Webfic
Abra la aplicación Webfix para leer más contenido increíbles
Reset KehidupanReset Kehidupan
autor: Webfic

Bab 7

Jenny menyipitkan mata. Dia memutuskan akan pergi menemui Kepala Sekolah. Setelah kembali ke rumah Keluarga Linarto, Jenny langsung disekolahkan di sini tanpa menanyakan pendapatnya dulu. Sebenarnya, sebelum Jenny dijemput pulang oleh Keluarga Linarto, Jenny sudah bertukar surat dengan Kepala Sekolah di sekolah ini. Kepala Sekolah menawarkan Jenny sekolah di SMA ini, biaya sekolahnya gratis, dan bersedia menanggung biaya hidup Jenny selama tiga tahun. Saat itu, Jenny menolak. Jenny masih ingin sekolah di desa agar bisa menjaga ibu dan neneknya. Sampai akhirnya Keluarga Linarto menjemputnya. Mereka memasukkan ibu dan neneknya ke panti jompo, kemudian menyekolahkan Jenny di sekolah ini. Keluarga Linarto mengira Jenny bisa sekolah di sini sepenuhnya berkat mereka. Padahal mereka tak menyadari, mau sekolah atau tidak, sepenuhnya adalah keputusan dia. Jika dia ingin masuk sekolah ini, tidak ada yang bisa mengusirnya! Jika dia tidak ingin bersekolah di sini, tidak ada yang bisa memaksanya! Jenny tidak berniat lagi membuang waktu untuk orang dan hal yang tidak berguna. Kemudian, Jenny mengangkat kopernya dan langsung pergi. Yovan ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia mengurungkan niatnya. Tatapan Yovan mengikuti sosok Jenny yang bertubuh tegap dan sikapnya dingin. Namun, entah kenapa hati Yovan diliputi rasa kehilangan yang tidak bisa dijelaskan. Dulu Jenny selalu bersikap hati-hati terhadap Yovan karena takut menyinggung Yovan. Namun, sekarang Jenny sepertinya sudah tidak memedulikannya. Kenyataan ini membuat hati Yovan merasa sedih dan tidak tenang. "Kak, ada apa?" Ketika memperhatikan Yovan terus menatap ke arah pintu, Syane menarik lengan bajunya, lalu memanggilnya dengan suara lembut dan manja. Yovan mengalihkan pandangannya. "Oh, nggak." Setelah terdiam sejenak, Yovan berkata, "Selama dua hari ini, Jenny kelihatan aneh." "Aku juga berpikir sama. Apa karena terpukul mengetahui kemarin Ayah dan Ibu menghadiahkan kalung 'Air Mata Malaikat' padaku? Ini semua salahku ... " Syane menunduk sambil menyalahkan diri sendiri. Yovan tidak menghiburnya, sebaliknya mengernyit. Yovan lupa bahwa kemarin Jenny juga ulang tahun. Namun, mereka hanya menyiapkan kado mahal untuk Syane dan mengabaikan Jenny. Apa Jenny bereaksi seperti itu untuk menyalahkan mereka karena tidak menyiapkan hadiah untuknya? "Jangan dipikirkan, kamu nggak salah." Yovan berbalik dan pergi setelah berkata demikian. Syane merasa kesal. Dia tidak menyangka bahwa Jenny bisa membuktikan dirinya tidak bersalah. Jenny telah menghancurkan jebakan yang sudah disiapkan Syane dengan mudah, bahkan Yovan mulai berpikir negatif tentang Syane. "Jenny sialan! Kenapa dia nggak mati di jalanan? Buat apa dia kembali ke sekolah?" Syane balik badan. Sambil memasang wajah bersalah, Syane berkata, "Saya minta maaf kepada Guru-Guru sekalian. Kejadian ini terjadi akibat kesalahan saya. Saya nggak menyangka akan terjadi kesalahpahaman seperti ini ... " Sebelum selesai bicara, Kepala Bidang Akademik menyela, "Bukan salahmu. Karena perilaku Jenny yang buruk, jadi muncul rumor seperti itu. Jangan salahkan dirimu, kamu adalah kebanggaan sekolah ini. Cepat kembalilah ke kelas dan lanjutkan pelajaran!" ... Di bawah gedung asrama karyawan, sinar matahari menyinari sosok Jenny yang tinggi dan tegap. Saat bersiap-siap naik ke atas untuk menemui Kepala Sekolah, Jenny tiba-tiba mendengar siulan nakal dari atas. Jenny mengangkat kepalanya. Di bawah sinar matahari yang terik, dia melihat remaja yang tadi dia temui di kantor akademik. Remaja itu mengenakan seragam sekolah, tetapi kancing pertama hingga kancing kedua dibiarkan terbuka, memperlihatkan ujung kaus putihnya. Penampilannya memancarkan semangat muda yang berani dan bebas. "Hai, Cantik! Cepat naik ke atas! Kepala Sekolah sudah menunggu di kantornya," teriak remaja itu. Saat melihat Jenny tidak bergeming, remaja itu segera berlari turun tangga dan membantu Jenny mengangkat koper. "Aku bantu bawa." Jenny mengangkat alis. Kemudian, dia melepaskan koper dan membiarkan remaja itu membawa kopernya. "Narendra?" pikir Jenny. "Hehe, kita pernah bertemu sebelumnya, tapi kamu pasti sudah lupa namaku." "Aku nggak akan