Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 1

Menjelang ajalnya, Aruna baru mengetahui bahwa dia memiliki dua orang suami. Salah satunya adalah Julian. Satunya lagi adalah kakak kembarnya, Lucian. Hanya karena kedua pria itu sama-sama menyukai si putri palsu, Aurora Herawan, tapi tetap harus menikahi putri yang asli. Mereka membuat kesepakatan bahwa setelah menikah, mereka akan bergiliran menemaninya selama satu minggu agar tak ada yang merasa dirugikan. Sebenarnya Aruna tidak akan pernah mengetahui rahasia ini seumur hidupnya. Hingga suatu ketika dia terjatuh dari tangga dan mengalami keguguran secara tak terduga, dalam kondisi setengah sadar mendengar percakapan ketiganya. "Kalian terlalu baik padaku. Hanya karena satu kalimat dariku, kalian sampai merencanakan agar Kak Aruna mengalami keguguran. Jika nanti kakak terbangun dan tahu anak yang dia kandung dengan susah payah telah tiada, apakah dia akan marah?" Julian bersandar dengan malas, sorot matanya yang gelap memancarkan ejekan. "Mana pantas dia mengandung anak kami? Kami sudah lama memberinya obat pencegah kehamilan, siapa sangka dia bisa sebegitu beruntung ...." "Setiap kali, selalu dia yang merayu dan memancing dengan segala cara, baru kami mau mengindahkan dia sekali." Lucian mengangkat pandangan dengan tenang, kata-katanya dingin tanpa perasaan. "Tapi aku sudah meminta dokter untuk mengangkat rahimnya. Seumur hidup, dia nggak akan pernah punya kesempatan untuk hamil lagi." Aurora menampilkan ekspresi menyesal. "Sayang sekali, nggak tahu apakah bayi itu milik Kak Lucian atau Kak Julian." Pada saat itulah Aruna baru tersadar bahwa dirinya telah menjadi istri bersama selama tujuh tahun penuh! Di dunia ini hampir tidak ada hal yang lebih menjijikkan dan membuat orang marah daripada ini. Aruna tersulut emosi hingga perdarahan hebat pada rahim. Karena upaya penyelamatan tidak berhasil, dia akhirnya dinyatakan meninggal. ... Saat membuka mata kembali, dia telah kembali ke hari malam pernikahannya dengan Julian. Melihat Aruna menatapnya dengan pandangan aneh, mata gelap Julian sedikit mendingin. "Kenapa menatapku dengan ekspresi seperti itu?" Aruna teringat lima tahun lalu. Setelah identitasnya dan Aurora terungkap, perjodohan antara Keluarga Janita dan Keluarga Stanley pun secara alami jatuh padanya. Karena sejak kecil identitasnya tertukar, setelah kembali ke Keluarga Janita, bahkan saat berhadapan dengan kedua orang tua kandungnya, dia sangat canggung dan tidak tahu harus bersikap bagaimana. Belum lagi Keluarga Janita adalah keluarga terpandang. Dia yang tumbuh besar di panti asuhan membuatnya sama sekali tidak memahami tata krama serta etiket pergaulan kalangan atas. Dia bukan hanya menjadi bahan tertawaan, tapi juga dipandang rendah oleh banyak orang. Julian yang selalu melindungi dan menemaninya. Saat orang lain menertawakannya, Julian selalu berdiri dengan tegas dan menariknya ke belakang untuk melindunginya. Saat orang lain mengejeknya, Julian akan langsung membalas mereka tanpa ragu. Dia bagaikan seekor anak burung, tersentuh oleh kelembutan yang tersembunyi di balik sikap dingin Julian. Karena itu, ketika kedua orang tuanya bertanya siapa di antara si kembar yang ingin dia pilih sebagai suami, dia menyebut nama Julian tanpa ragu sedikit pun. Namun siapa sangka meskipun Julian tampak menyetujui pilihan itu, hatinya sama sekali tidak rela. Lebih parahnya lagi, selama tujuh tahun pernikahan mereka, dia melakukan kesepakatan giliran dengan Lucian untuk menemaninya. Rasa sakit di dada Aruna seolah merobek dari dalam, dia