Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Pelayanan panitia lelang cukup sigap. Mereka segera membawa mesin EDC, untuk Chelsea membayar, sekaligus mengantarkan barang lelang. Begitu Chelsea selesai tanda tangan, dia kembali tertarik dengan barang lelang yang di panggung. Kalung permata yang sedang diperkenalkan adalah peninggalan ibunya. Chelsea langsung angkat papan. Kali ini Jason tidak membiarkannya, setelah beberapa ronde berlalu, dia langsung menekan tombol harga tertinggi. Suara bisikan langsung terdengar di arena. Chelsea menurunkan tangan. Dia bangkit, mengetuk pembatas ruang sebelah. Namun pembatas tidak dibuka. Sesaat kemudian, ada orang lain yang mengangkat papan lagi, hingga harga melampaui nilai asli kalung itu. Begitu Jason menyalakan tombol harga tertinggi, artinya harga setinggi apa pun, dia harus ikut menawar dan tetap menjadi penawar tertinggi, tidak boleh berhenti di tengah jalan. Suasana semakin memanas. Akhirnya, kalung itu jatuh ke tangan Jason dengan harga 60 miliar. Padahal nilai aslinya hanya empat miliar. Savira mendengus, "Apakah dia gila?" Chelsea mengusap pelipis, hilang selera melihat barang lain. "Itu peninggalan ibuku. Aku harus ke sana." Savira ikut berdiri. "Aku temani kamu." Chelsea menggeleng, "Nggak perlu, aku bisa urus sendiri." Dia membuka pintu ruang VIP dan melangkah keluar. Pintu ruang sebelah kiri dan kanan juga terbuka bersamaan. Dari sebelah kiri keluar rombongan, dipimpin seorang pria berbalut kemeja hitam. Sinar lampu kuning hangat, memperlihatkan bahu lebar dan pinggang ramping yang tersembunyi di balik kemeja. Beberapa pria bersetelan jas mengikuti di belakangnya bak bintang mengelilingi bulan. Dia mendekat sambil tersenyum tipis, setiap langkah memancarkan pesona maskulin alami. Chelsea langsung mengenalinya, pria yang mobilnya pernah dia tabrak. "Pak Alfred ...." Dia menyapa lebih dulu. Alfred hanya mengangguk saat melintas di sisinya. "Halo." Suaranya dingin, tanpa emosi. Hati Chelsea terasa campur adu, sesak dan malu. Andai tujuh tahun lalu dia tidak mengena Jason, sesuai kesepakatan Keluarga Wirawan dan Keluarga Santino, seharusnya dia sudah dinikahkan dengan Alfred. Sekarang, pria yang dulu dia cintai datang ke lelang dengan wanita lain dan yang Alfred berada di ruang sebelah, tentu mendengar semua keributan tadi. Chelsea merasa sangat malu. Jason juga segera muncul. Sebelumnya dia sudah mendapat informasi, penawar yang bersaing dengannya adalah Alfred. Asisten Jason membawa barang lelang yang baru dibeli dan atas perintah Jason, dia memberikannya pada Alfred. "Pak Alfred, Pak Jason mendengar Anda menyukai barang ini, jadi dia memintaku memberikannya pada Anda." Jika 60 miliar bisa mendapatkan kesempatan kenalan dengan Alfred, itu jelas menguntungkan Grup Jimino. Jason memang pandai menimbang untung rugi. Alfred sekilas melirik kalung itu, lalu melirik ke arah Chelsea. "Hanya barang seperti ini?" Orang lain mungkin tidak paham maksudnya, tapi Chelsea sangat mengerti. Wajahnya terasa panas terbakar. Tatapan Alfred penuh tekanan, membuat Chelsea menunduk malu. Asisten Jason tampak canggung. Kalung itu tiba-tiba seperti bara api di tangannya, dikasih salah, diambil kembali juga salah. Alfred tidak menerima kalung itu dan melihat ke arah Jason. "Pria sejati nggak merebut barang kesayangan orang lain. Terima kasih, tapi biarlah Pak Jason sendiri yang menyimpan barang itu." Jason tersenyum dan melangkah maju tanpa kesan menjilat serta berbicara santai dengan Alfred. "Barang bagus selalu ada, tapi jarang yang bisa menghargainya. Aku sendiri