lupa, Tukang Minta Maaf." Karena sering melanggar aturan sekolah, Narendra sering menulis surat permohonan maaf. Jenny sudah berkali-kali melihatnya membacakan kalimat permintaan maafnya yang jelek dengan lantang di bawah bendera dan di hadapan para guru. Narendra terdiam sejenak. "Ah, menjengkelkan. Yang kumaksud adalah kita pernah ketemu di warnet. Permainanmu sangat bagus." Setelah mendengar itu, Jenny jadi ingat. Demi mencari uang untuk biaya hidup, Jenny bekerja sebagai joki game. Dia tanpa sengaja menunjukkan permainan yang menakjubkan di warnet, sehingga membuat semua orang terpukau. Narendra datang menghampirinya dan mengatakan bahwa dia menganggap Jenny sebagai bos. Selain itu, Narendra juga membelikan banyak makanan ringan untuk Jenny. Namun, Jenny menolak. Jenny bukan orang yang suka punya pengikut. "Hei, Jenny, kenapa kamu tinggal di rumah Yovan? Apa hubunganmu dengan Yovan?" Narendra penasaran. Narendra tidak percaya dengan gosip yang mengatakan bahwa Jenny adalah pelayan di rumah Yovan. Bagaimana mungkin gadis sehebat Jenny jadi pelayan? Dia jago main game! Selain itu, mana mungkin seorang pelayan berani membantah majikannya di depan umum? Rasanya lega hari ini! Yovan selalu dikenal sebagai siswa tampan dan pintar di sekolah. Hampir semua siswa perempuan di sekolah diam-diam menyukainya, para guru juga sangat menyukainya. Di mana pun juga, Yovan selalu terlihat angkuh dan merasa dirinya superior. Jadi, Narendra sudah lama tidak suka pada Yovan. Jenny berkata dengan santai, "Mereka sudah memecatku." Narendra tampak tidak percaya. "Kamu sebelumnya benar-benar adalah pelayan di rumah mereka? Aku kira kamu adalah kerabat mereka. Karena malu mengakuimu, jadi mereka mengatakan di depan orang bahwa kamu adalah pelayan mereka. Hal semacam ini sudah lumrah di kalangan orang kaya." Jenny mengarahkan pandangan ke bawah, sorot matanya menyiratkan sindiran. Ya, memang begitulah keluarga kaya. Mereka lebih mementingkan wajah daripada segalanya. "Eh, kamu sehebat itu, kenapa sih mau jadi pelayan di rumah mereka? Meskipun Keluarga Linarto itu keluarga terkaya di Kota Udaya, gaji satu bulan jadi pelayan di rumah mereka nggak sebesar bayaran sebagai joki game selama seminggu, 'kan?" "Sekarang mereka memecatmu, sekolah juga mengeluarkanmu, kamu rugi banyak!" "Jenny, bagaimana kalau kamu jadi joki game-ku dengan bayaran 200 juta per bulan? Aku juga akan membantumu lanjut sekolah!" Sambil menatap Narendra, Jenny berkata, "Apa kakekmu mengizinkanmu main game?" Jika tidak salah ingat, orang tua Narendra dipanggil guru ke sekolah gara-gara Narendra bolos sekolah dan bermain di warnet. "Pfft! Kakek?" Narendra tertawa terbahak-bahak. Tepat saat berbelok, Narendra bertatapan dengan tatapan dingin seorang pria. Tawanya langsung berhenti. Tanpa sadar, Narendra berkata, "Kakek ... Ups! Paman Buyut, aku yang ajak dia naik." Narendra ingin membenturkan kepala ke tembok. Semua salah Jenny yang salah memanggil Bernard. Narendra diam-diam melotot ke arah Jenny. Bernard mengangkat tangannya yang berotot, kemudian memukul kepala Narendra. Narendra memegang kepala sambil mengerang kesakitan. Jenny terlihat bingung melihat kedua pria itu. Apa Bernard yang menyuruh Narendra turun menjemputnya? Apa niat Bernard sebenarnya? Bernard menatap ke arah Jenny lagi. Dengan suara berat dan pelan, pria itu berkata, "Aku belum setua yang kamu pikirkan." Narendra langsung melotot. "Paman Buyut sedang memberi penjelasan kepada Jenny?" "Apa yang terjadi ini?" "Hari ini, Paman Buyut terlihat aneh!" "Jangan-jangan dia jatuh cinta pada Jenny?" "Meskipun Jenny cantik ... Tetap nggak mungkin, 'kan?" "Paman Buyut nggak pernah suka dekat dengan wanita, apalagi perbedaan usia yang jauh ... Paman Buyut nggak mungkin suka daun muda, 'kan?" Narendra berpikir dalam hati. Jenny terus menatap Bernard. Anehnya, Jenny merasa bahwa wajah Bernard terlihat familier, tetapi Jenny tidak ingat pernah bertemu di mana. Jenny bertanya, "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tatapan Bernard sedikit suram, pria itu juga tidak menjawabnya. Pada saat bersamaan, Kepala Sekolah keluar dari ruangan sebelah dan tersenyum ramah kepada mereka. "Jangan berdiri di luar, masuklah."

© Webfic, todos los derechos reservados

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.