Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

Setelah berbulan-bulan menyamar, Olivia akhirnya berhasil! Usai menghabiskan satu malam penuh keintiman bersama atasannya, dia berbaring telanjang di atas ranjang hotel. Sekujur tubuhnya sakit seperti habis dibongkar pasang, namun dia tetap menggertakkan gigi dan bertahan tidak bergerak selama tiga puluh menit sesuai anjuran dokter. Itu cara untuk meningkatkan kemungkinan hamil. Saat ini, pria yang sudah puas itu sudah tertidur pulas. Dalam dengkurnya yang stabil masih tersisa aroma alkohol. Tangan besar dengan ruas jari panjang itu melingkari pinggang rampingnya dengan kuat, seakan-akan begitu dia bergerak sedikit saja, pria itu akan langsung terbangun. Tapi Olivia tahu, pria itu tidak mungkin terjaga sekarang. Karena sake yang seharusnya diminum CEO, sudah dia ganti dengan minuman keras. Kalau tidak, bagaimana mungkin rencana mencuri benih bisa berhasil? Olivia mengambil ponsel untuk memastikan lagi kalau hari ini memang masa suburnya. Setelah itu, segera melepaskan diri dari pelukan pria itu, memungut pakaian yang berserakan di lantai dan buru-buru kabur. Begitu masuk ke lift, hal pertama yang dia lakukan adalah menekan sebuah nomor telepon. Tanpa peduli pada rasa malu, suara Olivia terdengar cemas, "Kami sudah berhubungan ... bisa tolong transfer uang muka dulu?" Operasi adiknya membutuhkan biaya segera, dia benar-benar tidak punya jalan lain. Satu-satunya cara adalah menawarkan diri untuk mengandung anak dari putra Keluarga Furan yang terkenal anti menikah, agar ada seorang pewaris dengan imbalan dua puluh miliar. "Tentu saja! Tapi sesuai kontrak, kamu harus memastikan kalau yang kamu kandung adalah darah daging anakku. Aku akan lakukan tes DNA, jadi jangan coba main curang. Kalau nggak ... kamu seharusnya tahu jumlah denda pelanggaran kontrak." Olivia menjawab tanpa ragu, "Aku yakin." Marga Furan. CEO Grup Furan. Muda ... dan luar biasa kuat. Yang terpenting, di generasi Keluarga Furan di Kota Mitan ini, hanya ada seorang anak tunggal. Kalau yang dia tiduri bukan pria tersebut, tidak mungkin itu ayahnya, 'kan? Hanya orang bodoh yang tidak bisa membedakan antara ayah dan anak! "Bagus." Setelah telepon ditutup, Keluarga Furan juga tidak bertele-tele. Uang langsung masuk ke rekening. Olivia baru saja mau bernapas lega, tiba-tiba gaun di tubuhnya melorot, tali tipis di bahu putus begitu saja! Tidak perlu ditebak .... Pasti karena saat melepasnya semalam, tarikan pria itu terlalu kuat, sehingga sambungan talinya hanya menempel sedikit. Untung saja dia sigap dan buru-buru menahan kain di dadanya. Namun sialnya, ikatan silang di punggung juga ikut longgar. Seketika sebagian besar kulitnya terekspos, tulang belikatnya yang indah langsung terlihat jelas! Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Lift yang seharusnya terus turun ke lantai satu, tiba-tiba berhenti di lantai lima. Pintu terbuka kedua sisi dan seorang pria masuk. Dalam sekejap, sebuah pikiran tiba-tiba muncul di benaknya. Melakukan hal buruk pasti ada karmanya. "Perlu bantuan?" Suara pria itu terdengar dari atas kepalanya. Dia sepertinya sudah melihat kesulitan Olivia. Dia bahkan tidak melangkah maju, hanya berdiri sopan di pintu lift. "Aku ...." "Pakai ini dulu." Suaranya jernih, tanpa ada maksud menggoda. Detik berikutnya, sebuah jas hitam besar sudah tersampir di bahunya. Olivia menggigit bibirnya, "Terima kasih." "Ruang istirahat pribadiku ada di lantai lima. Kamu bisa pinjam untuk merapikan pakaianmu." Saat ini, Olivia tidak punya pilihan lain, hanya bisa mengangguk penuh rasa syukur, "Baik!" Setelah merapikan dan mengenakan kembali gaunnya, Olivia keluar. Baru kali ini dia benar-benar menatap orang yang baru saja menolongnya. Pria itu hanya mengenakan kemeja putih, dengan lengan sedikit tergulung, menampakkan pergelangan tangan pucat dan ramping. Raut wajahnya dalam dan halus, senyum di bibirnya lembut, memberi kesan seperti seorang bangsawan elegan, tapi tetap terasa ramah dan mudah didekati. "Aku tadi lihat lift turun dari lantai sembilan belas. Itu area pribadi pamanku. Jadi ... kamu sekretarisnya?" Olivia spontan mengangguk, "Ya, aku sekretaris Pak Marcello." "Jadi sekretaris pamanku bukan perkara mudah. Orangnya terlalu dingin." "Benar! Pak Marcello memang ...." Tunggu dulu! Pa ... paman? Olivia tiba-tiba sadar dan matanya melebar, "Nggak mungkin! Bukankah Pak Marcello putra tunggal Keluarga Furan? Bagaimana bisa punya keponakan?" Pria itu tersenyum tanpa daya, "Kalau