Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Kedua kalinya masuk ke kantor CEO. Ruangannya luas dan lapang. Selain meja kerja besar, ada satu set sofa dan di sampingnya bahkan ada sudut khusus untuk minum teh. "Kalau lelah, tidur sebentar di dalam." Carlo berjalan ke meja kerja dan dagunya sedikit terangkat. Rosie mengikuti arah pandangannya. Ada ruang kecil di samping meja kerja, mirip seperti rumah, tidak seperti malam itu. Huh, apa yang dia pikirkan? "Aku duduk di sofa luar saja." Rosie mundur sedikit. "Terserah." Carlo kembali duduk di meja dan mulai mengurus dokumen. Rosie tidak masuk, memilih menunggu di sofa luar. Entah setelah berapa lama, karena semalam tidak tidur nyenyak, Rosie pun ketiduran di sofa. Sementara itu Carlo masih terus memeriksa dokumen, mengurus pekerjaan. Dia seolah punya tenaga yang tak ada habisnya. Padahal semalam mereka melakukan hal yang sama dan pria itu yang mengeluarkan banyak tenaga, kenapa dia bisa memiliki energi sebanyak itu? Saat Rosie terbangun, sudah jam satu dini hari. Carlo berdiri di depan jendela, menatap pemandangan malam kota. Dari siluet tubuhnya terlihat jelas kalau dia sering latihan. Bahunya lebar, pinggangnya ramping, lengan baju yang digulung asal memperlihatkan otot yang kekar. Rosie memegang lehernya yang pegal dan meringis pelan. Jas hitam yang menutupi tubuhnya terjatuh saat dia bangkit. "Kamu nggak tidur?" Rosie kira dia akan masuk ke dalam ruangan untuk istirahat setelah menyelesaikan pekerjaannya. "Liftnya sudah selesai diperbaiki." "Oh." "Aku antar kamu." Dia perlahan berbalik. "Nggak perlu, aku turun nanti naik taksi saja." Rosie mengambil tasnya. Carlo mengambil jasnya dan mengikuti dari belakang. Rosie merasa tidak nyaman karena Carlo sulit dilepaskan. Saat berjalan keluar, belum sampai pintu parkir, terdengar klakson mobil di belakang. Dia menepi, tapi mobil hitam terus membunyikan klakson. Dia melihat ke arah suara. "Naik." Suara pria itu dalam dan berwibawa. Tatapan di balik kacamata tanpa bingkai membuat bulu kuduk merinding. Rosie menggenggam erat tas, ragu sebentar, akhirnya naik juga. Tepat saat ini, sebuah BMW dengan plat nomor 290 menyalip tajam keluar dari parkiran. Suara ban berdecit dari dalam tempat parkir. Mereka berdua menatap mobil itu hingga hilang dari pandangan. Rosie segera menarik rok yang bergeser ke paha saat duduk. Tidak tahu Carlo menyuruh siapa yang beli setelan ini, terasa canggung saat dipakai. Tepat ketika dia sedikit menggeser tubuhnya. "Plak ...." Satu kancing di dadanya lepas, langsung kelihatan bekas yang Carlo tinggalkan semalam. "..." Carlo melirik sebentar, lalu segera mengalihkan pandangan dan jakunnya bergerak tanpa sadar. Rosie buru-buru menutupi dada dan pipinya memerah seperti tomat. Dia tidak berani bergerak banyak .... Jika saja dia lebih kurus dua kilo, mungkin tidak ada kejadian begini. Dia sangat ingin seperti orang lain yang dadanya rata. Carlo melemparkan jas hitam dari kursi belakang kepadanya. Rosie langsung paham dan segera mengenakan jas itu. Di perjalanan, Carlo sempat berhenti sebentar di tikungan, membeli pencuci mulut bernama peach gum. Baunya sangat samar, tapi Rosie bisa mengenalinya karena itu minuman makanan favorit Rosie. Dia kira Carlo beli buat wanita di rumahnya, ternyata ketika turun dari mobil, dia langsung menyerahkannya ke Rosie. "Ambillah," katanya datar. Rosie menerimanya, "Terima kasih." Peach gum ini isinya biji teratai, jamur kuping, dan peach gum serta diberi gula batu. Setiap kali jalan-jalan Rosie pasti beli. Warungnya sampai jam tiga pagi pun