Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 2

Kali ini, Jason tampaknya cukup marah. Kami tinggal di bawah satu atap yang sama, tetapi tidur di kamar yang berbeda. Satu-satunya yang menghubungkan kami adalah seekor kucing. Ini adalah kucing yang kami adopsi bersama, namanya Sunny. Waktu itu aku dengan canggung menyatakan cintaku, "Ayo kita rawat dia bersama." Tatapan Jason tampak lembut dengan senyum di sudut bibirnya, lalu dia mengangguk menyetujui pernyataan cintaku. Sejak itu aku yang memberi kucing ini makan, sementara Jason yang membersihkan kotorannya. Namun, beberapa hari ini Jason pulang sangat larut. Jadi, aku memutuskan membawa Sunny untuk tinggal di kamarku. Makhluk kecil itu tampak sedih seperti kehilangan sesuatu. Di waktu seperti ini, Sunny terbiasa berbaring di depan laptop Jason sambil membuat keributan. Sunny tidak bisa berbicara, tetapi rasa kecewa yang tak terungkapkan itu bisa aku mengerti. Tak disangka .... Sofia mengirimkan pesan. [Aku bisa mengembalikan jam tangan itu padamu. Kalian akan menikah, kenapa harus pelit begitu?] Aku tidak menanggapinya. Aku memiliki obsesi pada kebersihan. Jika ada orang lain yang menyentuh barang milikku, aku akan langsung merasa barang itu kotor. Sofia mengirimkan pesan lagi. [Hari itu adalah saat aku paling merasa nggak berdaya. Aku diejek sekelompok orang yang mengatakan bahwa pernikahanku adalah sebuah lelucon.] [Jangan salahkan Jason.] Aku terdiam sebentar, lalu memilih untuk membalas dengan kasar. [Jadi, apa semua teman dan keluargamu sudah meninggal, sampai kamu selalu menempel pada kekasihku?] Sesaat kemudian, Jason menyerbu masuk dari kamar tamu. "Apa kamu sudah gila? Beraninya kamu bicara seperti itu pada Sofia! Kita putus!" ujar Jason. Ketika terakhir kali Jason mengatakan putus .... Itu adalah saat aku tidak sengaja memecahkan cangkir kristal pemberian Sofia untuknya. Setelah pria itu memakiku habis-habisan, aku tidak bisa menahan perasaan bersalahku. "Aku akan menggantinya dengan yang sama persis untukmu," kataku. Namun, Jason malah makin marah, "Apa kamu tahu arti benda itu bagiku?" Kemudian, Jason pun mengatakan tiga kata padaku, "Kita putus saja." Aku memohon dengan cemas di bilik telepon umum, bahkan sampai mengeluarkan suara tangisan, hingga tidak bisa berbicara dengan jelas. Jason terdiam lama, lalu tiba-tiba berkata, "Apa kamu nggak malu menangis di jalanan?" Aku langsung berhenti, otomatis memikirkan kata-kata yang tidak dia ucapkan, "Bukankah ini terlalu berlebihan?" Setelah terdiam selama beberapa detik, aku pun berkata, "Aku mengerti." Sesaat setelah menutup telepon, rasanya seperti ada satu truk semen yang dituangkan ke dalam hatiku, membuatnya mengeras dengan cepat. Jason akan selalu menganggap Sofia sebagai hal yang tabu. Hal tabu yang tidak boleh disentuh siapa pun. Namun, memangnya kenapa? Sekarang aku tidak peduli lagi. Aku terus bertanya pada diriku sendiri tentang bagaimana aku di mata Jason. Kenapa aku harus memaksakan diri untuk memenuhi standar yang tidak akan pernah tercapai? Jadi, meskipun Jason mengunggah foto di Twitter untuk memprovokasiku .... Aku justru merasa langitnya sangat cerah. Jason membantu memperbaiki komputer Sofia, menjaga tempat parkir untuknya, bahkan membelikannya sepatu yang sama di Shopee. Sofia membawakan makanan untuk Jason, mengambilkan paketnya, juga merapikan kesalahan dalam tulisannya. Saat Jason pergi ke berbagai kota besar untuk mengumpulkan data proyek baru perusahaan selama