nggak terlalu paham dengan barang ini, lebih baik memberikannya pada yang lebih paham. Jadi barang bagus nggak sia-sia di tanganku." Alfred tersenyum tipis, matanya bersinar. "Kalau Pak Jason sudah berkata demikian, kalau menolak malah jadi nggak enak." Jason tetap tersenyum, tapi di balik matanya penuh ambisi. Jika bisa menjalin hubungan dengan Alfred, Grup Jimino pasti akan naik ke level lebih tinggi. Tatapan Chelsea terarah pada barang lelang dan kesedihan terlihat di matanya. Kalau kalung itu jatuh ke tangan Jason, dia masih bisa cari cara buat merebutnya kembali. Tapi sekarang barang itu sudah jadi milik Alfred, dia malu untuk memintanya. Jason mengambil kotak dari tangan asistennya, lalu menyerahkannya ke Alfred. Alfred mengulurkan tangan menerima, kemudian memberikannya ke asisten yang berdiri di belakang. Barang sudah dikasih, Jason tentu harus mulai memikirkan cara yang tepat buat mengundang Alfred supaya hubungan mereka bisa lebih dekat. Tapi sebelum dia buka mulut, asisten Alfred yang bernama Enzo berkata sambil tersenyum. "Pak Jason memang orang yang menepati janji. Apakah ini bisa dianggap sebagai pembayaran biaya ruang VIP Pak Jason untuk kami?" Alfred tertawa, "Memangnya biaya ruang VIP semahal itu?" Enzo, "Tentu saja, termasuk kompensasi karena diganggu keributan tadi." Alfred berkata, "Hm, masuk akal juga." Barulah Jason sadar, orang yang tadi mengadu kalau ruangannya terlalu berisik ternyata Alfred. Kalimat yang sudah dia siapkan tersangkut di tenggorokan, tidak enak dilanjutkan. Dia ingin menjelaskan, tapi Alfred sudah berjalan pergi bersama rombongannya. Enzo memang cerewet dan berbicara dengan Alfred sambil berjalan. "Kalau tahu dia akan kasih barang lelang ini ke kita, tadi aku harusnya angkat papan lebih banyak kali biar harganya makin tinggi." Alfred menjawab santai, "Kalau bisa dimaafkan, maka maafkan saja." Enzo berkata, "Tapi tadi sewaktu Anda menerima barang itu, nggak terlihat seperti memaafkannya." Uang 60 miliar jadi sia-sia! Alfred tersenyum santai, "Karena aku penilai handal." Enzo tidak mengerti. Jason berdiri di tempat, semangatnya hilang tanpa jejak, yang tersisa hanya kejengkelan. Dia baru sadar sudah dipermainkan, bahkan menghamburkan 60 miliar untuk memberi barang ke orang yang menertawakannya. Chelsea hanya mengamati dengan diam. Wajahnya yang tanpa ekspresi seakan sedang menyindir keputusan bodoh Jason. Padahal sebelumnya dia sudah berulang kali menasihati supaya jangan berhubungan dengan orang-orang itu. Jason menarik napas panjang, hati kesal, dan menurunkan ego agar bisa mundur dengan terhormat. "Barang lelang yang barusan aku dapat, nanti aku suruh asisten antar semuanya ke kamu." Chelsea tanpa ekspresi, "Kalau semua diberikan padaku, bukankah berarti Nona Jesslyn sia-sia menemanimu duduk semalaman?" Jesslyn muncul tepat waktu dan menatap Chelsea dengan sedikit takut. "Kak Chelsea, semua barang lelang itu memang Pak Jason belikan untukmu. Aku nggak masalah nggak mendapat apa pun." Chelsea mendengus dingin, "Ternyata Nona Jesslyn begitu tahu menempatkan diri, pantas saja begitu para pria itu langsung memuji begitu melihatmu. Katanya kamu nggak mengejar status maupun keuntungan. Wanita seperti Nona Jesslyn yang sudah dimanfaatkan secara gratis tapi masih merasa bangga, memang jarang ditemui. Anda saja semua gundik di dunia belajar darimu, para istri sah pasti akan lebih tenang karena nggak akan kehilangan harta." Wajah Jesslyn langsung pucat pasi. Jason terlihat masam dan menatap Chelsea dengan dingin.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.