Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 11

"Nggak perlu, kamu tinggal saja di sini." Adeline menahannya, mata penuh rasa bersalah, "Sharleen, aku percaya denganmu. Andres juga nggak akan menyalahkanmu. Masalahnya, kami baru menikah, anaknya masih nggak punya rasa aman. Beberapa waktu lalu Miana bahkan sempat kabur dari rumah. Jadi Andres nggak berani memarahinya, takut anaknya stres dan diam-diam kabur lagi." "Kak, aku nggak apa-apa. Aku hanya khawatir denganmu. Dengan sifat anaknya itu, aku takut nanti hidupmu jadi nggak mudah." Sharleen mengingatkan dengan hati berat. Adeline menggeleng, "Hidup memang nggak pernah mulus. Kamu tahu aku selalu punya kemampuan menerima. Dulu aku bisa terima perceraian orang tua, terima kamu dan bibi tinggal bersama. Lagi pula, sebelum nikah, Andres sudah cerita soal anaknya. Itu pilihanku sendiri, aku nggak menyesal. Kalaupun suatu saat aku gagal, paling nggak aku sudah berusaha, nggak akan ada penyesalan." Sharleen benar-benar tidak tahu harus bilang apa lagi. Akhirnya, dia tetap tinggal semalam. Malam itu, dia tidur sekamar dengan Adeline. Karena Miana bersikeras minta ditemani ayahnya tidur, dia tidak mau Adeline ikut. ... Keesokan paginya. Aditya bangun setelah tidur nyenyak dan turun ke lantai bawah untuk sarapan. Dia datang belakangan, Tito, Leoni, kakak, dan kakak iparnya sudah duduk di meja. "Sudah lengkap semua, mari mulai sarapan." Aditya merasa ada yang kurang, tapi sebentar tidak bisa mengingatnya. Dia mengangkat sendok dan bersiap makan. "Bruk!" Tito menepuk meja. "Taruh! Sesuai aturan Keluarga Wirawan, nggak boleh makan sebelum orang berkumpul semua." Aditya tertegun. Baru setelah diingatkan, dia sadar kenapa pagi ini terasa begitu tenang. Memang ada yang kurang, dia hampir lupa kalau dirinya sudah menikah. "Sharleen mana?" Leoni berkata kesal, "Sudah jam berapa sekarang? Kita satu keluarga malah harus menunggunya seorang." Arvin berkata, "Ibu, dia masih muda, wajar kalau mau tidur agak lama." "Sudah jadi istri orang, kalau masuk Keluarga Wirawan harus tahu aturan Keluarga Wirawan." Leoni melirik menantu pertamanya. "Beberapa waktu ke depan kamu ajari Sharleen aturannya, jangan sampai membuat malu di luar." Sandra berkata dengan nada sinis, "Ibu, aku mana berani mengajarinya. Orangnya keras kepala begitu. Lagi pula, dia sepertinya sudah kabur dari rumah semalam." "Apa?" Kali ini Tito yang bersuara, "Ada apa ini?" Tito melihat putranya dengan tatapan tajam, "Apa kamu mengatakan sesuatu?" Aditya sedikit kaget. Semalam dia memang menyuruh Sharleen tidur di kamar lain, tidak disangka ternyata dia benaran pergi dari rumah. "Ayah, aku nggak ngomong apa-apa." Aditya membantah keras. Tito tertawa dingin. Dia paling tahu betapa pedas mulut anaknya ini. "Pasti kamu mengatakan kalimat kasar. Kalian semua juga sama, baru pagi ini kasih tahu aku kalau Sharleen kabur. Memangnya kalian nggak pikir, itu sudah larut malam, vila Keluarga Wirawan ada di pinggiran kota, transportasi susah. Bagaimana kalau seorang gadis yang keluar sendirian berada dalam bahaya?" Sandra buru-buru membela diri, "Ayah, aku juga baru tahu pagi ini." Tito mengabaikannya, langsung memberi perintah pada Aditya, "Sekarang juga, pergi cari Sharleen. Kamu sendiri yang harus membereskan masalah yang kamu lakukan." Wajah Aditya tampak jelek, "Ayah, sebentar lagi aku harus ke kantor ...." "Baik. Kalau begitu, soal penyakit wanita itu ...." Tito melirik putra sulungnya. Aditya langsung berdiri dan menggertakkan giginya, "Baik, aku pergi." "Makan dulu baru pergi," kata