Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 2

Malam itu aku benar-benar ketakutan, berbagai kejadian aneh terus terjadi pada hari ini. Aku menoleh ke arah polisi yang sedang mengangkat sesuatu dari tangki septik. Tiba-tiba angin membawa bau busuk menusuk hidungku, membuat bulu kudukku berdiri. Baunya sangat busuk. Aku tidak kuat dan langsung muntah. Lalu aku melihat bayangan putih melesat di sampingku. Ketika menoleh ternyata itu dokter forensik yang datang ke lokasi dengan perlengkapan mereka. Polisi meminta semua penghuni kompleks antre. Semua orang harus menjalani pemeriksaan dan didata. Kelihatannya malam ini aku tidak akan bisa keluar. Malam ini sudah pasti tidak akan tenang. Aku ikut mengantre, pikiranku melayang entah ke mana. Tanganku terus menekan tombol pena perekam suara, ada rasa gelisah tidak karuan yang tidak bisa kujelaskan. Pada saat ini, suara dari pena perekam muncul lagi, masih suara Eric. "Griffin, neraka delapan belas tingkat sangat dingin, sakit sekali. Tolong selamatkan aku, ya? Kalau aku mati terjebak di sini, tolong kremasi aku. Aku nggak mau kedinginan seperti ini lagi." Aku langsung terpaku ketakutan sampai pena perekam itu jatuh ke tanah dan masuk ke semak tanaman. Aku ingin memungutnya, tapi tiba giliranku untuk diperiksa. "Kamu tinggal di gedung dan unit berapa? Sudah tinggal berapa lama? Rumahnya dibeli atau disewa? Pernah menemukan kejanggalan nggak? Tolong cantumkan nama dan nomor telepon untuk keperluan polisi. Terima kasih kerja samanya." Aku mengangguk, mengisi formulir dengan serius seperti sedang melamar kerja. Aku merasa kejadian Eric sangat tidak wajar. Aku awalnya ingin mengatakan sedikit pada polisi, tapi sekarang situasinya sangat serius, aku takut malah jadi masalah. Aku juga tidak punya bukti, jadi hanya bisa menahannya. Setelah mengisi informasi, aku berbalik untuk mencari pena perekam itu, tapi entah kenapa tetap tidak bisa menemukannya. Satpam dan polisi juga membantu mencari sebentar, namun pena rekaman itu seperti menguap di udara. "Sudahlah, anak muda. Bukankah hanya sebuah pena saja? Besok pagi aku bantu cari. Kalau ketemu aku taruh di pos satpam, kamu datang ambil saja. Sekarang gelap begini, mana bisa ketemu?" "Itu bukan pena biasa. Itu menyangkut nyawa orang. Benaran, itu menyangkut nyawa!" "Meskipun menyangkut nyawa, tetap harus ditemukan dulu, 'kan? Sekarang nggak bisa ketemu. Kalau ketemu aku kabari." Keadaannya sudah seperti ini, aku tidak bisa memaksa. Lagi pula semua orang sedang sibuk. Setelah memberikan informasi, aku pun pulang dengan patuh. Saat hendak naik ke lantai atas, aku melirik lokasi kejadian dan kebetulan bertatapan langsung dengan mayat yang baru saja diangkat dari tangki septik. Kondisinya benar-benar mengenaskan sampai aku tidak sanggup melihatnya. Dokter forensik di samping melakukan identifikasi awal dengan pengetahuan profesionalnya, berusaha membuat mayat ini "mengatakan" kebenaran. Aku tidak tahu apakah malam ini terlalu aneh atau mungkin karena hal menyeramkan itu atau mungkin juga karena aku menghirup bau busuk itu, setelah tiba di rumah kurang dari setengah jam, aku mulai demam. Satu jam kemudian kepalaku mulai terasa pusing dan berat. Meski sudah minum obat penurun panas pun tetap tidak berpengaruh. Aku tidak bisa keluar, hanya bisa menahannya. Aku membungkus tubuh dengan selimut tebal agar keluar keringat, tapi kondisinya tetap tidak membaik. Menjelang tengah malam, dari atas loteng tiba-tiba terdengar suara kelereng jatuh dan memantul. Dari bawah ranjang juga terdengar suara aneh, putus-putus, tidak beraturan, seperti ada orang mengetuknya. Aku benar-benar mendengarnya dengan jelas, tapi aku tidak punya tenaga untuk bangun. Seluruh badanku nyeri, panasnya sampai menembus tulang, bahkan untuk merangkak pun tidak sanggup. Aku hanya bisa bergeliat di kasur sepanjang malam. Pukul tiga dini hari, entah kenapa mulutku tiba-tiba mengucapkan nama Eric. Kata itu seperti obat mujarab, seketika panas dan rasa sakitku hilang. Seluruh tubuhku terasa lega, seolah tiba-tiba tercerahkan. Pada saat ini, suara Eric terdengar di telingaku. "Griffin, aku sebentar lagi bebas. Kamu janji ya, tolong kremasi aku. Aku nggak mau kedinginan seperti ini lagi, rasanya sakit sekali." Bersamaan dengan suara itu, seluruh rumah dipenuhi bau busuk.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.