Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Rovan terisak sambil menjelaskan, "Kami cuma ingin memberi Tante Selvi kalung ... tapi Mama nggak mau kasih, malah merebutnya dari kami ... aku nggak sengaja ... " Johan berjongkok dan mencoba menenangkan Nila, "Di mana yang sakit? Aku antar kamu ke rumah sakit." Kedua anak itu panik dan berusaha membantu. Tiba-tiba ... "Ah!" Terdengar teriakan dari ruang makan. Pelayan berlari panik. "Pak! Nona Selvi tersiram sup panas!" Johan terhenti sejenak. "Parah nggak?" tanya Johan dengan cemas. "Daerah yang tersiram cukup luas ... " Sebelum pelayan selesai bicara, Johan sudah berdiri. "Nila, kamu panggil ambulans sendiri. Kita bawa Selvi dulu ke rumah sakit." Rovan dan Ryan langsung melepaskan genggaman tangan Nila. "Mama, Mama pergi ke rumah sakit sendiri saja!" "J ... Johan ... Rovan ... Ryan ... " Nila mengulurkan tangan dengan lemah, tetapi ketiganya tak menoleh dan bergegas ke ruang makan, lalu menuntun Selvi pergi. Darah membuat pandangannya kabur. Dengan gemetar, dia merogoh ponsel dan menelepon ambulans dengan tenaga yang tersisa. "Tolong ... tolong aku ... " Begitu telepon tersambung, Nila benar-benar terperangkap dalam kegelapan. Saat dia terbangun lagi, kamar rumah sakit tetap sepi. Perawat masuk untuk mengganti perban. Melihat Nila sudah sadar, dia menghela napas. "Suami dan anak-anakmu sedang menunggu Nona Selvi di ruang VIP sebelah." Perawat berhenti sejenak, nada suaranya penuh ketidakpuasan. "Nona Selvi cuma terluka sedikit di punggung tangannya, tapi mereka panik setengah mati. Pak Johan mengoleskan obat, Rovan meniup lukanya, dan Ryan bahkan lari beli es krim buat menghiburnya. Padahal lukamu jauh lebih serius, tapi ... " Nila diam saja mendengarkan, dan hatinya sudah terasa beku karena sakit. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Layar menyala, menampilkan pesan dari kantor catatan sipil. [Masa tenggang perceraian akan berakhir. Tiga hari lagi surat cerai resmi sudah bisa diambil.] Dia menatap pesan itu lama sekali, lalu tersenyum. Akhirnya, semua akan berakhir. Setelah keluar dari rumah sakit, Nila mulai bersiap untuk pergi. Hari pertama, dia pergi ke pemakaman. Di samping makam kedua orang tuanya, berdiri sebuah batu nisan kecil yang baru milik Kevin. Dia berlutut di depan makam itu, dan dengan lembut mengusap senyuman muda yang terpatri dalam foto adiknya. "Ayah, Ibu, Kevin ... " Suaranya sangat pelan, "Aku telah mencintai orang yang salah." "Aku seharusnya nggak jatuh cinta pada Johan, dan nggak seharusnya melahirkan kedua anak itu ... " Dia tersenyum tipis, namun air matanya jatuh tanpa suara. "Aku akan pergi. Kali ini aku nggak akan kembali pada mereka dan akan menjalani sisa hidupku dengan baik. Kalian pun beristirahatlah dengan tenang di sana, jangan khawatir tentangku. Beberapa tahun lagi ... kita akan bertemu kembali di alam sana." Angin gunung mengibaskan rambut panjangnya, sementara bunga krisan putih di depan makam bergetar pelan, seolah memberikan respons padanya. Keesokan harinya, Nila pergi ke Jembatan Kekasih. Di sini, dia dan Johan pernah menggantung sebuah gembok cinta yang terukir nama mereka berdua. Dia menemukan gembok itu, memotongnya dengan tang, lalu melemparkannya ke sungai. Saat logam itu jatuh ke air, dia seolah mendengar tawa muda dirinya sendiri dari masa lalu. Betapa lucunya, janji sehidup semati itu ternyata hanya berlaku lima tahun. Setelah itu, dia pergi ke semua tempat yang menyimpan kenangan dengan Johan. Restoran yang sering dikunjungi, taman tempat kencan pertama, gereja tempat mereka menikah ... Sedikit demi sedikit, dia menghapus semua jejak cinta mereka. Sesampainya di rumah, dia mengumpulkan semua hadiah yang pernah Johan berikan padanya selama bertahun-tahun, lalu membuangnya ke tempat sampah. Pada akhirnya, dia mengemas semua barang bawaannya dengan rapi, menunggu hari esok untuk menerima surat cerai resmi, kemudian benar-benar meninggalkan semuanya tanpa menoleh ke belakang.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.