Bab 13 Tidak Ada Perasaan di Antara Kita?
Tentang Varrel dan Yovie? Alisku berkerut. Hampir aku lupa bahwa Yovie sedang hamil. Mengingat kepeduliannya terhadap Yovie, Varrel sepertinya ingin membicarakan perceraian denganku.
Aku tak bisa menahan diri menghela napas dalam hati. Awalnya, kukira Varrel akan menunggu sampai lukanya sembuh sebelum membicarakan hal ini. Tak disangka, Varrel begitu tidak rela melihat Yovie dirugikan, bahkan terburu-buru ingin memberinya status yang sah.
Setelah terdiam sejenak, aku mengangguk dan berkata dengan tenang, "Soal perceraian, aku nggak keberatan. Bagaimanapun, memang nggak ada perasaan di antara kita. Tapi mengingat kita pernah menjadi suami istri, kuharap kamu bisa memberiku waktu. Ayahku sedang sakit, kamu tahu itu. Kalau mendengar kabar perceraian kita di saat seperti ini, mungkin Ayah nggak bisa menerimanya. Jadi, Pak Varrel, bisakah proses perceraian kita ditunda beberapa hari? Selain itu, perceraian kita melibatkan dua keluarga. Kamu lebih paham konsekuensinya daripada aku."
Aku tidak bisa membaca emosinya. Raut wajah Varrel saat ini begitu dingin sampai membuat ngeri. Entah mengapa, suhu ruangan tiba-tiba turun beberapa derajat, membuat orang menggigil kedinginan.
Varrel mengatupkan bibir. Mata hitamnya memancarkan emosi yang tak bisa kutafsirkan. Sesaat kemudian, Varrel berkata dengan suara rendah, "Nggak ada perasaan di antara kita?" Varrel menyeringai dingin seraya menatapku dengan tajam. "Sofia, haruskah kuucapkan terima kasih atas sikap pengertianmu ini?"
Aku menekan bibir, tidak mengerti apa yang membuatnya marah. Aku berujar, "Kalau kamu buru-buru ingin bersama Yovie, aku bisa segera pindah dari Vila Permata Sari, nggak akan mengganggu hubungan kalian."
"Keluar!" Varrel tiba-tiba meledak marah. Matanya yang hitam menatapku bagaikan binatang buas yang mengamuk.
Aku terkejut oleh reaksinya dan agak bingung. Aku bangun dengan ragu-ragu, lalu menatapnya sejenak. Kata-kata yang sudah di ujung lidah akhirnya kutahan. Tampaknya pembicaraan kita gagal.
Setelah keluar dari rumah sakit, aku merasa agak lelah. Sepertinya aku harus segera menyiapkan orang tuaku untuk kemungkinan ini.
Jika tidak, ketika perceraian ini menjadi heboh, kedua keluarga kami akan kehilangan muka.
Dalam beberapa hari berikutnya, aku tidak pergi ke rumah sakit. Pertama, karena Ayah dirawat di rumah sakit dan terlalu banyak urusan yang menumpuk di Grup Carter. Meskipun aku bukan pengelola Grup Carter, bagaimanapun juga, aku adalah putri Keluarga Carter. Semua urusan di perusahaan, baik yang besar maupun kecil, pasti akan ada yang melaporkannya padaku.
Aku pun mulai sibuk.
Kedua, Varrel mungkin juga tidak ingin bertemu denganku. Lagi pula, dengan kehadiran Yovie di sisinya, kehadiranku di rumah sakit pasti sangat tidak diperlukan.
Sabtu sore, setelah menyelesaikan urusan perusahaan, aku berencana langsung pulang ke Vila Permata Sari. Sudah sibuk seminggu penuh, aku ingin istirahat lebih awal.
Tanpa diduga, aku menjumpai Tora di luar vila.
Begitu melihatku, Tora menatapku dengan agak canggung dan memberitahukan, "Nyonya, Pak Varrel keluar rumah sakit hari ini. Apa Nyonya ada waktu?"
Aku tertegun sejenak, lalu teringat percakapan dengan Varrel di rumah sakit beberapa hari lalu. Sepertinya aku pernah bilang akan segera pindah dari Vila Permata Sari untuk memberi ruang bagi mereka. Aku terlalu sibuk dalam dua hari ini sampai lupa tentang itu.
Atas peringatan Tora ini, aku baru ingat. Varrel sepertinya mengirim Tora untuk mengingatkanku agar pindah lebih awal. Jika tidak, ketika Varrel dan Yovie kembali, akan canggung begitu bertemu.
Berpikir demikian, aku menatap Tora dan mengangguk. "Ya, ada. Tolong sampaikan pada Pak Varrel, aku nggak akan mengganggu dia dan Yovie. Barang-barangku sudah kubereskan semua."
Tora menatapku dengan bingung. "Hah?"
Aku tersenyum. Suasana hatiku tidak terlalu baik, jadi aku tidak ingin banyak bicara dengannya. Setelah mengucapkan selamat tinggal secara singkat, aku masuk ke dalam vila.
Barang-barangku juga tidak banyak, sebagian besar adalah pakaian dan perhiasan. Setelah selesai dikemas, aku membawa koper ke apartemen Jessy. Meskipun aku adalah putri Keluarga Carter, hubunganku dengan Ayah terus memburuk setelah kejadian lima tahun lalu. Oleh karena itu, aku tidak punya properti pribadi.
Tentu saja, aku tidak bisa pulang ke rumah Keluarga Carter. Jika tidak, Ibu pasti akan menanyakan apa yang terjadi. Jadi, untuk sementara, aku hanya bisa mencari Jessy.
Jessy sangat marah ketika mendengar bahwa aku dan Varrel akan bercerai. "Kamu bilang Yovie hamil, lalu Varrel mau cerai denganmu dan mengusirmu dari rumah? Sofia, kamu adalah putri orang kaya yang paling menyedihkan yang pernah kutemui, serius!"
Aku merasa agak kesal. Aku menjelaskan, "Nggak bisa dibilang diusir, aku tahu diri. Lagi pula, Varrel memang nggak mencintaiku. Sekarang orang yang dicintainya sudah kembali, bahkan hamil. Sudah seharusnya aku memberikan tempat untuknya."
Jessy terdiam, hanya menatap lurus padaku.
Tatapannya membuatku merasa tidak nyaman. Aku menekan bibir dan bertanya, "Kenapa kamu menatapku seperti itu?"