Leoni. "Tenang saja, nggak makan sekali nggak akan mati." Tito mendengus. Aditya juga sudah hilang selera karena marah, langsung ambil kunci mobil dan keluar. Setelah minta alamat Keluarga Thio ke asistennya, dia langsung mengemudikan mobil ke sana. Keluarga Thio tinggal di kawasan vila, tidak besar, taman pun kecil. Begitu bel ditekan, seorang wanita paruh baya dengan celemek datang membukakan pintu. Dia tercengang, saat melihat pria tinggi tampan berdiri di depan pintu. "Aku cari Sharleen." Aditya berkata datar. "Siapa kamu ...." "Aditya." Kata datar yang keluar dari bibir tipisnya, sontak membuat Emma tegang. Seumur hidupnya, baru kali ini dia bertemu orang kaya raya seperti itu. Dia buru-buru menoleh ke arah ruang makan dan memanggil Charles, "Suamiku, Tuan Muda Aditya datang!" "Bruk!" Charles hampir saja menjatuhkan mangkuk di tangannya. Dia buru-buru menghampiri dengan wajah tegang sekaligus tersenyum menjilat, "Tuan Muda Aditya, kenapa Anda bisa datang ke sini? Silakan masuk, cepat masuk." Aditya mengernyit, sangat muak dengan sikap Charles. Dengan status dan kekayaan Charles, mungkin dia bahkan tidak sebanding dengan seorang manajer di perusahaannya. Sejujurnya, kalau bukan karena Charles dulu beruntung menikahi putri Keluarga Lorin, orang seperti dia mana pantas jadi mertuanya. Terlebih lagi, dari dokumen yang pernah dia baca, disebutkan kalau belasan tahun lalu Charles selingkuh, menceraikan Kalina, lalu menikah dengan seorang guru TK. Jujur saja, dia sangat jijik dengan orang seperti Charles. Justru karena itu, dia semakin ingin bercerai dengan Sharleen. "Mana Sharleen, aku mau ketemu dia." Aditya langsung berkata, "Suruh dia keluar." "Sharleen?" Emma bingung, "Bukankah dia sedang merawatmu di rumah Keluarga Wirawan?" "Dia kabur dari rumah semalam. Nggak pulang?" Tatapan Aditya langsung menyipit. Mengingat area sekitar rumah Keluarga Wirawan bahkan tidak ada taksi di malam hari, mungkinkah terjadi sesuatu pada wanita itu? Emma panik, "Dia nggak ada di rumah. Kenapa dia sampai kabur? Apa Keluarga Wirawan menindasnya?" "Kamu omong kosong apa ini! Dengan identitas Tuan Muda Aditya, mana mungkin dia menindas Sharleen!" Charles marah, langsung mendorong istrinya ke samping dan buru-buru berkata pada Aditya, "Tuan Muda Aditya, jangan marah. Itu salahku yang nggak mendidik anak itu dengan baik. Dia memang sudah keras kepala sejak dari kecil. Aku langsung telepon menyuruhnya pulang sekarang juga." Charles segera menelepon Sharleen. ... Saat ini, Sharleen sedang makan pangsit. Pangsit buatan Andres. "Kak, akhirnya aku bisa melihat kelebihan Wakil Profesor Andres di luar wajah dan prestasi akademiknya. Masakannya juga enak." Sharleen baru saja berkomentar dan ponselnya tiba-tiba berdering. Begitu tersambung, makian Charles langsung menyerbu, "Dasar gadis tengik, sudah berapa umurnya tapi masih kabur dari rumah! Tuan Muda Aditya datang mencarimu di rumah! Cepat pulang sekarang juga!" Wajah Sharleen mendadak dingin, "Baik, aku akan segera pulang." Meski bicara seperti itu, gerakannya sama sekali tidak terburu-buru dan melanjutkan sarapannya dengan santai. Adeline yang melihatnya jadi panik, "Kamu masih nggak segera pulang?" "Aku memang harus makan lebih cepat. Kamu nggak lihat tatapan Miana padaku yang sangat berharap aku segera pergi?" Sharleen memang tidak ingin tinggal lebih lama di sana. Dia sungguh kagum pada kakaknya. Demi cinta, bisa menahan semua ini. Kalau suatu hari dia diminta menghadapi anak Aditya dengan sabar? Huh, mimpi saja.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.