Bab 1
"Jalani hidup yang baik, jangan menoleh ke belakang."
Dengan pesan terakhir dari sipir penjara, Dreya Saguna akhirnya melangkah keluar dari sel yang telah mengurungnya selama tiga tahun.
Sinar matahari yang lama tak dia rasakan menyentuh kulitnya.
Tidak jauh dari sana, di depan sebuah mobil Maybach, seorang pria dewasa dan seorang anak kecil melangkah menghampirinya.
"Dreya, aku datang jemput kamu pulang," kata si pria itu.
Dreya mengangkat wajahnya, menatap dua orang di hadapannya.
Pria dan anak laki-laki itu adalah suaminya dan putranya, Javi Boris dan Yovano Boris.
Saat tatapan mereka bertemu, Javi tertegun sejenak.
"Tiga tahun nggak ketemu, kenapa Dreya berubah jadi begini?" pikirnya dalam hati.
"Dia jauh lebih kurus," lanjutnya dalam hati.
Wanita yang dulu cerah dan penuh semangat, kini tampak kurus kering, dan sorot matanya penuh ketakutan.
Javi agak terheran, padahal sebelumnya dia sudah "berbicara" dengan pihak penjara.
"Pura-pura?" tanyanya dalam hati.
Kenangan tiga tahun lalu melintas di benaknya, dan ekspresinya kembali dingin.
"Kalaupun benaran ... "
"Itu semua salah dia sendiri," pikirnya dalam hati.
Nada suara Javi dingin, tanpa sedikit pun rasa bersalah saat berkata, "Masuklah. Tiga tahun di dalam sana seharusnya cukup untuk menjadi pelajaran. Jangan ulangi kesalahanmu."
Yovano di samping juga tertegun sejenak.
Seingatnya, ibunya dulu sangat cantik.
Anggun, cerah, dan senyumnya begitu lembut.
Kini, dia hampir tidak bisa mengenali wajah itu lagi ...
Beberapa saat kemudian, Yovano bersuara, wajah kecilnya dingin, "Ayah benar. Tante Yevani berhati baik, dia sudah memaafkanmu. Tapi kalau Ibu menyakiti Tante Yevani lagi, aku dan Ayah nggak akan memaafkanmu."
"Memaafkanku?"
Tatapan Dreya kosong. Setelah diam sejenak, ekspresinya dipenuhi luka dan ejekan. Dia tertawa sinis dan berkata, "Orang yang mengirim istri dan ibu sendiri ke penjara, pantas bicara soal memaafkan?"
Di hadapannya, suami dan putra yang dulu dia cintai, adalah orang yang membuatnya masuk penjara tiga tahun lalu.
Javi pernah menyelamatkan nyawanya. Karena itu, dia bersikeras menikah dengannya.
Saat itu Keluarga Boris jauh di bawah Keluarga Saguna. Dreya membawa mas kawin dan koneksi, bahkan rela bertengkar dengan ibunya demi menikah dengan pria yang lebih rendah statusnya.
Setelah menikah, dia meninggalkan kariernya demi keluarga. Padahal dia adalah penerus berbakat dalam pengobatan tradisional. Namun, pilihan menjadi ibu rumah tangga perlahan membuatnya kehilangan jati diri.
Dia pikir, pengorbanannya akan dihargai. Namun, Javi selalu dingin dan menjauh terhadapnya.
Putranya pun tidak pernah dekat dengannya, bahkan sering berkata, "Ibu nggak kerja, nggak punya hak mendidik aku."
Dreya selalu berpikir bahwa mungkin mereka memang tipe yang dingin.
Sampai suatu hari, wanita yang dicintai Javi, Yevani Kenal, pulang dari luar negeri.
Di hadapan Yevani, Javi berubah, tidak dingin seperti biasanya. Dia tersenyum hangat, sepasang mata berbentuk bunga persik tampak dalam dan memikat.
Dreya baru sadar, ternyata Javi bisa tersenyum selembut itu.
Bahkan, di hari ulang tahun pernikahan mereka, saat dia kesakitan karena penyakit pasca melahirkan kambuh.
Javi memutus panggilan pertolongannya demi merayakan ulang tahun Yevani.
Kemudian, dia menjalani operasi yang sangat berisiko, beberapa kali mendapat surat peringatan kondisi kritis, tetapi suami dan anaknya tidak pernah datang.
Saat dia pulang dari rumah sakit, yang menyambutnya hanyalah rumah berantakan, anak yang penuh keluhan, dan suami yang tidak peduli.
