Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

Beberapa waktu setelah melahirkan anak kedua, luka bekas operasiku samar-samar masih terasa sakit. Matahari di luar jendela perlahan-lahan bergerak ke arah barat, aroma susu samar-samar memenuhi ruangan. Setelah berhasil menenangkan Melly yang telah menangis untuk waktu yang lama dan menidurkannya, aku meletakkannya di dalam tempat tidur bayi dengan lembut. Sebelum aku berdiri dengan tegak, pintu di belakangku terbuka. Joshua Kenala sedang berdiri di depan pintu dengan ekspresi datar dan memegang sebuah amplop. Pria itu bahkan tidak mengganti sepatunya dengan sandal. Pakaiannya yang rapi berbanding sangat kontras dengan kekacauan di dalam kamar tidur ini. "Rachel, ayo kita bicara di luar." Suara pria itu sangat rendah, samar-samar terasa sedikit dingin. Hatiku tiba-tiba memberat. Selama beberapa waktu ini, dia selalu lembur dan pulang semakin larut. Joshua sering kembali saat aku dan kedua anak kami sudah tidur dengan lelap. Bahkan saat kami bertemu, pria itu juga tetap diam. Aku mengira karena tekanan setelah melahirkan Melly, ditambah dengan ketidakstabilan emosiku selama kehamilan dan masa nifas, jadi Joshua merasa lelah. Beberapa hari terakhir ini, aku terus berpikir untuk segera mencari pekerjaan setelah masa nifasku berakhir, karena tidak ingin menyerahkan semua beban keluarga padanya. "Kenapa? Apakah ada masalah di perusahaan?" Aku berjalan ke samping tempat tidur dengan lemah dan duduk di sana, bekas luka operasiku kembali terasa sakit, tapi aku tidak menunjukkannya. Aku hanya menepuk tempat di sampingku, memberi isyarat agar dia juga duduk di sana. Joshua menghampiriku, lalu meletakkan amplop coklat di lemari samping tempat tidur. "Lihatlah." Suaranya sangat pelan, tapi terdapat ketegasan yang tidak bisa dibantahkan. Aku menatapnya dengan bingung, tapi Joshua hanya menatapku dengan dingin tanpa mengatakan apa pun. Hatiku tiba-tiba diselimuti oleh rasa cemas. Ujung jariku gemetar saat aku membuka tali amplop, lalu mengeluarkan setumpuk kertas yang tebal. Di halaman pertama, aku melihat kata "surat cerai" yang dicetak dengan tinta hitam. Kata-kata ini membuat pandanganku menggelap. Telingaku berdengung, otakku berhenti berputar pada saat ini. "Cerai?" Suaraku bergetar, lalu tiba-tiba teringat dengan putriku yang baru saja tertidur, jadi aku berusaha untuk merendahkan suaraku. "Joshua, apakah kamu gila? Melly baru berusia satu bulan!" Melly bahkan masih belum mengenal orang tuanya, tapi keluarganya sudah akan terpecah belah? Kenapa?! Aku merasa sangat cemas dan panik .... Seluruh tubuhku gemetar. Aku takut membangunkan Melly, jadi aku menarik pria itu keluar dari kamar tidur tanpa memedulikan rasa sakit di bekas luka sayatanku. Baru setelah pintu tertutup, aku bertanya dengan suara gemetar, "Kenapa? Apakah karena emosiku kurang stabil setelah melahirkan? Atau karena aku membebanimu karena aku nggak punya kerjaan? Aku bisa berubah! Aku akan cari kerjaan, ya? Aku janji ...." "Rachel Sunia," sela pria itu sambil mengerutkan alisnya dengan tidak sabar. Ekspresi Joshua seperti sedang menatap orang asing yang bertindak dengan tidak masuk akal. "Jangan bilang seperti itu, kamu harusnya tahu kalau masalah emosimu sulit untuk diubah. Kalau terus seperti ini, ini akan berdampak buruk bagi kita dan anak-anak." Joshua terdiam sejenak, lalu mengalihkan pembicaraannya ke tujuannya kembali ke rumah hari ini. "Sebaiknya kamu baca isi suratnya dengan baik, kompensasinya harusnya cukup baik untukmu." "Cukup baik?" Suaraku masih bergetar dengan hebat. "Joshua, apa maksudmu dengan cukup? Melly masih sedang menyusui, tapi kamu malah mau cerai denganku? Apakah ini yang namanya cukup baik? Saat melahirkan Melvin, aku mengalami pendarahan yang hebat. Kamu bilang kamu mau punya anak lagi, jadi aku hamil lagi tanpa pikir panjang. Aku melakukan operasi caesar untuk melahirkannya, sekarang luka sayatan itu bahkan masih terasa sakit saat aku berjalan, tapi kamu malah mau cerai denganku?!" Air mataku yang panas mengalir dengan deras, membasahi tanganku dan sudut surat perceraian. Kesedihan, amarah dan rasa sakit yang luar biasa karena dikhianati bercampur aduk, serta hampir menghancurkanku. Aku menatap pria yang telah tidur di sisiku selama hampir 10 tahun, sekarang dia terlihat seperti patung dingin yang tidak memiliki ekspresi apa pun. Joshua menghindari tatapanku yang kabur karena air mata, nadanya masih datar, bahkan terdengar sedikit lelah. "Rachel, tenanglah. Kamu selalu saja seperti ini, emosimu akan kehilangan kendali begitu kamu marah. Aku sudah bilang kalau kompensasi di dalam surat cerai itu sangat menguntungkanmu. Kamu boleh ambil rumah ini dan sebagian tabunganku, aku cuma mau hak asuh Melvin ...." "Jangan bermimpi!" Aku hampir berteriak padanya, lalu melempar tumpukan kertas itu ke arahnya dengan marah. Tindakan ini memengaruhi luka sayatan di perutku, rasa sakit yang menusuk membuatku langsung membungkuk, keringat dingin juga membasahi dahiku. Aku terengah-engah, pandanganku juga sedikit kabur. "Mereka berdua adalah nyawaku! Meskipun kita cerai, jangan harap kamu bisa ambil salah satu dari mereka! Atas dasar apa?! Joshua, katakan padaku, kenapa kamu bertindak seperti ini?!"
Bab Sebelumnya
1/19Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.