Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Sejak hari itu, Joshua tidak pernah kembali ke rumah ini lagi. Hampir seminggu kemudian, pengacara Joshua duduk dengan ekspresi datar di depanku sambil membawa surat perjanjian perceraian yang telah direvisi. Hukum pembagian harta terasa dingin dan keras. Rumah ini adalah properti selama pernikahan kami, Joshua bersikeras ingin mengambil setengah dari nilai pasarnya secara tunai. Rekening bank dibekukan. Joshua mengambil sebagian besar uang tunai, hanya menyisakan sedikit uang untukku dan Melly untuk hidup selama beberapa bulan. Adapun untuk mobil, dia membawa SUV terbagus di antara yang lain. Pengacara itu membetulkan letak kacamatanya, lalu berkata dengan formal, "Mengingat kesulitan Anda dalam membesarkan Melly, Pak Joshua telah memberikan kompensasi yang lumayan besar dalam tunjangan anak. Dia akan bayar biaya hidup dan pendidikan Melly dengan tepat waktu setiap bulannya. Adapun untuk hak asuh Melvin, hal ini didasarkan pada keinginan dan pertimbangan Melvin sendiri demi lingkungan yang terbaik bagi pertumbuhannya. Kami harap Anda bisa mengerti." Mengerti? Mengerti bahwa dia menggunakan rahimku untuk memberikan hadiah pada cinta pertamanya? Mengerti bahwa dia memerasku hingga kering lalu membuangku seperti sampah? Mengerti bahwa dia bahkan ingin merebut rasa aman terakhirku untuk bertahan hidup? Aku bertanya dengan dingin, "Di mana Joshua? Kenapa dia sendiri nggak datang? Apakah dia nggak berani datang atau malu untuk menemuiku?" Pengacara itu menjawab dengan ekspresi datar. "Pak Joshua sangat sibuk dan memercayakan hal ini padaku." Sibuk? Huh, sibuk membangun keluarga yang baru dengan Nita dan putraku, 'kan? Aku berusaha untuk menenangkan diriku, lalu menatap surat cerai itu. Ucapan pengacara ini benar, Joshua memang telah memberi kompensasi yang lumayan besar terhadap tunjangan anak untuk Melly sesuai dengan standar, bahkan sedikit lebih tinggi. Tapi ini lebih terasa seperti amal, sebuah cara untuk membuktikan bahwa dia ingin segera melepaskan diri dari kami yang merupakan beban baginya. Aku mengambil pulpen, ujung jariku sedikit memutih karena penuh dengan tekanan. Jika tanda tangan, itu berarti aku akan memutuskan semua hal yang berhubungan dengannya selama 10 tahun terakhir, termasuk Melvin yang sangat kusayangi. Pulpen itu berhenti di atas kertas, tiba-tiba terasa sangat berat. Aku tidak akan menandatangani surat ini sebelum menemui Melvin. "Tolong kasih tahu Joshua kalau aku nggak akan tanda tangan sebelum bertemu dengan Melvin." Aku mengembalikan surat cerai itu. Aku masih tidak menyerah dan masih berharap pada putra kandungku. Pengacara itu terlihat terkejut dengan kekeraskepalaanku, dia terdiam sejenak, lalu kembali bersikap dengan profesional. "Pak Joshua sudah menebak Anda akan bereaksi seperti ini dan memintaku untuk kasih tahu Anda kalau Anda nggak akan bisa bertemu dengan anak Anda sebelum tanda tangan." Aku tidak menyangka jika pria itu akan bertindak seperti ini. Kedua tanganku gemetar karena marah, aku mengepalkannya dengan erat untuk menenangkan diriku. "Kalau begitu, tolong kasih tahu dia. Selama dia bawa Melvin untuk menemuiku, aku akan tanda tangan." Pengacara itu tidak mengatakan apa pun lagi saat melihat sikap tegasku. Pada malam ini juga, pengacara mewakilkan Joshua untuk membuat janji denganku pada keesokan harinya. Tempat pertemuan kami adalah restoran anak-anak tempat Melvin merayakan ulang tahunnya setiap tahun. Sebelum aku mengandung Melly, ulang tahun Melvin adalah hari yang paling bahagia bagi kami bertiga. Sepertinya Melvin masih mengingat kenangan indah itu, jadi dia memilih tempat ini. Meskipun aku tidak bisa menyelamatkan keluargaku, setidaknya aku bisa membuat Melvin tinggal di sisiku. Aku berpikir seperti ini sambil memasuki restoran dengan penuh harap. Setelah menunggu untuk waktu yang lama, Joshua akhirnya datang dengan Melvin. Aku menatap sekitar mereka dengan cemas. Baguslah, Nita tidak mengikuti mereka. Hanya saja, Melvin mengenakan pakaian baru yang bukan kubelikan untuknya. Begitu melihatku, wajahnya langsung menegang. Lalu muncul ekspresi acuh tak acuh seperti yang dimiliki oleh Joshua. Hatiku terasa sangat berat, tapi aku tetap berusaha untuk memanggilnya dengan lembut. "Melvin, apakah kamu merindukan Ibu?" Melvin mengerutkan keningnya, lalu menghindari tanganku yang hendak memeluknya. Dia berkata dengan dingin, "Aku sudah datang, apakah kamu sudah bisa tanda tangan sekarang?" "A ... apa?" Aku curiga jika aku salah dengar, apakah Melvin sedang mendesakku untuk menandatangani surat cerai? Melvin berdiri di tempat yang sedikit jauh dariku, kepalanya tertunduk, lalu mengulangi ucapannya dengan tidak sabar. "Bukankah kamu bilang kalau kamu akan cerai dengan Ayah setelah melihatku? Cepat tanda tangan, aku masih mau coba camilan kesukaanku yang dibuat oleh Bibi Nita."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.