Bab 131
"Wajah kecilmu kelihatan pucat, ini harus segera diperbaiki. Kalau nggak, kesehatan tubuhmu akan terganggu!"
Sania mengambil sendok dengan senyum di wajahnya, suaranya terdengar lembut. "Ibu, belakangan ini aku memang sibuk sekali. Kepalaku sampai pusing."
"Jangan khawatir, ke depannya aku pasti akan sering kembali untuk menemanimu."
"Baiklah kalau begitu!" Ratih memutuskan, "Kali ini, tinggallah di rumah beberapa hari. Kamu nggak boleh menolak."
Sania mengangguk. "Oke."
Eko Santosa, ayahnya Windi, sedang perlahan mengupas udang menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai.
Dia dengan hati-hati membagi udang yang sudah dikupasnya ke dalam dua mangkuk untuk kedua putrinya.
Sania memiliki lima ekor di dalam mangkuknya, tidak lebih dan tidak kurang.
Di dalam mangkuk Windi, ada empat ekor.
Windi segera melotot, dengan tidak puas dia berteriak, "Hei! Pria Tua! Kamu nggak adil!"
"Kenapa dia dapat lima dan aku hanya empat? Apa aku dipungut dari jalan?"
Eko mengangkat kelopak matanya dan mem

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda