Bab 213
Padat merata, aneka warna ... seperti hujan pesawat kertas yang tiba-tiba turun.
Matanya langsung memerah, tubuhnya membeku seperti patung.
Melihat tubuh Sania yang bergetar halus, dia tidak mampu lagi menahan diri. Dia melangkah maju, meraih wajah mungilnya, dan mencium bibir merah yang sedikit terbuka itu. Rasa rindu yang lama menghilang seketika menyergapnya.
Jantungnya berdebar kencang, rasa yang begitu familier itu terasa begitu menyakitkan hingga menusuk hati.
Tiba-tiba Sania mendorongnya dengan kuat, hingga tubuh pria itu terhuyung.
"Pak Charlie, tolong jaga sikap!" Suaranya tajam, tidak ingin membongkar penyamarannya, namun terdengar agak serak dan gugup.
Dia berbalik, hendak melarikan diri.
Namun, Charlie menggenggam pergelangan tangannya dengan kuat, membuatnya mustahil melepaskan diri.
"Maaf, tadi aku ... jangan pergi!" Suaranya dalam, penuh penyesalan yang jelas.
Sania melepaskan tangan pria itu dengan paksa, membalikkan tubuhnya, dan membelakanginya sambil terengah-engah.

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda