Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

Lampu di klub tampak remang. Jane menengadahkan kepalanya dan menenggak gelas wiski ketiganya. Alkohol terasa membakar kerongkongannya, tetapi hatinya tetap terasa sakit. Jane yang mengenakan sepatu hak tinggi sedang menari di tengah lantai dansa dengan penuh gairah, ujung gaun merahnya tampak berkibar. Dari ekor matanya, dia bisa melihat sosok Jason yang berdiri di samping sebuah bilik. Padahal Jason seharusnya menjadi pengawal Jane, tetapi pria itu malah sibuk menjaga Nadia. Entah Nadia mengatakan apa, yang jelas dia bergerak mendekat dan bibirnya hampir menyentuh daun telinga Jason. Ujung telinga pria yang selalu sedingin es saat berhadapan dengan Jane itu kini tampak memerah. Jane hanya tersenyum dengan dingin. Saat berbalik badan, sekelompok pemuda sudah mengerubunginya. "Nona Jane mau minum bareng?" "Tukar nomor WhatsApp yuk?" "Aku sudah lama ingin bertemu Nona Jane. Ternyata lebih cantik daripada rumornya." Jane terjebak di sudut, dia tidak bisa bergerak atau menolak. Sebaliknya, justru ada makin banyak pria yang mengerubunginya. Beberapa dari mereka bahkan menyentuh pinggangnya. "Jason!" Jane akhirnya tidak tahan lagi. Barulah pada saat itu Jason menyadari kesulitan yang Jane hadapi. Dia mengernyit dan menerobos kerumunan untuk mendekat. Otot lengannya terlihat jelas dalam balutan jas hitamnya, satu tatapannya sudah cukup untuk membuat sekelompok pria mesum itu melangkah mundur dengan kesal. "Orang yang nggak tahu pasti akan mengira kalau kamu pengawalnya Nadia," cibir Jane sambil menyeka noda anggur di tulang selangkanya. Jason menundukkan pandangannya. "Maaf, tadi aku nggak lihat." "Nggak lihat?" ulang Jane sambil mendadak mendekat, bibir merahnya hampir menyentuh dagu Jason. "Atau kamu sama sekali nggak ingin lihat?" Saat merasakan deru napas Nadia yang mendadak mendekat, Jason sontak menelan ludah dengan gugup dan mundur setengah langkah. "Nona terlalu banyak minum." "Tenang saja. Nanti setelah aku menikah, kamu bisa melindungi Nadia sepuasmu …." Suara Jane mendadak teredam oleh teriakan tiba-tiba dari atas panggung. Pegawai klub mendorong sebuah kandang besi, dua ekor anjing dewasa yang berukuran besar berjalan mondar-mandir di dalam kandang itu dengan gelisah. "Pertunjukan spesial malam ini!" seru si pembawa acara dengan gembira. "Ini dia, Black Whirlwind melawan Red Flame! Silakan bertaruh!" Jane sontak mengernyit. Adu penuh darah semacam ini memang sering muncul di Klub Remalam dan dia selalu membencinya. Tepat saat dia hendak berjalan pergi, tiba-tiba kandang besi itu berderit karena tidak mampu lagi menahan beban. Kunci kandang itu ternyata longgar. Insiden pun terjadi dalam sesaat. Anjing yang berukuran lebih besar langsung mendobrak pintu kandang dan bergegas menuju sekelompok orang paling dekat dengannya. Di tengah jeritan orang-orang, Jane melihat Jason yang langsung berbalik badan dan refleks bergegas menghampiri Nadia. Pria itu memeluk Nadia dan mendorongnya ke tempat yang lebih aman. Sementara itu, Jane berdiri paling dekat dengan anjing berukuran besar itu. Jane bahkan bisa melihat air liur yang menetes dari taring binatang buas itu. "Aahhh!" Tiba-tiba, sebuah rasa sakit yang menghujam pun terasa. Saat taring tajam anjing itu menggigit betis Jane, dia samar-samar bisa mendengar bunyi robekan kain dan daging yang terkoyak. Sepotong daging dari betis Jane terkoyak dan darahnya menyembur. Jane sontak terjatuh ke atas lantai dan menyaksikan bagaimana binatang buas itu hendak menerkamnya lagi. "Dor!" Bunyi tembakan itu melukai gendang telinga Jane, sementara anjing berukuran besar itu terjatuh ke atas lantai. Hal terakhir yang Jane lihat adalah punggung Jason yang memegang pistol untuk melindungi Nadia, lalu langit-langit klub terasa berputar dan semuanya berakhir gelap. Tiba-tiba, ada aroma desinfektan. Saat tersadar kembali dari rasa sakit yang parah, hal pertama yang Jane lihat adalah langit-langit ruangan berwarna putih. Betisnya terasa panas seperti terbakar, setiap tarikan napasnya seolah memperparah rasa sakit dari luka itu. Jane menoleh dengan susah payah dan pemandangan di pintu kamar rawat memberikan pukulan berat lagi kepada otaknya yang belum sepenuhnya sadar. Nadia tampak membenamkan dirinya dalam pelukan Jason sambil menangis tersedu-sedu. "Kak Jason, Kak Jason 'kan pengawalnya Kakak, kenapa malah melindungiku .... Ini semua salahku, harusnya aku nggak ikut …." Jason balas menepuk punggung Nadia dengan tangannya yang kurus sambil berkata dengan sangat lembut, "Jangan salahkan diri sendiri, Nona Nadia." "Kalaupun harus mengulang seratus kali …." Jason berhenti sesaat, lalu menyeka air mata di wajah Nadia dengan ujung jarinya dan melanjutkan, "Aku akan tetap memilih untuk melindungi Nona terlebih dulu." "Kenapa?" Nadia mengangkat matanya yang berlinang air mata. Jason balas menatap Nadia dengan sorot penuh perasaan. "Karena aku suka ...."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.