Bab 1242 Tidak Berani Mengklaim Kedudukan Sosial Setinggi Itu
Wanda menaiki bis dan duduk di baris terakhir.
Dia menatap pemandangan di luar jendela. Matanya terlihat sedih.
Itu sudah berakhir.
Sebuah hubungan yang berakhir sebelum dimulai.
Setelah ini, dia mungkin tidak akan bertemu dengan Yves lagi.
Memikirkan itu, ujung hidungnya terasa sakita, dan matanya mulai basah.
Dia mengangkat tangannya untuk menghapus air mata.
Tidak ada yang perlu ditangisi.
Mereka berasal dari dua dunia yang berbeda. Kali ini, dia secara resmi menghentikan perasaannya.
Namun, hatinya tetap terasa sakit.
Saat dia sampai di restoran, Wanda langsung menuju ke ruang ganti karyawan.
Setelah mengganti pakaiannya dengan seragam, dia bertemu dengan Rachel saat hendak keluar.
“Wanda.”
“Ada apa?” tanya Wanda sambil mengikat tali celemeknya.
“Ada yang datang untuk menemuimu.”
“Siapa?”
Wanda mengernyit. Siapa yang mencarinya ke restoran sepagi ini?
Seseorang tiba-tiba muncul di benaknya.
Dia menertawai dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia?
Rachel menelan ludah dan menjawab, “Itu Yves Xavier.”
Wanda tercengang sejenak. Itu benar-benar dia.
Dia meremas tangannya yang mungil erat-erat dan berkata, “Bilang padaku aku sibuk dan aku tidak punya waktu untuk bertemu dengannya.”
Rachel menatap Wanda dari atas ke bawah dan mengernyitkan dahinya dengan curiga. “Tapi kau tidak sibuk.”
Wanda merasa sedikit putus asa. “Tidak bisakah kau bilang kalau aku tidak mau bertemu dengannya?”
“Oh.” Rachel berbalik untuk pergi, lalu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Wanda. Wajahnya dipenuhi keraguan. "Kenapa kau tidak ingin bertemu dengannya?”
Pria itu adalah Ketua Xavier, pria yang diidamkan oleh banyak wanita, dan Wanda bahkan tidak mau bertemu dengannya? Membosankan sekali.
“Rachel Sanchez!”
Dipanggil dengan nama lengkap, Rachel tahu Wanda sedang marah. Dia berhenti bicara dan tersenyum menggoda. “Aku akan memberitahunya.”
Lalu dia segera berlari pergi.
Wanda tidak bisa keluar untuk beberapa waktu.
Dia hanya duduk di kursi di sebelahnya. Perasaannya campur aduk.
Dia tidak tahu kenapa Yves datang mencarinya. Namun, jika dia bisa menahannya, dia tidak ingin melihat pria itu, jangan sampai tekadnya goyah lagi.
Rachel keluar dari restoran dan langsung melihat pria yang berdiri di depan pagar. Dia terdiam sejenak, merasa ragu, lalu menghampiri pria itu.
“Tuan Xavier, maafkan aku. Wanda sibuk dan tidak bisa keluar untuk menemuimu.”
Dia jelas melihat kekecewaan di wajah tampan pria itu.
Rachel tidak tahan. Dia membuka mulutnya untuk membujuk pria itu untuk datang lain kali, tapi mengingat sikap Wanda, dia mengurungkan niatnya sebelum mengatakan itu.
Wanda pasti punya alasan tersendiri untuk tidak menemui pria itu.
“Kapan dia akan selesai bekerja?” tanya Yves.
Dia sangat tahu kalau Wanda tidak mau menemuinya, dan bukan karena gadis itu sedang sibuk.
Meskipun begitu, dia tidak mau menyerah begitu saja.
Dia benar-benar harus bicara dengan gadis itu.
Mata Rachel melayang. “Aku… aku tidak yakin.”
Yves berpikir sesaat dan bertanya, “Aku akan menunggunya di dalam, apa boleh?”
“Jika kau mau makan, tentu saja, tapi jika kau hanya ingin menunggu Wanda, aku khawatir tidak bisa.”
Yves melihat ke dalam restoran, merenung sejenak, lalu berkata, “Kalau begitu akan makan sesuatu.”
Cepat atau lambat, dia harus bicara dengan Wanda hari ini.
Wanda pergi keluar. Saat dia melihat Yves duduk di sudut, dia tercengang untuk sesaat. Dia segera tersadar dan berlari menghampiri Rachel.
“Kenapa kau tidak bilang padaku kalau dia di sini?”
