Bab 2
Setelah menutup telepon, Aruna kembali ke kamar tidurnya dan mulai membereskan semua barang yang selama ini diberikan Julian padanya.
Boneka tanah liat yang mirip dengannya, sobekan tiket film yang pernah mereka tonton berdua, serta kartu pos yang dibeli saat mereka berlibur ke suatu tempat.
Serta cincin pernikahan yang terukir nama mereka berdua ....
Setelah melempar semua barang berharga itu ke tong sampah, Aruna tiba-tiba merasa seluruh tubuhnya seakan menjadi ringan.
Saat kembali, dia mendapati Julian dan Aurora sedang berpelukan mesra di depan jendela ruang kerja.
Di kehidupan sebelumnya, dia juga melihat pemandangan itu, bahkan memuji hubungan kakak dan kakak ipar sangat baik.
Kini setelah mengetahui kebenarannya, selain terasa menggelikan, hatinya pun seperti disayat pisau.
Aurora menyadari kehadirannya dan menampilkan senyum penuh provokasi, lalu mendesah manja. "Ah ... terlalu kuat, aku nggak tahan."
Julian mencengkeram pinggangnya dan bergerak liar. "Nggak bisa. Minggu lalu aku hanya menyentuhmu tiga kali. Kali ini aku mau menebus semuanya."
Aruna tidak mendengarnya lagi. Dia berbalik dan kembali ke kamarnya, lalu pura-pura tidur.
Lucian mendorong pintu dan masuk. Melihat Aruna tertidur, kerutan di antara alisnya sedikit mengendur, kemudian berbaring di sisi lain tempat tidur.
Keesokan harinya, dia membawa obat tetes mata dan pergi ke pusat pemeriksaan, lalu membayar biaya untuk layanan pemeriksaan kilat.
Dua jam kemudian, ketika melihat tulisan penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan penglihatan yang parah pada lembar hasil pemeriksaan, Aruna hanya dapat tersenyum pahit.
Dalam dua hari berikutnya, Julian terus memakai identitas Lucian untuk menemani Aurora.
Aruna pura-pura tidak mengetahui apa pun dan dengan tenang mulai mengurus semua keperluan untuk keberangkatannya ke luar negeri.
Hingga sore hari pada keesokan harinya, saat kembali ke vila, Aruna mendapati Aurora dan Julian berciuman mesra di ruang tamu.
Aurora secara samar menampilkan senyum provokasi padanya, namun wajahnya tetap tampak patuh. "Kak Aruna, Kak Lucian mengadakan pesta ulang tahun untukku malam ini. Kakak ikut juga ya?"
Aruna menolak langsung. "Nggak perlu."
Hari ini juga merupakan hari ulang tahunnya. Julian beralasan pergi dinas luar kota dan hanya menyuruh asistennya memilihkan sebuah hadiah seadanya untuknya
Namun kini, dengan memakai identitas Lucian, dia justru bersusah payah mengadakan pesta ulang tahun besar untuk Aurora.
Ternyata perbedaan antara cinta dan tidak cinta bisa begitu jelas.
Mata Aurora seketika memerah, menggigit bibirnya dan menatap Julian dengan tampang memelas.
Kening Julian langsung mengerut tajam dan menegur, "Adik Ipar, bagaimanapun juga Aurora sudah menggantikanmu berbakti selama delapan belas tahun. Dia mengundangmu dengan tulus, kenapa kamu menolaknya?"
Mendengar sebutan adik ipar, mata Aruna memantulkan sinis. "Hari ini juga hari ulang tahunku."
Julian sempat tertegun, lalu raut wajahnya kembali dingin. "Sebelum dinas ke luar kota, bukankah adikku sudah memberimu kalung mahal? Adik Ipar, untuk apa mempermasalahkan hal sekecil ini? Jangan merusak suasana!"
Hati Aruna akhirnya benar-benar mati. Dia mengangguk pelan. "Baik, aku datang."
...
Pesta ulang tahun itu digelar di sebuah kapal pesiar mewah. Kapal yang memang sudah begitu indah itu kembali dihias semakin memukau.
Pada badan kapal berwarna putih itu tertulis nama, Kapal Cinta Aurora.
Julian mendampingi Aurora menyambut para tamu, dengan sorot mata yang penuh kelembutan.
Melihatnya, dia dengan sopan memanggilnya adik ipar.
Aruna menundukkan kepala, menyembunyikan sinis di matanya. Dia mencari sudut yang tenang dan duduk diam di sana.
Awalnya semuanya berjalan lancar, hingga saat Aurora naik ke panggung untuk memberi sambutan, proyektor di belakangnya tiba-tiba memutar video pribadinya. Seketika seluruh acara berubah kacau.
"Kak Aruna, aku tahu kamu membenciku, tapi hari ini adalah ulang tahunku, semua yang hadir di sini adalah temanku. Bagaimana bisa kamu memperlakukanku seperti ini!"
Saat bertemu tatap dengan sorot mata sedingin es Julian, Aruna menahan gejolak paniknya. "Bukan aku, aku nggak pernah melakukannya."
Aurora bersandar di pelukan Julian, menangis tak terkendali.
"Kak Aruna, aku sendiri melihat kamu diam-diam merekam video itu! Aku sudah mengembalikan ayah dan ibu padamu, bahkan menyerahkan perjodohan dengan Keluarga Stanley padamu. Kenapa kamu masih memperlakukanku seperti ini?!
Karena kamu begitu membenciku, baiklah! Aku mati saja! Agar tak mengganggumu lagi."
Aruna bahkan belum sempat bereaksi, Aurora sudah mendorong Julian, lalu terdengar suara melompat ke laut.
Wajah Julian seketika berubah pucat. Tanpa berpikir panjang, dia langsung melompat ke laut.