menggelengkan kepala perlahan. "Nggak apa-apa." Julian mengusap lembut puncak kepalanya dan berkata datar, "Istirahatlah dulu. Aku akan pergi menemui kakak sebentar." Hati Aruna seketika terasa dingin dan menatap tidak percaya dengan mata terbelalak. Dia mengingat bahwa di kehidupan sebelumnya pun ada kejadian serupa. Apakah orang yang bersamanya pada malam pernikahan ... sebenarnya bukan Julian? Melihat Julian melangkah pergi dengan cepat, Aruna menahan sakit di hatinya dan diam-diam mengikutinya. Lalu melalui celah pintu, dia mendengar percakapan Julian dengan Lucian. "Hari ini adalah malam pernikahanmu bukan? Kamu masih datang ke sini untuk bertukar identitas denganku?" "Malam pernikahan, lalu kenapa? Satu-satunya orang yang aku cintai hanyalah Aurora. Lagi pula, giliran satu minggu sudah tiba, hari ini memang seharusnya jadwalku." Alis tebal Lucian Stanley sedikit berkerut. "Lalu bagaimana dengan malam pernikahan kalian? Kamu ingin aku menggantikanmu tidur dengan Aruna?" Julian memberi isyarat agar Lucian bertukar pakaian dengannya, wajahnya penuh ketidakpedulian. "Lagi pula matanya bermasalah. Pagi tadi saja masih meneteskan obat, penglihatannya begitu buruk sampai tak mampu membedakan kita. Kamu yang tidur dengannya atau aku, apa bedanya?" "Jadi kamu memang lebih lihai." Lucian melepas pakaiannya dan menyerahkan padanya, suaranya dingin. "Kamu yang lebih dulu merekayasa kecelakaan hingga melukai mata Aruna, lalu berpura-pura perhatian dengan meneteskan obat pelebar pupil setiap hari agar penglihatannya tetap buram. Kalau bukan begitu, jadwal giliran kita tak akan berjalan semulus ini." "Siapa suruh kakek memaksa kita menikahinya." Julian merapikan kerah bajunya, nada suaranya sarat kejengkelan. "Selain itu, kita juga diperingatkan harus memperlakukannya dengan baik, bahkan nggak boleh menceraikannya. Kalau nggak, urusannya nggak akan serumit ini." Kepala Aruna seakan meledak. Tubuhnya mulai gemetar tak terkendali di bawah guncangan yang terlalu besar itu. Setelah bertunangan dengan Julian, dia mengalami kecelakaan mobil yang parah dan hampir kehilangan penglihatannya. Selama ini, Julian selalu merawatnya tanpa pernah meninggalkannya. Dia bukan hanya mengeluarkan dana besar untuk meneliti obat mata yang dapat memulihkan penglihatannya, tapi juga setiap hari memakaikan obat itu sendiri untuknya. Dia tersentuh oleh ketulusan dan perhatian yang selama ini ditunjukkannya, bahkan membuat rasa cintanya semakin dalam. Tak terpikir semuanya hanyalah sebuah konspirasi! Yang lebih menjijikkan lagi ... di kehidupan sebelumnya, orang yang menghabiskan malam pernikahan itu ternyata juga bukan dirinya! Julian ... bagaimana dia bisa! Bagaimana bisa mereka memperlakukannya seperti ini! Dia melarikan diri dari vila itu, lalu menelepon Evander. "Kakak Seperguruan, aku sudah memikirkannya. Aku bersedia pergi bersamamu ke zona perang dan menjadi dokter lintas batas selama sepuluh tahun." Suara Evander yang biasanya santai mendadak menjadi berat. "Tapi ... Runa, bukankah sebelumnya kamu bilang ingin seumur hidup berada di sisi Julian?" Air mata Aruna mengalir tanpa henti. "Karena aku nggak menyukainya lagi ... seumur hidup takkan pernah menyukainya lagi." Karena pria itu tidak mencintainya, maka lebih baik dia pergi. Permainan cinta antara ketiganya itu, Aruna tidak ingin terlibat lagi. Evander menyadari ada sesuatu, tapi tidak banyak bertanya. "Baik, Lima belas hari lagi, aku akan menunggumu di bandara Kota Jingapura."
Previous Chapter
1/18Next Chapter

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.