Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

"Eric! Eric! Eric!" "Kamu di mana? Apakah kamu mau bicara sesuatu padaku? Bisa katakan dengan jelas nggak? Kamu ada di mana? Kalau kamu nggak bisa ngomong, masuk saja ke mimpiku, boleh? Eric, kamu dengar aku ngomong nggak?" Aku berteriak seperti orang gila, satu sisi ingin tahu ke mana Eric pergi, di sisi lain ingin melampiaskan rasa sakit dan lemas di tubuhku. Aku terus mengejar dan terus berteriak. Kedua tanganku bergerak liar. Padahal di depanku tidak ada apa-apa, tapi tubuhku terasa seperti tenggelam di dalam air yang berat. Digerakkan sekuat apa pun tetap tidak bisa. Aku hampir hancur, air mata pun mengalir. Pada akhirnya aku berteriak sekali lagi memanggil Eric. Lalu jatuh terhempas ke lantai dan terbangun. Begitu membuka mata, ayah dan ibuku berdiri di samping tempat tidur. Ibu memegang seikat sumpit, ayah memegang pisau, keduanya menatapku dengan galak. Tubuhku terasa menegang. Ketika menunduk, aku melihat jari tengah tangan kiriku diikat dengan rambut ibuku sampai membiru. "Ayah, Ibu, apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian bisa ada di sini? Apa yang terjadi padaku tadi?" Ayah dan Ibu tampak ingin mengatakan sesuatu. Keduanya saling pandang dengan kening berkerut. Wajah mereka menunjukkan ada hal besar yang terjadi. "Beberapa hari ini kami nggak bisa menghubungimu, jadi kami datang ke sini. Sebelum masuk rumah, kami sudah mendengarmu berteriak sendirian di dalam dan terus memanggil nama kakak sepupumu, Eric. Sewaktu kami masuk, kamu menggeliat sambil tidur. Dipanggil bagaimanapun juga nggak bangun." "Ibumu bilang nggak boleh dipaksa bangun. Katanya kalau orang sedang mimpi, rohnya masih melayang. Kalau dipaksa bangun nanti bisa kehilangan kesadaran. Jadi ibumu menyuruhku berdiri dekat ranjang sambil membawa pisau dan memanggil namamu. Sedangkan dia menancapkan sumpit, lalu menarik rohmu kembali dengan rambutnya." Aku baru mendengar dua kalimat saja sudah tidak mau bertanya lagi, karena aku tahu mereka sangat percaya hal-hal mistis. Kalau aku tanya lebih jauh, nanti malah panjang urusannya. Aku mencabut rambut yang melilit jariku, menyentuh keningku yang sudah tidak panas dan terkejut saat tahu aku sudah tertidur tiga hari. "Aku hanya demam dan tertidur. Tapi aku malah tidur sampai tiga hari? Dalam mimpi aku ketemu Eric, dia bilang hal-hal yang aku nggak mengerti. Dia bilang sangat dingin sekali. Aku nggak paham, jadi aku panik." Saat aku bangun untuk cuci muka, ayah dan ibu hanya diam, mereka menatapku dengan dahi mengernyit. Aku menjadi cemas dan segera bertanya. "Ada apa? Kenapa wajah kalian seperti itu?" Mereka menghela napas, penuh penyesalan. "Kami dapat telepon dari polisi, juga dari bibimu. Katanya ... Eric sudah ditemukan." "Benarkah? Eric ditemukan? Dia keterlaluan, hilang selama ini ke mana saja? Aku harus memarahinya!" "Eric nggak ke mana-mana. Dia sudah meninggal. Mayatnya ada di tangki septik kompleks ini." "Apa?" Aku benar-benar tidak bisa percaya. Tapi setelah mengaitkan kejadian aneh beberapa hari terakhir, aku pun menerimanya dengan tenang. Kalau dihitung Eric sudah hilang setengah tahun lalu, tepat di musim dingin. Jadi sewaktu dia terus bilang dingin di dalam mimpiku, apakah karena dia berada di dalam tangki septik? Kenapa dia harus datang ke mimpiku? Lalu ada apa dengan pena perekam itu? Aku tidak menemukan jawaban, tapi hanya ada