Rachel tersenyum dengan rasa bersalah. “Maaf, dia bilang padaku untuk tidak memberitahumu, jadi aku tidak melakukannya.”
“Bukannya kau berada di pihakku?” kata Wanda dengan marah.
“Baiklah, jangan marah.” Rachel menunjuk pria di sudut itu dan berbisik, “Karena dia sangat bersikeras, temui saja dia.”
“Kau bahkan tidak tahu...” Wanda merasa kesal.
Dia benar-benar tidak mau terlalu dekat dengan Yves. Tidak baik baginya. Itu hanya akan membuatnya semakin sedih saja.
Rachel menghela napas. “Ya, aku tidak tahu apa-apa, tapi apa pun yang terjadi di antara kalian berdua, kalian harus meluruskannya secara langsung.”
Wanda menenangkan dirinya dan meminta maaf, “Maafkan nada suaraku. Aku hanya sedikit frustasi.”
“Tidak apa-apa,” kata Rachel sambil menepuk bahu gadis itu. “Apa kau baik-baik saja?”
“Aku...” Wanda mencibirkan bibirnya. “Setelah aku meluruskan ini padanya, semua akan baik-baik saja.”
Setelah selesai bicara, dia bersiap untuk menghampiri Yves, tapi Rachel memeganginya.
“Wanda, apa pun masalahmu dengannya, berusahalah untuk kendalikan emosimu. Mengerti?” saran Rachel dengan cemas.
Pihak lain itu adalah Ketua dari konglomerat besar. Tidak baik untuk menyinggung perasaannya.
Wanda tahu apa yang Rachel cemaskan dan menepuk tangan gadis itu untuk menenangkannya. “Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja.”
Yves melihat Wanda mendekat dan segera berdiri. Tatapannya terkunci pada wajah gadis yang cantik itu.
“Wanda.”
Dia memanggil dengan lembut saat gadis itu mendekat.
Wanda menatap pria itu dengan tatapan kosong dan bertanya dengan acuh tak acuh, “Ketua Xavier, apa ada yang bisa aku lakukan untukmu?”
Sikapnya yang acuh tak acuh menyebabkan hati Yves seperti dikepalkan dengan erat.
“Wanda, sejak kapan kita jadi orang asing? Bukannya kita berteman?”
“Kau Ketua Xavier Group, dan aku hanya seorang pelayan. Aku tidak berani mengklaim kedudukan sosial setinggi itu.”
Kata-katanya seperti bor yang menancap di hatinya. Sakitnya tak tertahankan.
Yves mengernyitkan dahinya. “Sejak kapan kau bicara dengan sangat aneh?”
Dia aneh?
Wanda mengedipkan matanya. Ekspresi di wajahnya yang mungil berubah dingin. Dia berbalik ke samping dan memberi isyarat. “Pintunya ada di sana, Ketua Xavier. Silakan keluar.”
Tidak ada yang bisa dibicarakan lagi di antara mereka.
Yves tidak tahu harus menangis atau tertawa. “Wanda, apa yang sudah membuatmu tersinggung sampai memperlakukanku seperti ini?”
Wanda mencibirkan bibirnya dan tidak mengatakan apa-apa.
Setelah melihat itu, Yves menghela napas dengan pelan. “Jika kau marah karena apa yang terjadi malam itu, aku minta maaf. Aku memelukmu karena aku tidak cukup berpikir.”
Saat menyebutkan insiden malam itu, Wanda menutup matanya selama beberapa detik sebelum membukanya kembali. Dia menatap pria itu dengan dingin. “Ketua Xavier, kau akan bertunangan. Sebaiknya kau tidak menemuiku lagi. Aku takut itu akan menyebabkan masalah dan kesalahpahaman yang tidak penting.”
“Aku tidak akan bertunangan!” Karena merasa putus asa, Yves menaikkan suaranya, menyebabkan pelanggan lain di restoran melihat mereka.
Yves menenangkan dirinya, lalu meraih pergelangan tangan Wanda dan berkata, “Ikut denganku. Kita harus menyelesaikan masalah ini.”
Sebelum Wanda bisa bereaksi, Yves sudah menyeretkan keluar.
Rachel, yang berdiri tidak jauh dari mereka, melihat mereka berdua pergi. Dia mengernyitkan dahi dan wajahnya terlihat khawatir.
Ada masalah apa antara Wanda dan Yves?
“Rachel, apa itu Yves Xavier?” tanya manajer saat mendekatinya.
Rachel segera menjawab, “Benar, itu Yves Xavier.”
Setelah mendapat jawaban, ekspresi manajer langsung berubah muram.