Bab 2
"Ibu, kamu pernah dipenjara dan sekarang mau cerai? Orang-orang akan memandangmu seperti apa?"
Ucapan Yovano meluncur begitu saja.
Javi pun tertegun.
Javi sudah menduga bahwa Dreya akan berpura-pura menyedihkan, meminta ganti rugi. Karena di matanya, Dreya dulu menikah dengannya hanya demi mahar yang fantastis. Namun, yang tidak pernah dia sangka, Dreya justru meminta cerai.
Bagaimanapun, tiga tahun yang lalu, Dreya mati-matian berjuang agar tetap bisa berada di sisi mereka.
Sekarang, Dreya sudah pernah masuk penjara selama tiga tahun.
Pada akhirnya, semua ini pasti hanya taktik agar mereka membujuknya kembali.
Javi berkata dengan nada dingin, "Vano benar. Kalau kamu keluar dari Keluarga Boris, kamu mau ke mana? Dreya, kalau kamu terus seperti ini, kamu hanya akan jadi bahan tertawaan!"
Dreya tidak menghiraukan ucapan mereka.
Dia melambaikan tangan memanggil taksi, membiarkan si sopir taksi menatapnya dengan pandangan aneh.
Sebelum masuk ke taksi, dia menoleh ke arah suami dan putranya itu.
"Itu urusan aku," ujar Dreya. "Surat cerai akan aku kirimkan nanti. Selamat ya, setelah cerai, kalian bisa menjadikan Yevani sebagai istri dan ibu kalian," tambahnya.
Nada bicaranya sangat dingin dan acuh tak acuh.
Selesai bicara, dia pun pergi tanpa menoleh lagi.
Javi menatap sosoknya yang kurus dan langkahnya yang goyah, tiba-tiba merasa sedikit gelisah.
Dia datang menjemput Dreya karena mendengar saran dari kakek dan Yevani.
Namun, Dreya malah minta cerai?
Jika Dreya yang dulu, dia pasti sudah bersyukur setengah mati!
Javi ingin tahu, apa yang bisa dilakukan oleh seorang wanita yang pernah dipenjara?!
...
Dreya duduk di dalam taksi.
Kebetulan, televisi di dalam mobil mulai menayangkan video wawancara Yevani.
"Yevani, sekarang kamu sudah jadi aktris papan atas. Gimana dengan urusan pasangan hidup, sudah ada rencana?"
Sang reporter bertanya sambil bercanda.
Dalam video, tatapan Yevani mengarah ke Javi dan Yovano yang duduk di bawah panggung. Wajahnya sedikit memerah. "Aku sangat bersyukur atas semua yang aku miliki sekarang. Tiga tahun terakhir, ada dua pria yang menemaniku melewati masa-masa tersulit."
Tatapan ketiganya bertemu, benar-benar seperti keluarga bahagia.
Sopir taksi yang sudah biasa mengantar di daerah ini, tiba-tiba berkata, "Kamu baru keluar, ya? Belum tahu siapa mereka, 'kan? Wanita ini namanya Yevani, aktris terkenal. Kalau dua pria tadi, mereka dari Keluarga Boris, suami dan anaknya. Waktu ulang tahun Yevani, Pak Javi bahkan menyalakan kembang api semalaman. Keluarga ini, semuanya luar biasa."
Barulah Dreya mengangkat wajahnya. Tubuh kurusnya tampak tenggelam dalam pakaian yang terlalu besar.
Dia menatap layar televisi, melihat Yevani dan Keluarga Boris. Lama dia tidak berkata apa-apa.
Setelah beberapa saat, suaranya terdengar serak dan datar.
"Nggak kelihatan luar biasa, malah kelihatan agak berengsek."
Saat dia disiksa di penjara, mereka justru menemani Yevani naik daun, menemaninya menikmati kembang api yang membakar malam.
Meskipun sudah lama mati rasa oleh dinginnya sikap suami dan anaknya itu, Dreya tetap merasa semuanya begitu menyakitkan dan penuh ironi.
