Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

Selama lima tahun menikah dengan Alika, Randi tidak pernah mengurus buku nikah. Pria itu selalu bilang kalau dia sibuk mengurusi perusahaan. Dia bilang, mengurus akta nikah atau tidak itu sama saja, dan Alika memercayainya. Sampai akhirnya, hari ini wanita itu melihat sendiri kakaknya yang sudah hilang selama lima tahun, malah keluar dari kantor catatan sipil bersama Randi usai mengurus buku nikah mereka berdua! Kedua mata Fania memerah, dia tampak terharu dalam pelukan Randi. Wanita itu memeluk erat buku nikah berwarna merah. "Randi, aku sudah salah karena dulu memilih kabur dari pernikahan kita ... " kata Fania sambil terisak. Dia lalu melanjutkan, "Aku tahu kamu mau menikahiku sekarang karena aku mengidap kanker. Tapi aku ingin menanyakan satu hal. Setelah sekian tahun berlalu, apakah kamu benar-benar melupakanku dan jatuh cinta pada Alika?" Randi terdiam lama. Kedua tangan Alika mengepal erat, kuku-kukunya begitu menusuk hingga meninggalkan bekas darah di tangannya. "Nggak." Randi menjawab dengan suara lirih, "Nggak pernah." Fania tersenyum di tengah tangisnya, lalu berjinjit untuk mengecup bibir pria di depannya. Tangan Randi yang sebelumnya menggantung di udara, perlahan memeluk pinggang Fania dan memperdalam ciuman mereka. Alika yang berdiri tidak jauh dari sana merasa seolah langit runtuh dan bumi terbelah saat itu. Kalau benar Randi tidak pernah melupakan Fania, lantas apa arti dirinya bagi pria itu? "Tin!" Suara klakson terdengar nyaring. Alika yang gemetar pun menoleh, ada tiga mobil Maybach hitam berhenti di pinggir jalan. Tiga orang kakaknya yang sudah berpakaian rapi, turun dari mobil tersebut. "Sudah dapat buku nikahnya? Kami sudah pesankan restoran untuk merayakannya." Tubuh Alika gemetar hebat. Mereka adalah para kakaknya yang tadi pagi masih membuatkan sarapan untuknya ... "Kak Vino, Kak Fian, Kak Arya!" Fania berlari menghampiri mereka sambil menangis. "Aku kira kalian nggak akan menganggapku lagi ... " Tiga lelaki itu saling bertukar pandang, raut wajah mereka tampak rumit. Akhirnya, Arya mengusap rambut Fania. "Bodoh, dari kecil sampai sekarang, bukankah selalu kami yang membereskan kekacauanmu tiap kamu buat masalah?" Tangis Fania berubah jadi tawa. Dia menggandeng lengan ketiga kakaknya seperti saat masih kecil dulu. Keempat orang itu lalu naik mobil dengan gembira. Tidak satu orang pun dari mereka menoleh ke arah Alika yang sudah pucat pasi di seberang jalan. Setelah mobil mereka menghilang dari pandangan, Alika berjalan terhuyung. Dia berpegangan pada pohon. Tangannya berdarah akibat tergores kulit pohon yang kasar. Tapi rasa sakit dari luka itu tidak separah sakit hatinya. Fania memang selalu menjadi pusat perhatian sejak kecil hingga dewasa. Fania dan Alika merupakan anak kembar, tapi tiga kakak mereka lebih peduli pada Fania. Ketika Alika terbaring di ranjang dalam kondisi demam, ketiga kakaknya lebih memilih pergi menemani Fania ke taman bermain. Di saat Alika berulang tahun, dia menunggu hingga malam, tapi yang lainnya malah pergi merayakan ulang tahun Fania. Alika menyimpan rasa pada Randi selama sepuluh tahun. Tapi dia malah melihat pria itu melamar Fania. Dia selalu merasa tidak ada satu orang pun di dunia yang mencintainya. Dia rasa ini memang sudah takdirnya. Hingga akhirnya, tibalah hari pernikahan lima tahun lalu. Fania yang memakai gaun pengantin seharga miliaran, memilih kabur dari pernikahannya sendiri bersama seorang berandal. Keluarga Rusman dan Keluarga Firmansyah tidak mau kehilangan muka di depan para