Putranya bahkan mengeluh, "Ibu bukan ibu yang baik. Nggak pulang-pulang, juga nggak bersihin rumah! Tante Yevani lebih baik daripada Ibu!"
Hah!
Bersihin rumah?
Dia hampir mati!
Dreya mencoba memahami mereka. Anak kecil itu bicara tanpa beban, polos dalam ketidaktahuannya, sedangkan Javi memang dingin sikapnya. Dia percaya, waktu akan mengubah segalanya.
Dia pun menjalani hari-harinya seperti ini terus.
Toh sudah punya anak, masa mau cerai? Begitulah dipikirkan Dreya.
Sampai suatu malam, di sebuah pesta, Yevani jatuh dari panggung tinggi, lalu menuduh Dreya sebagai pelakunya.
Suami dan anaknya bahkan enggan mengecek rekaman CCTV. Mereka langsung membela Yevani.
Saat itu, Dreya memegangi perutnya, berlutut di lantai, memohon Javi untuk percaya padanya. Kerikil di lantai melukai tangannya hingga berdarah.
Javi tetap tanpa ekspresi, hanya mengernyit dan membersihkan jasnya dengan sapu tangan.
Dia hanya kesal karena Dreya telah mengotori jas eksklusifnya.
Putranya mendorongnya keras sambil meneriakinya, "Kamu wanita jahat! Nggak pantas jadi ibuku! Kalau saja kamu mati saat melahirkanku, Tante Yevani bisa jadi ibuku!"
Dreya jatuh ke lantai, hatinya hancur. Namun, dia tertawa. Menertawakan dirinya yang terlalu bodoh, telah salah mencurahkan perasaan tulusnya.
Pada akhirnya, dia dijebloskan ke penjara dengan tuduhan penganiayaan.
Tiga tahun lamanya.
Di penjara, dia disiksa oleh para narapidana yang kejam dan licik.
Suami dan anaknya tidak pernah menjenguknya sekali pun.
Jika bukan karena satu hal ... dia mungkin sudah mati di penjara!
Javi berkata dengan nada dingin, "Aku dan Vano nggak ributin kamu pernah masuk penjara, kami masih mau jemput kamu pulang saja itu sudah sangat baik. Yevani sedang menunggu di rumah. Jangan buang-buang waktu lagi."
Yovano ikut bersuara, nadanya kesal, "Bu, jangan mulai lagi. Tante Yevani mau bikin biskuit beruang kecil buatku malam ini, dan aku sudah bawa kue es krim buat dia. Kalau kita kelamaan, es krimnya bakal cair duluan."
Dreya mendengarkan dengan ekspresi kosong.
Yang tersisa di hatinya hanya tumpukan ironi.
Biskuit beruang kecil?
Yovano mungkin lupa, camilan rumit itu dulu dia ciptakan khusus untuk putranya.
Yevani hanya diam-diam meniru resepnya.
Meskipun resepnya sama, putranya tetap bilang buatan Yevani lebih enak.
Saat ini, suami dan putranya datang menjemputnya keluar penjara, tanpa membawa apa pun untuknya. Yang mereka pikirkan hanyalah Yevani.
Di antara dirinya dan Yevani, suami dan putranya selalu lebih percaya pada Yevani. Selalu lebih menyayangi Yevani.
Bahkan, anak yang dikandungnya selama sembilan bulan, diberi nama Yovano.
Dreya mengangkat kepala, suaranya datar saat berkata, "Aku nggak akan pulang bersama kalian."
Belum selesai bicara, mata Javi sudah menunjukkan ketidaksabaran dan kebencian.
"Nggak mau pulang? Dengan reputasimu sekarang, bisa apa kamu di luar sana kalau nggak kembali ke Keluarga Boris? Dreya, tiga tahun berlalu, kamu masih belum kapok?"
"Itu urusanku. Kalian nggak mau punya istri dan ibu yang punya masa lalu kelam. Aku juga nggak mau punya suami dan anak yang menyeretku ke neraka."
Nasihat bisa diabaikan, teori bisa dilupakan.
Pengalaman, terutama yang menyakitkan, sekali saja sudah cukup untuk mengubah cara pandang seseorang.
Tiga tahun lalu, dia sangat mencintai Javi dan putranya. Meskipun mereka bersikap dingin padanya, membencinya, dan lebih dekat dengan Yevani, dia tetap berharap mereka akan berubah.
Namun sekarang ... Tiga tahun penderitaan telah mematikan hatinya.
Suami dan putranya.
Dia tidak sanggup lagi, dan tidak mau lagi.
Suara Dreya tenang, tetapi tegas, "Kita cerai saja."