Bab 5 Kamu Hamil
"Hardy, berhenti di situ!"
Riana menepuk bahu Susan, lalu berjalan keluar. "Cepat ikut aku!"
Di dalam ruang VIP kini hanya tersisa Susan sendirian saja.
Dia memandangi makan siang yang begitu lezat itu. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia pun berjalan keluar dari ruang VIP.
Apa gunanya menghentikan pria itu?
Hubungannya dengan Hardy hanya akan makin memburuk. Begitu keretakan muncul dalam pernikahan, celah itu akan terus membesar sampai akhirnya terbelah dua.
Susan menatap Riana yang sedang bertengkar tidak jauh darinya. Rasa lelah di dalam hatinya makin dalam.
Riana sudah membantunya sepenuh hati. Dia tidak boleh mengecewakan ibu mertuanya.
Susan berjalan mendekat dan akhirnya menatap langsung mata Hardy yang muram. "Bukankah kamu harus memberiku penjelasan?"
"Penjelasan apa yang kamu inginkan?" Hardy mengejek. "Kamu nggak tahu bagaimana kamu bisa menikah denganku?"
Kalimat itu seketika menghancurkan keberanian Susan yang baru saja terkumpul.
Mendadak dia tidak bisa berkata-kata lagi.
Riana memarahi putranya. "Hardy, apa maksudmu? Susan sudah banyak mengurus rumah tangga untukmu selama dua tahun terakhir ini. Begini caramu membalasnya?"
"Ini hal yang bisa dilakukan siapa saja." Hardy mengejek. Dia menyangkal semua pengorbanan Susan.
"Hardy, apa kamu nggak punya hati?" Riana sangat marah. Dia mengangkat tangannya untuk menampar putranya.
Namun, tamparan itu tidak mengenai wajah Hardy, melainkan wajah Milana.
Milana menutupi wajahnya yang merah dan berkata dengan keras kepala, "Tante, bukannya Hardy nggak punya hati. Hanya saja, orang itu nggak pantas mendapatkan hatinya!"
"Kamu memarahinya begitu saja. Apa kamu pernah tanya pada Hardy, apa yang sebenarnya diinginkannya?"
Riana menunjuk Milana. Dia sangat kesal dibuat Milana.
Melihat situasi akan berubah menjadi buruk, Susan segera menarik tangan Riana. "Bu, sudahlah."
Hardy melirik Susan dengan tatapan muram, lalu menarik Milana pergi.
"Sudah apanya? Masalah ini sama sekali nggak bisa dibiarkan begitu saja!" Riana ingin mengejar mereka dan tanpa sengaja menepis tangan Susan.
Susan terjatuh ke lantai. Perutnya langsung terasa sakit. Sebelum sempat membuka mulut, pandangannya sudah gelap dan dia pun pingsan.
Riana menyadari pergerakan di belakangnya dan memanggil Hardy, tetapi langkah pria itu tidak berhenti sama sekali.
"Hardy, Susan pingsan!"
Milana menggenggam erat tangan Hardy. "Hardy, ini pasti tipuan mereka. Kamu nggak boleh percaya sama mereka."
Hardy mengangguk.
Seingatnya, Susan selalu sehat bugar.
Dia tidak akan pingsan tanpa alasan. Mungkin, seperti yang dikatakan Milana, Susan sengaja berpura-pura.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan Hardy di sana.
Melihat bekas tamparan di wajah Milana, suara Hardy menjadi lebih lembut. "Apa wajahmu masih sakit?"
Milana menggelengkan kepalanya dan tersenyum acuh tak acuh. "Yang penting kamu baik-baik saja."
"Maaf, aku akan berusaha menebus kesalahanku," kata Hardy dengan penuh penyesalan. Saat teringat dengan Susan, hatinya terasa dingin.
Melihat Hardy mengikuti Milana pergi tanpa menoleh ke belakang, Riana benar-benar kecewa dengan putranya kali ini.
Di hati putranya, sama sekali tak ada tempat untuk Susan.
Riana buru-buru membawa Susan ke rumah sakit. Dia mondar-mandir dengan gelisah di luar ruang pemeriksaan. Saat melihat dokter keluar, dia bertanya dengan cemas, "Bagaimana kondisinya? Kenapa bisa sampai pingsan?"
"Dia hamil," kata dokter sambil membetulkan kacamatanya.
Riana tertegun. Dia meragukan pendengarannya barusan. "Dia hamil?"
"Ya, sudah lima minggu. Hanya saja posisi janinnya kurang stabil. Sebaiknya istirahat total untuk sementara waktu. Emosi negatif yang berkepanjangan juga nggak baik untuk perkembangan janin. Sebagai keluarga, kalian harus berusaha menenangkannya," kata dokter sambil menyerahkan laporan pemeriksaan kepada Riana.
Saat melihat laporan tes kehamilan itu, mata Riana sempat berkedip beberapa kali. Ternyata, Susan benar-benar hamil.
Dia sudah mau jadi nenek!
Anak ini datang di waktu yang tepat. Mungkin dia akan menjadi kunci untuk memperbaiki hubungan mereka.
Dia kembali ke bangsal dan melihat Susan yang sudah terbangun.
Susan menopang kepalanya yang terasa berat. "Ibu, aku kenapa?"
"Kamu hamil." Riana mengangkat tangannya dan meletakkannya di perut Susan. "Susan, ini kunci untuk mendapatkan kembali hati Hardy."
Susan terkejut. Pandangannya jatuh pada perutnya sendiri. Mana mungkin dia hamil?
Dia dan Hardy selalu menggunakan pengaman setiap kali bercinta. Mustahil dia bisa hamil.
Hardy sama sekali tidak ingin punya anak dengannya.
Kecuali ...
Sebuah ingatan melintas di benak Susan. Dia tiba-tiba teringat bahwa lebih dari sebulan yang lalu, Hardy mabuk dan bercinta dengannya secara kasar. Dia baru menemukan kondom yang robek saat membersihkan kamar setelahnya.
Hanya saja, Susan tidak begitu memikirkannya waktu itu. Dia mengira mungkin saja Hardy yang merobeknya.
Dia tidak menyangka akan hamil hanya karena sekali itu.
Memikirkan sikap Hardy terhadapnya sekarang, andai pria itu tahu dia hamil, mungkin akan meminta Susan untuk menggugurkan kandungannya.
Susan merasa dadanya sesak.
"Bu, jangan kasih tahu masalah ini padanya dulu ya ... "