Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4 Ayo Kita Tangkap Basah Mereka

"Kalau begitu, aku antar Nona Milana." Susan menyamar dengan baik sepanjang waktu, jadi Milana tidak bisa menemukan kesalahan sedikit pun. Milana menatap Susan. Apa Susan benar-benar tidak tahu keberadaannya, atau hanya berpura-pura tidak tahu? "Nona Milana, kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa ada sesuatu di wajahku?" Susan mengangkat tangannya dan menyentuh wajahnya sendiri. Milana tersenyum dan berkata, "Aku hanya merasa Nona Susan terlihat familier." Susan menjawab, "Mungkin kita pernah bertemu sebelumnya." Dia mengantar Milana sampai ke lantai bawah. Ponselnya berdering di waktu yang tepat. "Aku masih ada urusan. Aku nggak antar lebih jauh lagi." Milana berkata dengan penuh pengertian, "Kamu urus saja dulu." Susan berbalik dan pergi. Topeng di wajahnya perlahan runtuh. Dia masih belum bisa bertindak seakan-akan dia tidak peduli. Dia tidak sanggup melihat keduanya begitu mesra. Bahkan, tidak punya keberanian untuk melihat Hardy. Namun, apa yang dia lakukan sekarang? Susan berdiri di depan jendela dan melihat Hardy turun dari mobil. Orang sibuk seperti Hardy justru rela menunggu Milana di bawah. Kemudian, Susan melihat Hardy dengan lembut dan tenang menerima pakaian yang disodorkan Milana, lalu menyerahkan sebuah botol termos yang sudah dibuka pada wanita itu. Sepertinya Hardy sudah sering melakukan hal seperti ini. Kalau tidak, pria itu tidak akan semahir itu. Susan juga sudah sering melihat botol termos itu. Warnanya merah muda. Susan pernah dengan naifnya berpikir bahwa botol termos ini disiapkan Hardy untuknya. Dia sudah lama menantikan Hardy memberikan botol termos ini padanya. Namun sekarang, akhirnya dia melihat pemilik botol termos itu. Susan tidak tahan melihatnya lagi. Matanya berkaca-kaca. Dia berbalik dan berlari ke toilet. Meski merasa sangat sedih, dia terus berusaha menahan perasaannya. Akan sangat memalukan jika dia sampai menangis tersedu-sedu. Dia hanya bisa menekan ujung matanya dengan tisu untuk mencegah air mata merusak riasannya. Ponselnya berdering. Riana meneleponnya dengan marah, [Susan, aku tahu perempuan jalang itu lagi makan siang dengan Hardy di Paviliun Gemilang. Ayo kita tangkap basah mereka!] "Aku ... " Susan tidak ingin mengganggu mereka. Namun, Riana tidak memberinya kesempatan berbicara. [Aku akan jemput kamu sekarang!] Kemudian, dia menutup telepon dengan kasar. Susan menatap ponselnya. Dia tiba-tiba merasakan kepalanya sakit sekali. Riana adalah orang yang bersemangat dan aktif. Bahkan sebelum Keluarga Kidarsa tertimpa masalah, dia sudah sangat menyukai Susan. Setelah Susan menikah dengan Hardy, Riana bahkan memperlakukannya seperti putrinya sendiri. Susan sangat berterima kasih padanya. Jika bukan karena ibu mertuanya, mungkin Susan tidak akan bisa bertahan. Riana menarik Susan pergi ke Paviliun Gemilang. Ini adalah restoran terkenal di Kota Jinggara. Bahkan, orang kaya pun harus antre untuk membuat reservasi. Namun, Riana adalah pelanggan VVIP di sini. Dia masuk tanpa ada yang berani menghalangi. Saat membayangkan pemandangan yang akan dilihatnya, Susan ingin kabur. Hardy tidak mungkin ingin bertemu dengannya. Riana menggenggam tangan Susan erat-erat. "Kamu istri sahnya. Simpanan saja nggak takut, jadi apa yang kamu takutkan?" Selesai berbicara, Riana tidak memberi Susan kesempatan berbicara. Dia langsung mengangkat tangannya dan mendorong pintu ruang VIP itu. Dua orang di dalam memandangi mereka berdua. Hardy berdiri. Dia refleks melindungi Milana di belakangnya, lalu mengerutkan kening sambil berkata, "Bu, mengapa Ibu ada di sini?" "Kenapa? Aku nggak boleh datang ke sini?" Riana menarik Susan untuk duduk. Susan merasa sakit hati sekaligus canggung. Saat melihat Milana, dia berpura-pura terkejut dan berkata, "Nona Milana?" Kemudian, pandangannya teralihkan ke Hardy dan Milana secara bergantian. Dia berkata dengan kaget, "Ka ... kalian ... " Riana mengambil sendok di atas meja dan menarik Susan untuk duduk. "Makanlah. Kenapa nggak lanjut makan?" Ada kilatan tidak senang yang melintas di mata Hardy, lalu dia berkata dengan nada tidak berdaya, "Bu, kalau Ibu mau makan, aku bisa minta mereka menyiapkan ruang makan terpisah untukmu." "Nggak usah, di sini saja." Riana menolaknya. "Aku datang ke sini hari ini terutama ingin melihat seberapa cantik perempuan jalang ini." Perkataan yang begitu terang-terangan ini membuat senyum Milana terlihat dipaksakan. "Tante." Riana tidak menghiraukannya. Dia justru membandingkan Milana dengan Susan. "Matanya nggak sebesar mata Susan, hidungnya nggak sebagus hidung Susan, bibirnya juga nggak sesempurna bibir Susan. Eh, tulang hidungmu memang cukup tinggi, pasti kamu pakai implan, 'kan? Aku ingat dulu kamu nggak seperti ini ... " "Cukup!" Suara Hardy tiba-tiba menjadi dingin dan tatapannya tertuju pada Susan. Kemudian, dia menarik tangan Milana dan langsung pergi. Susan refleks mengepalkan jari-jarinya. Apa Hardy menyalahkannya sekarang?

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.