Sopir hanya bergumam pelan. Mungkin karena dia menjemput Dreya dari depan gedung penjara, dan melihat tubuh Dreya yang kurus seperti bisa diterbangkan angin kapan saja, dia pun tidak membantah ucapan Dreya.
Dreya memejamkan mata, memilih untuk pura-pura tidur.
Setelah beberapa saat, taksi akhirnya berhenti di depan rumah milik Dreya.
Dia masuk sebentar untuk mengambil uang dan membayar taksi, lalu pergi ke supermarket membeli kebutuhan dasar.
Tiga tahun lalu, setelah dia dipenjara, semua aset atas namanya dibekukan.
Oleh karena itu, kebutuhan hidupnya sementara masih bisa terpenuhi meski baru keluar dari penjara.
Sudah terlalu lama tidak bersentuhan dengan keramaian, Dreya sempat merasa canggung.
Bahkan saat kasir mengangkat tangan untuk memindai barang, Dreya refleks menghindar.
"Nona, kamu baik-baik saja, 'kan?"
Kasir itu bertanya dengan nada khawatir.
Dreya tersadar, lalu menggeleng pelan dengan senyum pahit.
Dia baik-baik saja.
Hanya saja, dia sudah terbiasa dipukuli di penjara.
Keluar dari supermarket, Dreya menerima telepon dari sahabatnya, Annie Corin.
Begitu tahu Dreya sudah bebas, Annie langsung heboh. [Aku sebenarnya mau pulang lebih cepat, tapi akhir-akhir ini ada badai, jadi belum bisa. Kamu sekarang masih di rumah Keluarga Boris atau ... ]
"Aku di Kompleks Azalea."
Annie mengernyit. [Javi nggak jemput kamu? Kalian kan masih suami istri, dia seharusnya ... ]
"Anni, aku mau cerai darinya."
Dreya menggenggam ponselnya erat. Suara yang keluar saat dia mengucapkannya begitu pelan, nyaris seperti bisikan.
Sebelum masuk penjara, Annie adalah sahabat dekat Dreya.
Saat itu, Anni sudah berkali-kali menasihati Dreya.
Bahwa suami dan anak itu tidak seharusnya menjadi seluruh hidupnya. Dia mendukung Dreya untuk bercerai.
Namun, Dreya tetap memilih untuk menunggu pria itu berubah pikiran.
[Selama di penjara ... ]
Suara Annie terdengar getir, Kata-kata berikutnya, "Apa saja yang sudah kamu alami?", tertahan di tenggorokan.
Di tahun pertama, dia sering menjenguk Dreya.
Kemudian, dia dipindah tugaskan ke luar negeri untuk meliput perang.
Tiga tahun berlalu. Wanita yang dulu bersikeras menunggu Javi berubah hati, kini justru bersikeras ingin bercerai.
Apa yang sebenarnya terjadi? Annie hanya bisa bertanya dalam hatinya.
Dreya tidak bicara. Sekilas, tampak rasa sakit yang dalam dan mati rasa yang tidak bisa disembunyikan di wajahnya.
Annie segera mengganti topik. [Setelah kamu dipenjara, tantemu ambil alih vila kecil di Kota Hayon. Sekarang dijadikan tempat wisata. Lalu, Yevani ... pokoknya, Reya, aku akan segera pulang. Nanti baru kita bicara lebih detail.]
Dreya pun mengiyakan.
Tahun kedua setelah menikah, ayahnya meninggal dunia.
Setelah dia dipenjara, ibunya menangis sampai hampir buta demi dirinya, lalu jatuh sakit parah. Di dalam penjara, Dreya menangis sambil memohon pada Javi agar menyelamatkan ibunya.
Namun, yang dia tunggu-tunggu, justru datang sebagai kabar kematian sang ibu.
Bahkan, sekarang harta warisannya pun telah direbut?
Tatapan Dreya seketika menjadi dingin.
Kemudian, perlahan berubah menjadi ketenangan yang terasa dipaksakan.
Tiga tahun di penjara sudah cukup untuk mengubah segalanya.
Dia telah melalui siksaan yang sukar terbayangkan di penjara. Untuk merebut kembali semua miliknya, dia tahu itu membutuhkan waktu.