satu pikiran di kepalaku. Aku ingin melihat Eric. Saat keluar rumah menuju bagian forensik untuk mengenali jenazah, aku sengaja mampir ke pos satpam menanyakan apakah mereka menemukan rekaman yang jatuh hari itu. Satpam menggeleng, katanya sudah dicari berkali-kali tapi tetap tidak ketemu. Aku mengucapkan terima kasih, lalu terdiam dan pergi mengenali jenazah. Bibiku sudah sampai dan menangis sampai tidak bisa bicara di bagian forensik. Anak Eric masih terlalu kecil, jadi tidak dibawa. Istri Eric sudah dihubungi, tapi dia menolak datang dan tidak mau bicara. Dia seperti hanya menyisakan raga tanpa ada emosi duniawi lagi. Bagian forensik sangat bau. Bau tubuh membusuk bercampur dengan bau tangki septik, menjadi bau yang tidak pernah aku cium seumur hidup ini. Aku tidak kuat lagi dan langsung muntah. Kepalaku pusing dan rasanya sangat tidak nyaman, tapi pendengaranku justru sangat jelas. Aku seolah mendengar suara belatung yang sedang merayap di atas mayat Eric. "Semua kerabat inti sudah lengkap, 'kan? Kalau begitu, silakan kalian lakukan identifikasi. Setelah hasil autopsi, kami menemukan identitas di dalam pakaian korban. Tes DNA juga sudah mencocokkan kalau korban adalah Eric. Sekarang kami butuh keluarga untuk memastikan jasadnya. Setelah itu kalian bisa membawa jenazahnya pulang." Bibi menangis sejadi-jadinya, sudah tidak bisa memberikan jawaban lagi. "Ya Tuhan, kenapa harus memperlakukanku seperti ini? Kenapa harus begini pada anakku? Kami seumur hidup nggak pernah melakukan hal buruk, kenapa harus seperti ini pada kami?" Ibuku membantu memapah Bibi, ayahku mendorongku, menyuruhku maju untuk mengenali jasadnya. Petugas forensik bertanya apakah di tubuh Eric ada ciri khusus. Aku teringat sewaktu kami membolos dan memanjat tembok saat remaja, tulang kaki sebelah kanannya pernah patah. Dokter forensik langsung memeriksa dan memastikan kalau di tubuh jenazah itu ada bekas retakan tulang lama di tempat yang sama. Aku menarik napas panjang, menatap tubuh busuk itu dengan saksama dan seluruh tubuhku langsung merinding. Jujur saja, aku sama sekali tidak bisa mengenali kalau itu adalah Eric. Aku hanya ingin tahu bagaimana dia mati. Aku mengira dia dibunuh seseorang. Tapi dokter forensik bilang kalau dia terjatuh ke dalam tangki septik dan mati karena tersedak air tinja di sana. Aku tidak percaya dan bertanya berkali-kali. "Mana mungkin? Bagaimana bisa? Dia jatuh ke tangki septik? Pengelola hanya membersihkan tangki septik dua kali setahun dan dia bukan pekerja yang membersihkan tangki septik! Dia mana mungkin bisa jatuh ke dalam?" "Pihak kepolisian sedang bekerja sama dengan pihak pengelola untuk menyelidiki itu. Hasil autopsi nggak mungkin salah. Di tubuhnya nggak ditemukan tanda-tanda pembunuhan. Selama enam bulan dia hilang juga nggak ada tanda-tanda seseorang mengambil keuntungan dari kematiannya. Dia juga nggak ada musuh." "Ini aneh sekali! Nggak masuk akal! Nggak ada yang bisa terima hasil seperti ini! Dia pasti meninggal secara nggak wajar! Dia datang ke mimpiku kemarin! Dia juga ngomong di pena rekaman! Kematiannya pasti nggak wajar!" "Memang sedikit aneh dan sulit dijelaskan. Selain itu, setelah autopsi kami juga menemukan satu benda aneh di dalam tenggorokannya." "Apa itu?" Dokter forensik menyerahkan sebuah kantong barang bukti padaku. Isinya adalah sebuah pena perekam suara!

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.