Bab 215
Di seberang terdengar suara yang tidak akan pernah dia lupakan.
"Puput, ayah dengar kamu hidup enak di kota besar. Sekarang kamu nggak mau angkat teleponku, sudah sombong ya? Aku tahu tempat kerjamu, besok kita ketemu. Ayah sudah merindukanmu, aku juga bawa adikmu datang ketemu kamu."
Mobil mendadak berhenti di samping. Dia sudah bertahun-tahun tidak mimpi buruk tentang pria ini. Sekarang tangannya gemetar dan bercucuran keringat.
Bibirnya pucat, jantungnya berdebar kencang.
Rasa sakit yang berakar terlalu dalam, seperti akar tanaman merambat, muncul dari masa lalu yang terkubur.
Dia tanpa sadar mengemudikan mobil ke Kompleks Wanura.
Dia berendam di bak mandi, tapi sampai tidak sadar airnya sudah dingin karena melamun.
Albert pulang dan pelayan cepat-cepat melapor, "Tuan, malam ini nyonya nggak makan lagi dan langsung naik ke atas begitu pulang."
Dia meletakkan jas di tiang gantungan dan mengangguk.
Pelayan melihat sikap dingin itu dan menebak mereka pasti bertengkar lagi.
Albert menge

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda