Bab 1 Memeriksa Saingan Cinta
"Aku dengar keterampilan medis Dokter Keisha sangat luar biasa dan terkenal. Hari ini aku sengaja daftar ke kamu, boleh periksa aku nggak?" Gabrielle melangkah masuk ke ruang praktikku dengan sepatu hak tinggi, rok pendek yang menonjolkan pinggang dan jas putih kecil di luar. Dia berlenggok masuk ke ruang pratikku.
Di belakangnya ikut beberapa wartawan dan orang-orang yang ingin menonton keramaian.
Dia duduk di depanku, menatapku dengan penuh tantangan. Bibir merahnya seperti habis minum darah dan riasannya membuatnya seperti patung perunggu.
Gabrielle Samanta hanya seorang artis kecil. Sementara itu tunanganku yang suka main-main, justru mau membatalkan pertunangan denganku demi wanita ini.
Hidup tidak pernah semanis puisi atau seindah tempat yang jauh, sekali lengah saja akan hancur berantakan.
Hari ini, Gabrielle hanya pura-pura datang periksa. Sebenarnya dia datang cari masalah.
"Angkat tanganmu." Aku berkata datar.
Dia tersenyum tipis, mengulurkan pergelangan tangannya yang putih dan ramping. Aku memeriksa nadinya. "Ada kabar baik dan kabar buruk, mau dengar yang mana dulu?"
Dia mungkin tidak menyangka aku akan ngomong begitu, jadi kaget sebentar, lalu bertanya, "Apa kabar baiknya?"
"Kamu hamil."
"Huh, aku tahu kalau kamu pasti sudah lama mengetahuinya, 'kan? Itu sebabnya Owen mau membatalkan pertunangan denganmu." Dia tertawa sombong.
Lalu dia berkata lagi, "Dokter Keisha, kami bahkan sudah mau punya anak, tapi kamu masih nggak mau restui. Bukankah itu agak keterlaluan?" Dia berkata sambil memainkan kuku yang baru dicat. Warnanya sama dengan bibirnya.
Para wartawan terus mengambil foto. Bagaimanapun juga topik persaingan antara istri sah dan selingkuhan paling gampang menarik perhatian publik.
"Jangan buru-buru, anaknya nggak akan lahir." Jariku menepuk meja dengan ritme teratur.
"Kamu ... wanita jahat! Bicara omong kosong apa ini! Semua orang harus menjadi saksiku, ya!" Mendengar itu, Gabrielle marah dan wajah kecilnya langsung pucat.
"Dokter Keisha, meski marah juga nggak boleh mengutuk orang. Meski orang dewasa bersalah, tapi nggak ada hubungannya dengan anak. Kamu sangat nggak etis karena mengutuk anak yang belum lahir! Padahal kamu dokter terkenal, tapi menurutku, kenyataannya nggak sesuai dengan reputasimu!" kata manajer Gabrielle sambil berkacak pinggang. Topiknya diarahkan seolah aku iri dengan Gabrielle, jadi mengutuk anaknya tidak bisa dilahirkan.
"Aku seorang dokter, memangnya akan ngomong sembarangan? Nona Grabielle punya miom di rahim, anaknya nggak bisa dipertahankan." Aku menatap mereka dengan tenang.
Begitu aku bicara, orang-orang di sekitar langsung menahan napas.
"Kamu ...."
"Nggak perlu USG, aku bisa merasakan miom di bawah 6 milimeter hanya dengan merabanya. Semua orang di kota tahu itu. Aku nggak menyentuh perutmu, tapi dari nadinya aku tahu napas janinnya lemah, nggak normal. Wajah Nona Grabielle agak pucat, napas pendek, bibir kering dan menghitam. Lidah tebal dan putih, miom di rahimnya cukup serius. Aku selesai mendiagnosis, pasien berikutnya!" Aku bicara singkat, lalu memberi isyarat ke asisten untuk memanggil pasien berikutnya, meninggalkan Gabrielle yang terdiam seperti patung.
"Kamu mengutukku, itu kutukan! Aku mau pergi mencari Owen! Kamu iri denganku! Kamu ... kamu wanita jahat!"
Gabrielle berdiri dengan gemetar. Wajahnya membiru karena marah, selain memakiku wanita jahat, dia tidak bisa membantah kata-kataku.
Aku tersenyum dan karena sudah dibilang jahat maka tidak ada salahnya aku kasih tahu beberapa fakta lagi.
"Oh ya, miommu mungkin cukup banyak. Kalau parah, rahimmu harus diangkat. Cepat-cepat periksa. Kalau nggak mau diangkat rahimnya, kamu bisa datang mencariku, si wanita jahat ini. Aku bisa bantu mengangkat miommu. Teknik bedahku sangat mahir, juga terkenal di kota." Setelah mengatakan itu, aku tersenyum padanya.
Sesudah mendengarnya, Gabrielle belum sempat memakai kuku merahnya mencakarku, tapi tiba-tiba matanya berputar dan pingsan di pelukan manajernya.
"Dokter menyerang pasien dengan kata-kata untuk balas dendam pribadi! Kalau Nona Grabielle kenapa-kenapa, kamu nggak bisa menghindari tanggung jawab!" Manajernya bahkan sempat menegur.
"Mau memerasku? Kalau nggak mau mendengar fakta, buat apa diperiksa? Kalau nggak percaya padaku, periksa di tempat lain saja dan lihat aku bohong nggak? Lagi pula, kalau Nona Grabielle fokus ke karier, kami bisa menikmati lebih banyak karya bagus, 'kan?"
"Betul, Dokter Keisha nggak mungkin salah. Selingkuhan seperti itu sombong sekali. Dia malah datang ke rumah sakit bikin onar. Keluarga Purwata mengakui Dokter Keisha sebagai menantu mereka!"
"Para paparazi dan artis nggak terkenal, terbiasa dimanjakan dunia maya. Mereka membeli trending topik dan berharap bisa menikah dengan keluarga kaya. Apa yang mereka pikirkan ...." Pasien lain yang sedang mengantre pun mulai berkomentar.
Manajer melihat situasinya kurang baik, jadi tidak melanjutkan keributan dan buru-buru membawa Gabrielle pergi.
Siang hari, waktu istirahat.
Karena masalah ini sangat heboh dan hampir semua orang di rumah sakit tahu hubunganku dengan Keluarga Purwata. Kepala departemen sampai datang menemuiku.
"Keisha, kamu nggak apa-apa, 'kan? Mau cuti beberapa hari?"
"Nggak perlu, aku baik-baik saja." Hatiku tenang, aku tidak ada perasaan dengan Owen Purwaka, tunanganku itu.
Masalah ini jadi rumit karena orang tua Owen tidak setuju Gabrielle masuk keluarga mereka.
Gabrielle panik, makanya datang mencariku buat onar.
Sejujurnya, aku juga kasihan dengan pasangan malang itu.
"Aku hanya khawatir artis ini akan mencari wartawan untuk sembarangan menulis sehingga menjelekkan reputasimu."
"Aku hidup dari kemampuan medis, bukan gosip. Rumah sakit tahu aku seperti apa, pasien juga tahu, itu sudah cukup."
Kepala departemen tidak bicara apa-apa lagi karena melihat sikapku ini. Dia hanya mengangguk lalu pergi.