Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4

"Bu Sally, Pak Albert benar-benar nggak ada waktu belakangan ini. Pak Albert baru saja menyelesaikan akuisisi besar, dan perusahaan baru itu penuh dengan masalah keuangan yang berantakan." Sally pun diam karena tahu Albert sangat sibuk. Dalam tiga tahun terakhir, Albert begitu sibuk sampai lupa ulang tahun pernikahan mereka dan ulang tahun Sally. Sally melewati setiap hari perayaan itu sendirian di rumah. "Baiklah. Kalau Albert sudah pulang, telepon dan kabari aku, oke?" "Bu Sally terlalu sungkan." Usai menutup telepon, Sally menatap orang-orang yang datang dan pergi di Kantor Catatan Sipil. Semua pengantin baru tersenyum, sedangkan pasangan yang telah menandatangani surat cerai tampak seperti orang asing dan menjaga jarak, seakan-akan pasangannya adalah cacing busuk yang menjijikkan. Sally mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari informasi rekrutmen dari perusahaan-perusahaan terdekat. Sally sudah menyiapkan resume. Dia harus mencari pekerjaan terlebih dahulu. Sally belajar musik vokal saat kuliah, tetapi insiden Jessica membuatnya takut bernyanyi. Sekarang Sally tidak berani menyanyikan satu lagu pun. Jurusannya ini terasa sia-sia. Sally menunduk dan menelusuri perusahaan-perusahaan secara cermat. Sally menemukan sebuah perusahaan menengah dengan lowongan pekerjaan asisten CEO. Tidak ada persyaratan profesional yang tercantum, hanya persyaratan tinggi badan, berat badan, dan penampilan. Tiga menit setelah mengirimkan resumenya, Sally menerima telepon yang memintanya datang untuk wawancara di sore hari. Sally belum pernah bekerja sebelumnya dan tidak memahami seluk-beluk situasi tersebut. Awalnya, Sally mengira ada sesuatu yang mencurigakan. Ketika Sally benar-benar duduk di hadapan pewawancara, wanita itu mengangguk setelah melihat penampilannya. "Kapan kamu bisa mulai kerja?" Sally terkejut. "Tapi kamu bahkan belum bertanya tentang keahlianku." "Kamu ini lulusan jurusan musik, apa keahlianmu? Posisi ini hanya perlu sering pergi menemani direktur bersosialisasi. Gajinya tinggi, juga mengandalkan masa muda. Pertimbangkanlah." "Oke." Sally dibawa untuk menjalani prosedur masuk. Ketika bertemu dengan direktur, Sally menyadari bahwa dia mengenalnya. Sally pernah bertemu dengan direktur itu saat baru menikah dengan Albert tiga tahun lalu. Saat itu, pria ini masih menjabat sebagai eksekutif senior di Grup Petro, tetapi dia tidak mengenal Sally. Ketika bertemu dengan Sally di sebuah pesta minum, pria ini salah mengira Sally sebagai seorang pelayan dan mencoba menciumnya dengan paksa. Hal itu terpergok oleh Albert. Kemudian, Sally mendengar kabar bahwa pria itu telah menyinggung seseorang di perusahaan dan dipecat. Pria itu bernama Irvan Jonathan. Resume Sally sedang ditampilkan di komputernya. "Aku pikir aku salah lihat. Bukankah ini istri Albert? Bisa-bisanya cari kerja di perusahaanku yang kecil ini? Benar-benar nggak nyangka. Kenapa? Albert sudah mencampakkanmu?" Tatapan Irvan tetap tertuju pada Sally dengan intens saat dia perlahan menutup komputer. "Dengar-dengar, suamimu jarang pulang selama tiga tahun ini? Tega sekali dia?" Sally sungguh cantik dan memukau dengan keanggunannya. Makin lama dilihat, makin susah untuk mengalihkan pandangan. Saat ini, Sally berdiri di dalam kantor. Hanya memakai celana jeans dan kemeja putih yang simpel saja sudah tampak menawan. "Pak Irvan." Sally menyapanya. Sally berpikir, jika Irvan punya pikiran lain, dia tidak akan menerima pekerjaan itu. Namun, Irvan hanya mendengkus dan menatapnya dari atas ke bawah. "Gajinya 40 juta sebulan. Tugasmu adalah menemaniku bersosialisasi dan menyiapkan berbagai dokumen untukku. Apa kamu bisa menyetir?" "Bisa." "Baguslah. Sungguh kehormatanku sampai-sampai istri CEO Grup Petro menjadi sopirku." "Aku sudah bercerai dengan Albert." Irvan memicingkan matanya dan tersenyum. "Oh, benar