Bab 3
Sambil menahan koper, Yogi bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"
"Ini sudah malam, kamu bikin ulah apa lagi?" Anton datang mendekat, kemudian berkata dengan nada marah, "Rencanaku dan ibumu untuk keliling dunia tertunda gara-gara kamu! Nggak bisakah kamu belajar dari Syane untuk menjadi anak yang lebih pengertian?"
"Hehe, keliling dunia lagi," pikir Jenny.
Di kehidupan sebelumnya, saat disiksa di rumah sakit jiwa, dia menghubungi orang tuanya berkali-kali untuk meminta pertolongan.
Namun, orang tuanya mengatakan semua yang dilakukan dokter adalah untuk kebaikannya. Mereka memintanya patuh. Selain itu, mereka juga mau pergi keliling dunia.
Kemudian, ada orang gila yang melukai Syane, barulah orang tua Jenny pulang untuk melihat kondisi Syane.
Itu adalah tindakan paling keji orang tuanya, yaitu ketika mereka menyeretnya ke jurang maut.
Dia tidak menyangka, ternyata ada orang tua yang tidak bertanggung jawab seperti mereka.
Jenny membalas sambil menatap mereka, "Menyuruhku lebih pengertian?"
"Kalian menjemputku pulang, tapi nggak memedulikanku di rumah. Kalian mengurungku di dalam gudang yang bobrok dan berantakan. Aku sudah tinggal di keluarga ini selama setahun penuh, tapi aku nggak pernah diperlakukan sebagai putri kalian. Jangankan harta dan kehormatan, bahkan uang jajan saja harus kuhasilkan sendiri lewat kerja paruh waktu. Apa yang pernah kalian berikan padaku?"
Anton terkejut melihatnya.
Anton bukan menyadari kesalahannya, melainkan terkejut dengan sikap Jenny, yang berani sekali bersikap tidak sopan padanya.
Dengan wajah memucat, Anton berkata, "Kamu masih butuh berapa banyak uang lagi? Kapan kebiasaan burukmu yang terus-menerus minta uang itu bisa berubah?"
Mira menasihatinya dengan sabar, "Kami tetap berikan kamu uang jajan walaupun jumlahnya sedikit. Tuduhanmu itu salah. Lagi pula, kami melakukannya juga demi kebaikanmu. Kalau kamu sudah bisa mengubah kebiasaan buruk dari desa, apa pun yang kamu mau pasti akan kami berikan."
Jenny tertawa kesal.
"Konyol sekali. Apa yang kalian sebut 'demi kebaikanku' adalah dengan memperlakukanku lebih buruk daripada pembantu? Pembantu masih ada gajinya, sementara aku?"
Anton dan Mira terkejut sampai tidak bisa berkata-kata.
Orang tua Jenny sering berada di luar, sehingga jarang mengurus urusan rumah. Mereka hanya tahu bahwa beberapa putra mereka membantu Jenny mengubah kebiasaan lamanya yang buruk, tetapi mereka tidak mengetahui kondisi yang dialami Jenny di rumah.
Mereka berdua refleks melirik ke arah putra sulung dan putra bungsu.
Yovan mengeluarkan kartu, kemudian menyerahkannya kepada Jenny. "Bukankah kamu terus berulah demi mendapatkan uang? Ada dua miliar yang tersimpan di kartu ini, cukup, 'kan?"
Jenny menjawab dengan tersenyum sinis, "Berikan saja kepada adik kesayanganmu."
"Kak Jenny, jangan marah lagi. Ini semua salahku. Asalkan Kak Jenny mau memaafkanku, aku bersedia berikan segalanya padamu," ucap Syane sambil menyalahkan diri sendiri.
Jenny menatap Syane sambil mengernyit. "Oke. Kalau begitu, minta Ayah dan Ibu memberikan kalung 'Air Mata Malaikat' kepadaku, kamu rela, nggak?"
Syane menggigit bibir, matanya berlinang air mata, dan terlihat tertekan.
"Jenny, kamu sudah kelewatan!" Yovan meluapkan emosinya.
Jenny tersenyum sinis.
"Kalau kamu nggak rela, berhentilah pura-pura menjadi orang yang dermawan."
"Aku nggak tertarik menyandang status sebagai putri Keluarga Linarto."
"Kalau kamu suka, ambillah!"
Setelah selesai berbicara, Jenny meninggalkan rumah sambil menarik koper.
Langkahnya mantap, sosoknya dari belakang terlihat tegap.
Keluarganya tertegun.
Mereka belum pernah melihat Jenny seperti ini.
Syane diam-diam merasa senang. Tindakan Jenny ini jelas-jelas sedang menjauhkan diri dengan Keluarga Linarto.
Namun, di depan keluarganya, Syane pura-pura terlihat panik.
"Kak Jenny benar-benar pergi ... "
"Dia hanya merajuk." Mira menghibur, "Tenang saja. Dia nggak akan tahan hidup lama di luar. Beberapa hari lagi, dia pasti pulang."
Anton berkata dengan marah, "Kamu berani meninggalkan rumah, jangan pernah kembali lagi! Kamu bukan putri kami lagi!"
Anton berpikir, "Kalau Jenny mengira bisa mengancamku dengan mencari ribut dan meninggalkan rumah, maka dia terlalu naif!"
Anton tidak mau mengalah. Jika kali ini dia mengalah, Jenny pasti makin kurang ajar lain kali!
Jenny berhenti melangkah, lalu tertawa. "Baiklah. Itu juga keinginanku. Mulai hari ini, aku memutuskan hubungan dengan kalian."
"Aku nggak akan menginjakkan kaki ke dalam rumah Keluarga Linarto lagi!"
Suara Jenny terdengar jelas, tegas, tanpa ragu sedikit pun.
Meskipun pakaiannya basah dan tampak berantakan, langkahnya tetap tegap dan percaya diri!
Keluarga Linarto terdiam sejenak, kemudian memakinya lagi.
"Dia mau memutuskan hubungan, apa maksudnya?"
Yovan berkata dengan wajah muram, "Gadis itu sudah gila. Pergi meninggalkan rumah seenaknya. Aku nggak yakin dia bisa bertahan hidup setelah meninggalkan rumah Keluarga Linarto!"
"Oh ya, Jenny bisa masuk sekolah elite berkat Kak Yogi. Kalau Jenny memang ingin memutuskan hubungan dengan kita, artinya putus hubungan sepenuhnya. Kak Yogi, tolong beri tahu kepala sekolah untuk mengeluarkan Jenny, nanti dia pasti datang dan meminta maaf kepada kita!"
"Syane pernah bilang bahwa selain rumah Keluarga Linarto, tempat favorit Jenny adalah sekolah."
"Kalau sekolah mengeluarkannya, dia nggak akan punya tempat tinggal lagi. Nanti dia pasti pulang dan meminta maaf kepada kita."
Yogi mengernyit, kemudian menjawab sambil mengangguk, "Ya, kita harus memberi pelajaran kepada Jenny. Dengan begitu, Jenny akan tahu kalau dia meninggalkan rumah Keluarga Linarto, dia nggak akan bisa bertahan hidup di Kota Udaya."
Setelah mendengar ucapan kakaknya, Syane diam-diam merasa senang.
Anton dan Mira juga tidak melarang. Mereka justru setuju memberi pelajaran kepada Jenny agar lebih patuh.
Jika mereka membiarkan Jenny terus berbuat onar, situasi rumah tidak akan tenang, bagaimana mereka bisa pergi keliling dunia dengan tenang?