Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Gian tidak menyangka Nadine akan marah sebesar itu. Wajahnya langsung memerah karena kesal. "Nadine, aku bahkan belum menuntut pertanggungjawabanmu, tapi kamu sudah marah duluan?" "Kamu harusnya bersyukur Celine selamat! Kalau sampai terjadi apa‑apa padanya, kamu tahu betapa fatal kesalahanmu? Ini jelas seperti sengaja membahayakan nyawa orang!" "Aku nggak akan datang lagi. Kamu harus introspeksi diri!" Gian marah besar, lalu menutup pintu dengan keras dan pergi. Nadine tersenyum sinis, lalu menutup mata untuk beristirahat. Pada hari dia keluar dari rumah sakit, Nadine tidak memberi tahu siapa pun. Dia tidak langsung pulang, melainkan singgah sebentar ke kamar rumah sakit untuk melihat kondisi kakaknya dan ibunya. Kakaknya mengalami patah tulang parah di tangan dan kaki, sementara ibunya dalam keadaan koma. Mereka ditempatkan di satu kamar rumah sakit yang sama. Saat Nadine mendorong pintu kamar, dia melihat seorang dokter berdiri di depan ranjang pasien. Semakin lama diperhatikan, semakin terasa familier, dan tiba-tiba Nadine sadar ada yang tidak beres. "Celine! Apa yang kamu lakukan?" Dia segera melangkah cepat ke ranjang dan langsung menarik Celine menjauh. Duk! Sebuah suntikan jatuh ke lantai. Saat melihat masker oksigen ibunya yang sudah ditarik lepas, mata Nadine langsung memerah karena marah. Dia mengepalkan tangan dengan keras. "Apa yang kamu suntikkan ke ibuku?" "Celine! Apa belum cukup kamu membuat ibuku koma? Sekarang kamu mau apa lagi?" Celine terkejut. Namun, saat melihat yang datang adalah Nadine, dia langsung menghela napas lega. Senyumnya berubah licik dan kejam. "Koma saja nggak cukup. Selama ibumu masih hidup, aku akan terus dipermalukan. Hanya kalau dia mati, semua masalah ini baru akan berakhir. Setahun atau dua tahun lagi, aku bisa kembali menjadi dokter ternama yang dihormati banyak orang. Saat itu, siapa yang masih akan mengingat kesalahan operasi yang pernah kulakukan?" Celine mendekat sedikit, menatap Nadine dengan sinis. "Sekarang kamu memang memergoki aku, lalu apa? Kamu bisa apa? Jangan lupa, Gian selalu ada di pihakku. Dia cuma percaya padaku." Nadine benar-benar tak menyangka Celine bisa serendah itu. Ujung jarinya menegang, tatapannya menggelap, dan akhirnya dia tak bisa menahan diri. Dia melayangkan satu tamparan keras pada wajah Celine. "Plak!" Celine terhempas jatuh ke lantai. Dia menatap Nadine dengan wajah terkejut dan tidak bereaksi untuk waktu yang lama. "Kamu berani menamparku?" "Nadine, kamu sudah gila?" Tapi Nadine masih merasa amarahnya belum terlampiaskan. Dengan mata merah karena emosi, dia kembali mengangkat tangan. Namun sebelum tamparan kedua mendarat, seseorang tiba-tiba muncul dari belakang dan mencengkeram pergelangan tangan Nadine untuk menghentikannya. Wajah Gian menggelap. "Nadine!" Celine yang masih terkejut butuh waktu beberapa detik sebelum akhirnya bereaksi. Dia langsung memeluk Gian sambil menangis. "Gian ... " "Tolong aku ... " Gian mengerutkan kening dan membantu Celine berdiri. Dia memandang Nadine dengan tatapan penuh kemarahan. "Nadine! Kamu keterlaluan!" Nadine hanya tertawa dingin. "Aku yang keterlaluan? Kamu nggak mau tanya dulu apa yang dia lakukan?" "Dia baru saja menyuntikkan sesuatu ke tubuh ibuku! Dia mau membunuh ibuku supaya nama baiknya tetap bersih!" Gian mendadak merasa kepalanya kosong. Dia menoleh dan menatap Celine dengan curiga. Celine sempat panik sesaat melihat tatapannya, namun dia cepat-cepat kembali memasang wajah tersakiti. "Nggak ... aku nggak melakukan itu ... " Dia menggeleng keras. "Gian, perawat bilang kondisinya terlihat nggak baik, jadi aku hanya memeriksa dan menyiapkan obat seperti biasa. Aku sama sekali nggak berniat menyakiti siapa pun. Kalau kamu nggak percaya, lihat ... jarumnya masih ada di sana ... " Air mata Celine terus mengalir. "Gian, aku benar-benar nggak tahu apa salahku sampai Nadine terus menyerangku. Akhir-akhir ini, dia selalu mencari masalah denganku, bahkan sempat mencoba menculikku. Sekarang dia malah langsung menamparku. Aku takut sekali. Kalau kamu nggak datang tepat waktu, entah apa yang akan dia lakukan padaku ... " Perkataannya sudah jelas. Amarah Gian pun benar-benar terpancing. Saat dia kembali menatap Nadine, matanya sudah dipenuhi kemarahan dan ketegasan. "Nadine, Celine hanya menjalankan tugasnya. Dia bahkan sengaja datang pagi-pagi untuk memeriksa ibumu. Apa kamu harus meremehkan ketulusannya seperti itu?" "Bukannya berterima kasih, kamu malah menuduhnya. Nadine, lihat dirimu sekarang sudah jadi seperti apa!" "Cepat minta maaf pada Celine!" Gian selalu percaya apa pun yang Celine katakan. Dia tidak pernah memberi Nadine kesempatan untuk berharap padanya. Nadine mengejek sambil ingin tertawa. "Kalau aku nggak mau minta maaf, bagaimana?" "Kamu mau kasih aku pelajaran apa lagi? Menabrak kakakku sampai mati? Menghentikan obat ibuku? Atau sekalian membunuhku juga?" Gian terdiam, tidak bisa langsung menjawab. Saat itu, Celine pelan-pelan bersuara. "Gian ... sudahlah." "Apa gunanya permintaan maaf? Berapa kali dia sudah minta maaf padaku? Lupakan saja. Aku akan pindah tempat tinggal, dan ajukan mutasi kerja. Aku menghindar saja, itu pasti cukup, 'kan?" Selesai bicara, Celine berbalik dan melangkah pergi dengan tubuh limbung. Dalam hitungan detik, Gian meraih lengannya dan menahannya. "Celine, kalau begitu ... katakan saja. Apa yang harus dilakukan supaya kamu bisa memaafkannya?" Ada sekilas senyum licik di mata Celine, namun dia langsung menyembunyikannya. Dia menoleh kembali dengan wajah tampak tertekan dan berkata pelan, "Mental Nadine terlihat nggak stabil. Kakak seniorku seorang psikiater ... biarkan aku membawanya ke sana untuk mendapat perawatan." "Aku juga nggak mau bertengkar terus dengan Nadine. Dia adalah istrimu sekaligus temanku." Celine menatap Gian dengan ekspresi seperti orang yang sangat dermawan. Gian sempat mengira Celine akan memberi hukuman yang berat, namun ternyata yang dia ajukan hanyalah mencarikan psikolog untuk Nadine. Dia pun langsung mengangguk setuju. "Oke." Mereka saling menatap, dan keputusan soal bagaimana menangani Nadine pun ditetapkan begitu saja. Tidak peduli bagaimana Nadine berusaha menolak, para pengawal yang masuk langsung membawa dia pergi.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.