masih ramai. Bagaimana Carlo bisa tahu? Rosie tinggal di Perumahan Sakura, tidak jauh dari kantor. Saat ini sudah larut malam, Carlo berhenti di bawah apartemen dan melihatnya masuk lift. Dia mendongak, belum sampai satu menit, lampu lantai 16 sudah menyala. Baru setelah itu dia menyalakan mobil dan kembali ke kantor. ... Begitu keluar dari lift, Rosie melihat seikat tulip kuning di lantai, juga segelas kopi yang sudah dingin. Adegan ini, malah sedikit mirip seperti prosesi pemakaman .... Sial! Ada kalimat yang mengatakan kalau sampah, seharusnya ada di tempat sampah! Alisnya berkerut, dia mengambil kopi itu, lalu membuangnya ke tempat sampah di sebelah. Kemudian menoleh lagi pada bunga tulip itu, jarinya mengepal erat, sepatu hak tinggi hitamnya terangkat dan menendangnya ke samping tempat sampah. Sidik jarinya membuka kunci dan melangkah masuk ke rumah kecil yang sudah lama dirindukan. Dia melepas mantel yang kebesaran, mengganti sandal rumah, lalu masuk ke kamar mandi. Setelah cukup lama, barulah dia keluar lagi. Badan terasa ringan. Saat ini sudah pukul dua dini hari, dia menyalakan kembali ponselnya Untung saja, ponselnya tidak rusak. Begitu ponsel menyala, langsung terdengar suara notifikasi berkali-kali, puluhan pesan masuk. Dia sama sekali tidak melihat, hanya menekan baca semua tanpa balas, tapi .... Hayden, [Teleponmu nggak diangkat, pesan nggak dibalas. Aku khawatir sekali sama kamu. Bunga ini baru dipetik hari ini, semoga kamu suka.] Setelah bertahun-tahun pacaran dengannya, dia masih saja seromantis ini. Tapi keromantisannya terlalu berlebihan, membuat orang mudah terpikat Dia memang pantas disebut ahli yang menyediakan layanan gratis untuk para wanita. Rosie berasal dari keluarga tunggal, tapi ibunya berprinsip teguh. Dari didikan ibunya, Rosie selalu menjaga diri. Bahkan meski hubungannya dengan Hayden sudah sampai tahap siap menikah, tapi sejauh ini mereka hanya sebatas bergandengan tangan. Saat acara pameran busana di hari liburan nasional, ketika melakukan pengosongan area, Rosie sempat melihat Hayden yang jarang sekali jalan-jalan. Meski dia sudah sejak lama tahu hubungan diam-diam antara Hayden dan Selina, tapi saat menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana keduanya bermesraan di jalan, Rosie merasa seperti ribuan jarum ditelan masuk ke tenggorokannya. Kebetulan adegan itu juga dilihat Carlo dan Samuel. Raut wajahnya jadi berbeda dan pada saat itulah Samuel serta Carlo menyinggung soal itu. Itulah sebabnya, dia minum banyak anggur di pesta perayaan. Saat mengingat kejadian itu, Rosie tanpa sadar membuka WhatsApp Carlo. Dia menatap akun itu dan terdiam lama. Dia melirik setelan jas di sampingnya, juga semangkuk minuman manis di sebelah. Lalu teringat kata-kata gila yang pernah Carlo ucapkan hari itu. "Mau coba jadi Nyonya Abner?" Rosie melamun. Meski kekurangan pria, bukan berarti bisa sembarangan pilih begini! Carlo adalah seorang CEO, bagaimana mungkin menyukai karyawan kecil seperti dirinya? Carlo bukan datang melakukan amal, kenapa bisa tepat menemukan dirinya, apakah dia buta? Lalu dia melihat postingan IG, semua orang heboh, memuji Rosie yang rajin dan masih lembur di kantor. Saat ini, dia melihat sebuah foto profil yang familier. Carlo menyukai postingannya. Apa jangan-jangan karena melihat postingan itu makanya Carlo turun mencarinya? Tidak, tidak, itu jelas tidak mungkin. Dia pelan-pelan menutup ponsel dan menaruhnya ke samping, lalu membuka minuman manis itu. Dia seruput sedikit, manis sekali!

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.