tamu. Ketiga kakak Alika pun segera membuat pengumuman, "Mulai hari ini, kami cuma punya satu adik, yakni Alika!" Malam itu juga, Randi yang mabuk berat, menerobos masuk ke dalam kamar Alika. Pria itu mendorongnya ke dinding, lalu membelai lembut wajahnya. Dengan kedua mata sayu, Randi berkata, "Kamu dan Fania ... mirip sekali." Kemudian, cincin yang seharusnya dia pakaikan ke Fania, malah Randi pasangkan ke jari manis Alika. "Karena Fania kabur, maukah kamu menikah denganku?" Alika tahu dia tidak seharusnya mengiakan permintaan pria itu. Tapi dia sangat mencintai Randi. Selama lima tahun belakangan, Randi selalu memanjakannya, membuat para wanita di seantero kota iri pada Alika. Randi bahkan rela menghamburkan banyak uang di acara lelang, hanya demi mendapatkan kalung berlian biru yang sempat menarik perhatian Alika. Dia juga menyewa restoran di puncak Menara Leon. Dia khusus menyiapkan pertunjukan kembang api untuk Alika. Setiap kali Alika terbangun dari mimpi buruk di tengah malam, Randi juga tidak segan untuk meninggalkan rapat lintas negara hanya demi datang memeluk Alika sambil menenangkannya. Ketiga kakak Alika juga berubah. Kakak sulungnya, Vino, selalu datang ke kantornya tidak peduli hujan badai ataupun panas terik. Kakak keduanya, Fian, ingat kalau Alika alergi makanan laut, makanya selalu memeriksa bahan makanan dengan teliti. Kakak ketiga, Arya, juga rela bergadang membantu Alika memperbaiki rancangan desain. Arya akan tersenyum dan berkata, "Urusan Alika-lah yang paling penting di rumah ini." Alika yang naif pun merasa dirinya akhirnya disayang. Sampai akhirnya, hari ini tiba. Hari saat Fania kembali. Dan merebut kembali perhatian semua orang. Kedatangannya bagaikan ombak yang menyapu ke arah Alika, dan membawa pergi semua orang dari sisinya, agar kembali ke samping Fania lagi. Alika menatap kendaraan mereka makin menjauh, lalu tiba-tiba tertawa. Awalnya dia tertawa pelan, tapi kemudian makin keras hingga tubuhnya membungkuk. Air matanya pun terjatuh ke tanah. Orang-orang yang berlalu-lalang pun heran melihatnya. Tidak ada yang tahu mengapa gadis secantik Alika tiba-tiba menangis pilu. Baru sekarang Alika sadar bahwa dirinya selama ini hanyalah seorang pengganti. Dia selama ini hanya menjaga pria yang sebenarnya milik Fania. Sekarang, wanita itu sudah kembali, dan sudah sepantasnya wanita pengganti seperti dirinya pergi angkat kaki. "Karena kalian cuma menyayanginya ... " Alika menarik napas panjang. Jantungnya seperti diremas, membuatnya menghela napas dengan susah payah. "Aku juga nggak butuh kalian lagi!" Dia lalu melambaikan tangan untuk memanggil taksi. "Ke Pusat Jual Beli Pulau Pribadi." Setengah jam kemudian, dia mendorong pintu kaca dan bicara dengan resepsionis. "Halo, aku mau beli pulau nggak berpenghuni." Resepsionis itu terdiam sesaat, kemudian segera menghubungi manajernya. Manajernya merupakan seorang pria berusia empat puluh tahunan. Dia memakai jas dan sepatu kulit, tatapannya menunjukkan kalau dia sosok yang cerdas. "Nona Alika, beli pulau nggak berpenghuni ini merupakan sesuatu yang spesial. Pulaunya mungkin indah, tapi nggak ada sinyal di sana. Pulau itu juga nggak termasuk dalam jalur pelayaran. Bahkan kapal yang menyuplai kebutuhan sehari-hari cuma datang setiap tiga bulan sekali." Manajer itu berhenti sejenak, lalu lanjut berkata, "Begitu Nona memutuskan untuk pergi ke sana, rasanya akan seperti terisolasi dari dunia luar dan benar-benar menghilang. Apa Nona yakin mau membelinya?" "Ya, aku yakin."
Bab Sebelumnya
1/22Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.