Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 12

Aditya menunggu di Keluarga Thio selama satu setengah jam. Seiring waktu berjalan, meski AC tidak menyala, rumah itu rasanya seperti ruang beku. Charles sampai menelepon berkali-kali untuk mendesak Sharleen. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu lagi di jalan, macet pagi ini. Saat melihat wajah Aditya yang semakin lama semakin jelek, Charles sangat ingin mencekik Sharleen sampai mati. Akhirnya, Sharleen masuk rumah. Charles langsung memarahinya, "Kenapa begitu lama! Kamu tahu nggak, Tuan Muda Aditya sudah buang waktu dari pagi untuk datang mencarimu. Tapi kamu malah masih begitu santai. Selain itu, kamu sudah dewasa tapi masih kabur dari rumah, membuat Tuan Muda Aditya khawatir. Cepat minta maaf pada Tuan Muda Aditya!" Aditya duduk bersandar di sofa dengan kaki disilang dan melihatnya dengan dingin. Dia bahkan sudah minum empat gelas air, pinggangnya pegal, dan dipenuhi amarah. Kalau bukan demi menjaga citra diri dan etika, mungkin dia sudah meledak lebih dulu dari Charles. Sharleen tidak menghiraukan Charles. Dia menatap Aditya, wajah mungilnya tampak dirugikan, "Suamiku, bukannya kamu sendiri yang menyuruhku pergi semalam? Kamu suruh aku pergi, mana berani aku nggak pergi?" Aditya agak canggung, bagaimanapun juga ada di depan orang tuanya. Tapi setelah melirik wajah Charles yang sama sekali tidak membela anaknya, dia pun merasa lega, "Aku hanya menyuruhmu keluar dari kamar, bukan keluar dari rumah Keluarga Wirawan. Segera kemasi barang dan ikut aku pulang." "Nggak." Sharleen langsung menggeleng, "Kamu suruh aku pergi, aku pergi. Kamu suruh aku kembali, aku kembali. Bukankah aku jadi nggak punya harga diri?" Aditya benar-benar marah. Charles buru-buru bicara, seolah mewakili isi hati Tuan Muda Aditya, "Harga diri apanya! Orang sekelas Tuan Muda Aditya datang menjemputmu secara pribadi, itu saja sudah kasih kamu muka. Cepat ikut, jangan buat masalah!" Sharleen malah duduk di sofa lain dengan tenang, "Aku nggak mau pulang, aku merasa tinggal di luar cukup nyaman. Nggak perlu menyesuaikan diri dengan emosi orang lain. Kalau aku tetap bertahan saat diusir, itu akan sangat memalukan." "Sharleen, ini kesempatan terakhir. Ikut aku pulang sekarang juga." Mata Aditya menyipit, kesabarannya sudah habis. "Tuan Muda Aditya, jangan marah. Aku bujuk dia sekarang." Charles panik, menarik Sharleen ke kamar tamu bawah dengan kasar. "Kalau kamu berani memaksaku kembali, hati-hati aku bongkar soal aku bukan anak kandung Keluarga Thio!" Sharleen tahu apa yang mau dia katakan dan mengancamnya dengan kesal. "Berhenti mengancamku dengan cara itu!" Charles menunjuknya, "Sharleen, ibumu tiap hari hidup bersamaku, dia nggak bisa lepas dariku. Aku mungkin nggak bisa mengaturmu, tapi aku bisa melakukan apa saja padanya di rumah." "Berani sekali kamu!" Sorot mata Sharleen tiba-tiba penuh kebuasan. "Kalau begitu, patuh saja. Aku akan melakukan semua ucapanku." Tatapan Charles tampak jahat. Sharleen beradu pandang dengannya dan akhirnya menyerah, "Baik, aku kembali." Begitu membuka pintu hendak keluar, dia menoleh melihat Charles. "Aku harap kamu hanya pakai ini buat mengancamku. Kalau kamu berani memukul ibuku ...." Gadis itu tersenyum dingin. "Aku pasti balas dendam untuk ibuku. Anda juga tahu, selain ibuku, nggak ada hal lain yang aku takuti." Selesai berkata, dia berbalik dan pergi. Tubuh Charles bergetar. Tatapan Sharleen barusan seperti binatang buas yang siap menerkam. Dia sangat menyesal. Andai tahu