Bab 8 Ibu dalam Kondisi Kritis
Setelah semuanya mereda, akhirnya Kirana pun kembali ke kamar untuk mulai berkemas.
Untungnya perjalanan dinas kali ini berakhir tanpa insiden berarti. Yang dia maksud bukan hanya soal kemarahan Pak Rainer.
Kirana berusaha keras menekan pikirannya, agar jangan lagi terbayang wajah Yansen, namun otaknya sama sekali tidak mau menurut, hingga ponsel di atas meja tiba-tiba berdering keras.
Dia segera berjalan mendekat, dan ketika melihat nomor rumah sakit di layar, jantungnya seketika terasa berat.
Bahkan jarinya ikut gemetar saat menekan tombol jawab.
"Apakah ini Nona Kirana? Tadi ibumu tiba-tiba mengalami serangan jantung, kondisinya sangat kritis. Dia sudah dibawa masuk ke ruang gawat darurat, sebaiknya Nona segera datang!"
Suasana seketika menjadi hening.
Pandangan Kirana langsung berkunang-kunang, hampir saja dia tidak mampu berdiri tegak.
Namun, tidak ada waktu lagi untuk menunda. Setelah menarik napas beberapa detik, dia segera mengubah jadwal tiket pesawatnya. Saat sudah berada di dalam pesawat, baru terlintas di benaknya untuk meminta Janna menjelaskan semuanya pada Pak Rainer.
Saat Kirana tiba kembali di Kota Bentari, langit sudah hampir gelap.
Dia segera naik taksi menuju rumah sakit, tepat ketika ibunya baru saja dipindahkan dari ruang gawat darurat ke ICU.
Melihat ibunya terbaring di ranjang dengan wajah benar-benar pucat tak berwarna, Kirana berusaha keras menahan air matanya, namun akhirnya tetap jatuh juga, membasahi selimut putih rumah sakit.
"Jangan menangis ... "
Yunita Setyawan membuka matanya dengan lemah, bahkan masih mencoba mengangkat tangan untuk menghapus air mata putrinya, namun sekarang, untuk menggenggam tangannya saja dia sudah tidak punya tenaga.
Kirana segera menyeka wajahnya dan memaksakan diri untuk tersenyum. "Bu, aku nggak menangis, kok! Hanya kelilipan saja! Dokter menyuruh Ibu untuk istirahat yang baik dan jangan pikirkan apa pun!"
Yunita mengangguk perlahan. Tak lama kemudian, dokter penanggung jawabnya datang dan memanggil Kirana keluar.
"Dokter Wangsa, kenapa tiba-tiba ibuku mengalami serangan jantung? Bukankah sebelumnya Dokter bilang kondisinya cukup stabil?"
"Kami sudah berusaha semampunya. Penyakit ibumu selama ini memang hanya ditahan saja." Dokter Wangsa menghela napas. "Sebenarnya apa rencanamu? Kalau operasi nggak segera dilakukan, kejadian seperti hari ini akan sering terulang. Kamu harus siapkan mental."
Mendengar itu, Kirana langsung bertanya, "Kalau begitu, berapa biaya operasinya sekarang?"
"Kamu siapkan dulu sekitar 2 miliar. Operasi harus segera dilakukan. Untuk perawatan lanjutan nanti bisa menyusul, nggak terlalu mendesak."
Dua miliar. Begitu mudah dokter mengucapkannya, namun bagi Kirana, butuh bertahun-tahun untuk bisa mengumpulkannya!
Ketika saat itu tiba, mungkin semuanya sudah terlambat.
"Coba pikirkan saja dulu baik-baik."
Setelah berkata demikian, dokter pun pergi.
Kirana berdiri sendirian di lorong rumah sakit yang sepi dan dipenuhi aroma tajam disinfektan. Dia terdiam di sana untuk waktu yang sangat lama.
Sampai ketika panggilan dari Janna masuk, dia masih tetap berdiri di tempat yang sama.
[Bagaimana keadaan Tante?]
"Dokter bilang kalau nggak segera dioperasi ... aku harus siap menerima kemungkinan terburuk." Kirana mengepalkan tangannya, memaksa diri untuk berbicara, "Janna, kamu ... ada uang lebih yang bisa kamu pinjamkan padaku?"
Bertahun-tahun lamanya, sesulit apa pun hidup, dia tidak pernah sekali pun meminjam uang pada orang lain. Tetapi kali ini, dia benar-benar sudah tidak punya jalan lain!
Hampir seluruh uang yang dia hasilkan selama ini, habis untuk memperpanjang hidup ibunya.
[Aku punya! Aku punya 400 juta. Sekarang juga akan aku transfer ke kamu!] Janna sama sekali tidak ragu, langsung menyetujui. [Kirimkan nomor rekeningmu padaku!]
"Dokter bilang butuh 2 miliar untuk operasinya."
Janna tertegun.
"Janna, apa kali ini aku benar-benar akan kehilangan ibuku ... ?" Kirana menyandarkan tubuhnya ke dinding, lalu perlahan meluncur jatuh ke lantai. "Aku nggak akan bisa mengumpulkan 2 miliar ... aku benar-benar nggak mampu!"
Di seberang sana, Janna juga panik bukan main. [Jangan menyerah dulu, pasti masih ada cara lain!]
Cara lain?
Tubuh Kirana tiba-tiba menegang.