beberapa hari, kami berdua bahkan tidak saling berkomunikasi selama beberapa hari. Namun, mereka berdua akan tetap saling merekomendasikan lagu dan bercanda setiap hari. Aku sendiri bisa merasakannya. Meskipun perasaanku pada Jason sangat dalam, perasaan ini perlahan habis terkikis oleh ketidakpeduliannya. Hingga ada seseorang yang tidak tahan melihatnya. Teman kami berdua, Kevin Jayadi, mengatur sebuah pertemuan. Aku yang tidak pernah datang terlambat, justru terlambat setengah jam. Sofia menatapku dengan tatapan tidak senang. "Zahra, kamu sok penting sekali." Aku hanya meliriknya sekilas. Padahal dia sendiri sudah terlambat berkali-kali. Namun, jika aku bertanya sedikit saja, Jason akan membantunya menjelaskan dengan wajah tegang, "Sofia sedang mengalami mabuk udara. Itu wajar." Aku tersenyum sambil berkata, "Ya, makanan ini biar aku yang traktir." Ada dua meja yang disiapkan untuk pertemuan ini. Semuanya tampak sangat kompak. Aku dan Kevin berbagi satu tempat duduk. Sementara Jason dan Sofia duduk di seberang. Aku memanggil pelayan, lalu memesan daging sapi kuah pedas. Ini adalah makanan kesukaan Sofia. Jason menambahkan, "Jangan menambahkan daun ketumbar di kuahnya." Aku teringat pada saat pertama kali kami makan bertiga. Karena Jason sangat menyukai daun ketumbar, aku sengaja menambahkan banyak daun ketumbar ke dalam kuahnya. Kening Jason berkerut hampir tanpa terlihat, lalu dia menatap tajam ke arahku. Pria itu memerintahkan pada pelayan untuk menggantinya dengan kuah yang baru. Sofia tertawa dengan wajah puas. "Zahra, lihat betapa perhatiannya Jason. Dia bahkan masih ingat kalau aku nggak suka daun ketumbar." Ketika menyukai seseorang, kamu akan selalu mengingat segala hal tentangnya, termasuk kebiasaan makannya. Di bawah tatapan provokatif Sofia, aku hampir menggigit bibirku sampai berdarah. Jason akhirnya berkata, "Ketidaktahuan itu bukan alasan." Namun, sejak itu aku tidak pernah memakan daging sapi kuah pedas lagi. Kevin yang ada di sampingku tertawa sambil berkata, "Apa kalian para wanita memang nggak bisa makan daun ketumbar, ya?" Jason menatapku dengan terkejut. Aku merasa Jason sekarang mengerti kenapa aku selalu memesan dua kuah ketika makan bersama dengannya. Jason bisa tidak memakan daun ketumbar untuk Sofia. Sementara aku bisa tersedak tanpa henti karena kuah pedas hanya karena Jason menyukainya. "Jason memang bukan orang yang perhatian seperti katamu. Hanya kamu saja yang diperhatikan olehnya." Kalimat ini sudah lama aku pendam di dalam hati. Aku tidak pernah mengerti kenapa perkataan dan tindakan Sofia selalu seperti pisau yang menusuk hatiku. Namun, Sofia malah menunjukkan wajah polos. Sama seperti setelah kami selesai makan malam ini. Kevin menyuruhku dan Jason untuk pulang bersama. Namun, Sofia malah memaksa untuk memainkan permainan Jujur atau Tantangan. Ketika mulut botol berputar ke arah Sofia .... Wanita itu bertanya dengan wajah malu-malu, "Jason, kalau kamu sekarang belum bertunangan, bisakah kita kembali bersama?" Sikap menunjukkan kekuasaan itu sungguh rendahan. Semua orang merasa terkejut. Tak ada yang bersuara. Namun, orang yang ditanya perlahan mengangguk sambil menjawab, "Bisa." Kevin merasa takut aku akan kehilangan kendali, jadi dia menarik ujung bajuku tanpa sadar. Namun, aku malah tertawa kecil sambil berkata, "Begini saja, karena kami belum resmi menikah, aku akan bersikap murah hati dan merestui kalian berdua."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.