Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9 Yovie Hamil

Yovie terdiam. Dia menatap dokter dengan bimbang. "Aku ...." Melihatnya bimbang, dokter mengerutkan alis. "Menandatangani ini berarti mengambil tanggung jawab hukum. Ini bukan lelucon." "Aku saja, aku istri pasien." Aku menghampiri dokter, lalu mengambil pena dan menandatanganinya. Dokter itu menatapku dan bertanya sambil mengernyit, "Apa kamu benar-benar keluarga pasien?" Aku meletakkan pena. Setelah itu, aku melirik Yovie dan berkata dengan cuek, "Kalau selingkuhan juga dianggap keluarga, dia juga termasuk." Setelah berkata demikian, aku berjalan ke dinding dan bersandar. Dokter itu memandangi kami dengan ekspresi seolah-olah berkata kacau sekali hubungannya. Yovie menunduk. Wajahnya memerah karena malu. Dia berdiri di depan dokter dan berkata, "Dokter, kumohon, tolong selamatkan dia." Dokter itu mengangguk, lalu masuk ke ruang operasi tanpa berkata apa-apa lagi. Aku bersandar di dinding selama beberapa menit. Kakiku sudah pegal. Akhirnya, aku menatap Tora berpesan, "Pak Tora, aku masih ada urusan, jadi pergi dulu. Kalau ada apa-apa, hubungi aku nanti." Tora terbengong begitu melihatku akan pergi. "Nyonya ... mau pergi?" Aku mengatupkan bibir dan mengangguk. Aku menoleh pada Rino yang berdiri di samping dan berkata, "Paman Rino juga pulang saja. Dia nggak akan mati." Setelah berkata demikian, aku langsung keluar dari rumah sakit. "Sofia." Yovie menyusulku di lobi rumah sakit. Orang ini benar-benar suka mengikuti orang. Aku tidak bisa tidur nyenyak semalam, dan terbangun lagi pagi ini. Saat ini, aku benar-benar tidak punya niat untuk berdebat dengan Yovie. Aku menoleh ke Yovie dan berkata dengan tenang, "Katakan saja, apa masalahnya?" "Kapan kamu cerai dengan Varrel?" tanya Yovie dengan lugas sambil menatapku. Aku termangu sejenak, tak kuasa menahan tawa. Aku memicingkan mata saat menatap Yovie. "Kami cerai atau nggak, apa urusannya denganmu?" Yovie cukup tenang. "Kamu juga sudah lihat sendiri, Varrel rela mempertaruhkan nyawanya untukku. Kalian memang nggak saling mencintai sejak awal, kenapa nggak mengalah saja untuk kami? Hanya dengan masa lalumu yang najis itu, kamu nggak pantas terus tinggal di sisinya. Pergilah dari Varrel, biar kami menghabiskan sisa hidup bersama." Aku terlalu lelah, benar-benar tidak punya tenaga untuk bicara panjang lebar dengan Yovie. Aku menarik napas, lalu berkata, "Kalau mau aku bercerai dengannya, bisa. Suruh Varrel sendiri yang bicara padaku." Sambil mengusap pelipisku yang berkedut, aku berbalik dan bersiap untuk pergi. "Aku hamil," kata Yovie lagi. "Punya Varrel. Sudah dua bulan, dari saat kalian pulang ke rumah Keluarga Carter." Aku terdiam di tempat sambil mengepal erat kedua tanganku. Seketika itu, kepalaku berdengung. Yovie hamil? Dua bulan yang lalu? Oh, aku sudah ingat. Malam itu adalah malam ulang tahunku, maka aku dan Varrel pulang ke rumah Keluarga Carter. Awalnya, Varrel mau menginap di sana bersamaku, tetapi pada tengah malam, dia tiba-tiba mengatakan ada urusan dan harus pergi. Saat itu, kukira Varrel tidak mau tinggal karena tidak terbiasa menginap di sana. Rupanya Varrel pergi membuat anak dengan Yovie. Penghinaan terhadapku benar-benar sangat amat besar. "Sofia, kamu tahu betul, begitu aku punya anak, Keluarga Desta nggak akan lagi berpihak padamu. Nenek Frida nggak akan membiarkan keturunan Keluarga Desta dicap anak haram. Apalagi, setelah dua tahun menikah dengan Varrel, kamu belum hamil juga. Nggak ada alasan bagimu untuk nggak bercerai." Perkataan Yovie tepat mengenai sasaran. Memang benar, selama dua tahun ini, kami selalu melakukan pencegahan saat berhubungan. Kami sama-sama sepakat tanpa diskusi untuk tidak membicarakan soal anak. Awalnya, kukira Varrel tidak terburu-buru punya anak karena semata-mata tidak suka. Sekarang baru tahu, ternyata Varrel tidak mau aku yang melahirkan anaknya! Aku mengusap pelipis, berusaha membuat kepalaku yang kacau menjadi sedikit lebih jernih. Melihat wajah Yovie memerah karena emosi, aku terdiam sejenak, lalu menyeringai dan berkata, "Yovie, kalau aku dan Varrel mau bercerai, seharusnya dia sendiri yang bicarakan itu secara langsung denganku. Kenapa setiap kali kamu yang buru-buru memaksaku untuk bercerai?" Aku berjalan menghampiri Yovie. Aku tersenyum dan berujar perlahan, "Jangan-jangan, Varrel sebenarnya nggak mau bercerai denganku, jadi kamu terpaksa memaksaku? Tampaknya, klaimmu bahwa Varrel sangat mencintaimu nggak terlalu meyakinkan!" "Kamu ...." Wajah Yovie masam seketika. "Sofia, jangan terlalu sombong. Varrel nggak mengajakmu cerai karena dia punya etika, nggak ingin menyakitimu, dan ingin kamu meninggalkan Keluarga Desta dengan bermartabat. Jangan nggak tahu berterima kasih! Sekarang aku sudah hamil. Menurutmu, berapa lama lagi kamu bisa bertahan di sisinya?" "Benarkah?" Aku tertawa sinis. "Kamu sendiri bilang Varrel punya etika. Kalau aku nggak mengajukan cerai, dia pasti tidak akan memaksaku. Selama aku nggak mau bercerai, anak dalam kandunganmu ini akan tetap jadi anak haram yang hina. Yovie, coba pikirkan, saat perutmu makin membesar, apa yang akan kamu katakan ketika orang bertanya? Akui bahwa ini hasil perselingkuhanmu dengan Varrel? Menurutmu, apakah Keluarga Desta akan memaksaku bercerai hanya untuk seorang pelakor yang nggak punya status?" Melihat wajah Yovie sedikit pucat, aku terkekeh dan melanjutkan, "Yovie, apa kamu pikir hanya kamu yang bisa melahirkan anak di dunia ini? Kalau Keluarga Desta ingin punya cucu, mereka bisa langsung memintaku. Kenapa harus meminta seorang janda yang nggak punya status jelas?" "Kamu ...." Yovie tidak bisa berkata apa-apa untuk waktu yang lama. Dia terus memelototiku, merasa sangat kesal. Melihatnya seperti ini, hatiku merasa jauh lebih lega. Aku mundur beberapa langkah, lalu berbalik dan pergi.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.