begini, dulu dia tidak seharusnya menyetujui Emma mengirim Sharleen berlatih bela diri. Ternyata anak itu sudah menyiapkan diri sejak lama. ... Di ruang tamu. Sharleen mendongak menatap Aditya, "Ayo, aku ikut kamu pulang." Aditya mengangkat alis, melirik Charles yang berdiri di belakangnya. Tidak tahu apa yang baru saja ayah dan anak itu bicarakan. Tapi saat melihat Sharleen begitu cepat mau ikut pulang dengannya, hatinya jadi terasa lega. Dia mencibir dingin, "Bukankah kamu masih sangat keras kepala tadi?" "Buat apa keras kepala. Aku bukan cowok." Sharleen menurunkan suara, hanya bisa didengar mereka berdua. Wajah Aditya hampir tidak bisa ditahan lagi. Tatapan wanita itu barusan .... Kalau orang lain yang melihatnya, pasti mengira dia sudah berpengalaman. Sialan. "Ayah, aku pergi dulu." Sharleen berkata lantang, menarik koper dan keluar rumah lebih dulu. Aditya segera melangkah mengikutinya. ... Setelah mobil melaju, dia melirik gadis yang duduk di belakang lewat kaca spion. Tidak tahu apa yang dipikirkannya, kepalanya menunduk, rambut panjang hitam tergerai di bahu, hanya memperlihatkan dagu putihnya. Sekilas tampak seperti gadis delapan belas tahun, secantik bunga, semanis permata dan terlihat sangat polos. Tapi begitu teringat dengan kalimatnya barusan, Aditya menarik dasinya dan wajah tampannya jadi kelam. Orang bilang anak wanita zaman sekarang memang lebih cepat dewasa, banyak yang waktu SMA saja sudah kehilangan perawan. apalagi kalau sudah kuliah. "Sharleen, semalam kamu ke mana?" Aditya bertanya dengan nada berat. "Jangan-jangan kamu keluar main sama cowok liar." Sharleen tersadar dan memutar matanya, "Tenang saja, meskipun aku nggak menyukaimu, aku orang yang punya prinsip. Aku nggak akan selingkuh." "Wanita genit sepertimu, siapa yang tahu." Aditya mengejek. "Kapan aku genit?" Sharleen melongo tanpa daya. "Kalau begitu semalam kamu ke mana?" tanya Aditya. "Aku ke mana memang perlu lapor denganmu?" Sharleen kini seperti landak, semua durinya berdiri. "Kalau kamu nggak puas, ceraikan saja aku! Kalau hebat, terus usir aku! Kalau hebat, jangan jemput aku kembali lagi!" Aditya baru pertama kali bertemu wanita yang begitu keras kepala sampai tidak takut apa pun. Dia menekan pelipisnya yang sakit, "Kamu kira aku mau jemput kamu kembali? Semua ini gara-gara dipaksa ayahku." Tidak disangka, Sharleen malah tertawa sinis, "Orang-orang di luar bilang kamu pengusaha genius, legenda, dan bos besar, tapi ternyata masih bisa diancam ayahmu. Menurutku, hanya nama kosong belaka." Aditya hampir muntah darah karena kesal. Dia meremas setir dengan geram, menarik napas panjang berkali-kali, malas berdebat lebih jauh, "Sharleen, aku juga nggak menyukaimu. Tapi kalau kamu berani selingkuh, aku akan membuat seluruh Keluarga Thio ikut mati!" Sharleen tersenyum, "Aku lebih lapang dada. Sekalipun kamu selingkuh, aku juga nggak akan marah." Aditya, "..." Dia benar-benar tidak ingin melihat wanita ini sedetik pun lagi. Dia menginjak gas lebih dalam, segera mengantar Sharleen ke depan rumah, "Turun. Aku masih harus ke kantor." Sharleen juga tidak mau melihatnya lagi, mengangkat koper dan turun dari mobil. "Tunggu." Aditya tiba-tiba memutar tubuh, satu tangan panjangnya bertumpu pada setir, "Jangan lupa kesepakatan kita sebelumnya. Cepat buat orang tuaku membencimu." "Mau kerja sama ya." Wajah mungil Sharleen yang berisi tersenyum manis, "Kalau begitu tunjukkan sikap kerja sama yang tulus, perlakukan aku dengan hormat."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.