Bab 216
Nindi balik bertanya padanya. Ada secercah harapan dalam sorot mata Nindi.
Dia sangat ingin tahu bagaimana Cakra melihat Nindi dari dalam hatinya.
Cakra berpikir cukup lama sebelum menjawab, "Aku menganggap kamu sebagai adik, berarti aku boleh datang. Pria lain nggak boleh."
Menganggapnya sebagai adik?
Hati Nindi sontak terasa begitu perih. Dia berkata, "Tapi, aku nggak butuh kakak."
Saat itu, ponsel Cakra berdering.
Dia melirik layar telepon dan menjawab, "Halo?"
"Pak Cakra, ada urusan mendesak di perusahaan. Kira-kira, kapan kamu bisa turun?"
"Saat ini juga."
Cakra menutup telepon. "Nanti aku suruh orang mengirim perabot rumah. Kamu nggak perlu pergi memilih sendiri."
"Kamu nggak ikut? Siapa yang menelepon barusan? Ada urusan mendesak?"
Nindi menebak-nebak, apakah itu panggilan dari gadis itu?
Cakra ragu sejenak sebelum menjelaskan, "Ada sedikit urusan yang mendesak. Aku harus pergi dulu."
"Baiklah."
Nindi menatap kepergian Cakra, perasaannya campur aduk.
Dia menerima telepon dan seg

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda