsung menyilangkan tangan di dada sambil melihat Ardelia dari atas ke bawah dengan tatapan penuh penghinaan dan sombong. Namun Ardelia sama sekali tidak marah dan berkata datar, "Rakyat biasa sangat baik. Paling nggak, mereka nggak bermuka dua." Dia melihat Vienna dengan arogan, membuat Vienna tiba-tiba merasakan tekanan sangat kuat. Ekspresinya berubah, kenapa Ardelia bisa mempunyai aura seperti itu? Selain itu, wajahnya jauh lebih cantik dan memukau daripada yang dia bayangkan. "Kakak." Vienna menyentuh tangannya. "Terserah kamu mau ngomong apa. Pokoknya kamu nggak mungkin bisa kembali ke rumah ini." Setelah mengatakan itu, sebuah adegan dramatis terjadi. Setelah menyentuh tangan Ardelia, Vienna seolah didorong. Dia terjatuh di lantai dan langsung menangis histeris.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.