nggak salah, yang kamu maksud putra tunggal Keluarga Furan itu seharusnya aku. Namaku Marco Furan. Sedangkan CEO-mu adalah Marcello, paman yang lebih tua tiga tahun dariku." "..." Olivia bahkan tidak tahu bagaimana akhirnya dia keluar dari hotel itu. Suara dering ponsel terdengar di telinganya. Itu panggilan dari sahabatnya, Freya Chenas. "Oliv, selamat ya, akhirnya berhasil! Ada yang perlu dibantu?" "Ada." "Apa?" "Belikan aku ... obat kontrasepsi darurat." Kenyataan tidak memberi Olivia banyak waktu. Begitu menutup telepon, dokter yang menangani adiknya langsung menelepon lagi! "Operasi transplantasi Ornello nggak bisa ditunda lagi. Perawatan konservatif sudah nggak mempan. Donor sumsum tulang itu jadi sumbang nggak?" "Jadi! Aku segera hubungi!" Sebenarnya kalau hanya operasi transplantasi biasa, Olivia tidak akan sampai menjual diri. Tapi setelah uji kecocokan, ternyata sumsum tulang miliknya tidak cocok dengan adiknya. Justru cocok dengan putra pamannya! Tentu saja bibinya menolak. Namun agar tidak terlihat kejam, dia sangat rakus dan meminta uang imbalan sebanyak enam belas miliar! Katanya, operasi donor bisa berdampak pada kesehatan anaknya, jadi uang itu dianggap sebagai jaminan agar meski kelak tidak bisa bekerja, hidupnya tetap terjamin. Dia sangat yakin Olivia bahkan tidak sanggup mengeluarkan dua miliar. Jadi saat sepuluh miliar masuk ke rekening, bibinya sampai terperangah. "Kamu ... uang ini bukan hasil dari sesuatu yang melanggar hukum, 'kan?" "Itu bukan urusanmu, pokoknya nggak akan melibatkanmu! Cepat suruh adik sepupu ke rumah sakit untuk bekerja sama dengan dokter melakukan persiapan sebelum donor, sisa enam miliar akan aku berikan setelah operasi!" Bibi ragu sebentar, lalu berkata, "Baik, tapi aku tegaskan dulu! Setelah menerima uang dan anakku sudah mendonorkan sumsum, apa pun yang terjadi nanti, aku nggak akan mengembalikan uang ini!" "Hmm." Telepon berakhir. Olivia menunduk, menatap kontrak yang ditandatanganinya dengan Keluarga Furan, lalu melihat saldo rekeningnya yang sudah kosong. Di depannya hanya tersisa dua jalan. Membayar denda kontrak yang nilainya selangit. Kalau tidak ada uang, dia akan dituntut Keluarga Furan dengan tuduhan penipuan dan masuk penjara, meninggalkan adik yang sakit parah di rumah sakit tanpa ada yang merawat. Atau .... Tetap meneruskan janjinya pada Keluarga Furan, mengubah target dan mencuri benih Marco. Ya. Di hadapan Marcello sendiri. Untungnya, Marcello orang yang dingin dan cuek. Setelah berinteraksi selama setengah tahun, meski Olivia sudah mengerahkan segala cara, pria itu tetap menjaga sikap, tidak pernah melampaui batas! Kalau bukan karena waktu yang mendesak, memaksanya untuk mengambil langkah nekat, hal itu sama sekali tidak akan terjadi! Dari sini saja bisa dilihat, Marcello pasti tidak punya perasaan apa pun padanya. Jadi .... Marcello seharusnya tidak akan peduli kalau trik yang pernah dipakai padanya, dia gunakan lagi pada keponakannya, 'kan? ... Tak lama setelah Olivia pergi, Marcello bangun. Sakit kepala karena mabuk membuat alisnya berkerut rapat. Begitu membuka mata, pandangannya jatuh pada ruangan yang berantakan. Dalam pikirannya, serpihan ingatan mulai tersusun. Ada suara lirih penuh permohonan dari wanita yang matanya memerah dan tangannya menahan dada Marcello. "Aku benar-benar nggak sanggup lagi ...." Ada juga pelukan erat wanita di pinggangnya, membuatnya kehilangan kendali, "Jangan pergi, aku mau kamu!" Semakin diingat, wajah tampan Marcello semakin jelek. Sampai akhirnya hitam legam, sepekat tinta. Dia meraih jubah tidur dan menyampirkannya, baru hendak turun dari ranjang, tiba-tiba matanya menangkap noda merah mencolok di sprei putih. "..." Tok, tok! Pintu kamar hotel diketuk. Marcello menarik kembali pandangannya, berdiri dan berjalan ke arah pintu. Tubuh tingginya menutupi kekacauan di dalam kamar. "Paman, aku kira jam segini kamu pasti sudah bangun." "Hmm." Dari lahir, Marcello memang punya aura dingin dan berjarak. Saat berdiri berhadapan dengan Marco yang tersenyum ceria, kontrasnya begitu jelas. "Ada apa?" "Memang ada!" Marco belum sempat lanjut bicara, tapi matanya sudah memperlihatkan sedikit rasa malu khas anak muda. "Kali ini aku pulang dari luar negeri dan berniat bekerja di Grup Furan! Aku mau ... minta seseorang dari paman." Wajah Marcello tetap datar, hanya jakunnya yang menonjol bergerak naik turun, "Siapa?" "Sekretarismu, Olivia."
Bab Sebelumnya
1/100Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.