juga. Kalau nggak, mana mungkin Albert membiarkan wanita secantikmu keluar? Kamu bisa mulai kerja sekarang. Temani aku ke pesta minum malam ini. Aku akan memberikan setengah gajimu lebih dulu. Bagaimana?" Entah bagaimana Irvan tahu dia sedang membutuhkan uang, tetapi tebakannya benar. Sally menunduk dan menjawab, "Oke." Orang di pintu segera menuntun Sally menyelesaikan prosedur, lalu menyiapkan tempat kerja untuknya. Sally merasa dirinya agak demam. Tubuhnya makin panas. Menjelang waktu pulang kerja, Irvan meminta Sally pergi ke kantor dan menyerahkan kunci mobil padanya. "Mulai sekarang, kamu jadi sopir sekaligus asistenku. Berangkat sekarang juga. Aku akan mengirimkan jadwal terbaruku padamu." "Baik, Pak Irvan." Sally mengambil kunci mobil dan mencari mobil Irvan ke garasi parkir bawah tanah. Setelah membukakan pintu untuk Irvan, Sally duduk di kursi pengemudi. Irvan sedang bertelepon dan berkata pamer, "Cih, tahu nggak siapa yang kurekrut sebagai asisten? Apa kamu ingat Albert?" Di Kota Titus, semua orang mengenal Albert. Albert sudah menjadi bintang bisnis yang sedang naik daun sebelum ditemukan oleh Keluarga Petro. Dengan ketampanannya dan pengalamannya merintis dari nol, Albert sangat terkenal saat itu. Setelah itu, Albert dibawa kembali oleh Keluarga Petro dan menjadi lebih terkenal karena latar belakang keluarganya yang luar biasa. Hanya saja, Albert memilih untuk tetap rendah hati selama bertahun-tahun ini. Albert fokus mengembangkan bisnisnya dan menolak semua wawancara. Perlahan-lahan, sosoknya pun menghilang dari sorotan publik. Namun, tidak ada warga di Kota Titus yang tidak tahu tentang Albert. Meskipun lingkaran bisnis Irvan sangat rendah, setidaknya dia pernah menjadi eksekutif senior di Grup Petro dan telah memiliki banyak koneksi. "Betul, istrinya jadi sopirku. Cih, Albert sangat sombong waktu itu." Mobil berhenti di depan sebuah hotel yang sangat terkenal. Sesudah memarkir mobil, Sally turun dan membukakan pintu untuk Irvan. Irvan menepati janjinya. Irvan sudah menyuruh orang untuk mentransfer 20 juta ke rekening Sally. Penghinaan Irvan sungguh tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan lingkaran pertemanan Albert. Sally sudah lama kebal terhadap penghinaan semacam itu. Sally dengan sungguh-sungguh menjalankan tugasnya sebagai asisten dan menekan tombol lift untuk Irvan. Akan tetapi, ada orang di dalam lift, yaitu Albert dan Hendra. Tebersit rasa kaget di mata Hendra. Hendra buru-buru melirik Albert dan tidak berani bersuara. Sally tidak menyapa mereka, justru Irvan yang menyapa, "Pak Albert, kebetulan sekali." Aura Albert terlalu kuat. Meskipun hanya ada empat orang, lift yang luas itu terasa penuh sesak hingga membuat tenggorokan orang sakit. Irvan melangkah masuk lebih dulu. Senyuman menghiasi wajahnya. "Bu Sally, ayo masuk. Apa perlu aku persilakan dulu?" Barulah Sally masuk dan menekan tombol lantai lima. Lantai kelima diperuntukkan untuk makan bisnis dan biayanya tidak murah. Dibandingkan dengan itu, lantai ketujuh bahkan lebih mahal dan tidak dapat dipesan oleh orang biasa. Tempat tujuan Albert adalah lantai tujuh. Begitu sampai di lantai lima, Sally hendak keluar bersama Irvan. Albert tiba-tiba bersuara, "Hendra." Tubuh Hendra menegang saat menunggu perintah. Akan tetapi, Albert seolah-olah hanya memanggilnya. Sally tertegun sejenak. Lalu, Sally perlahan berjalan ke luar lift. Pintu lift menutup dalam sekejap. Hendra merasa dirinya sedang ditimpa oleh gunung. Dia menelan air liur. "Akan segera kuselidiki." Menyelidiki mengapa Bu Sally bisa muncul di tempat itu, apalagi bersama Irvan. Dulu Irvan hampir mencium Bu Sally dengan paksa. Pak Albert sangat marah saat itu sehingga menyingkirkan Irvan dengan cara tegas. Sampai di lantai tujuh, Albert melangkah keluar. "Nggak perlu, terserah kalau dia mau merusak diri." Lagi pula, Sally bukan tidak pernah tidur dengan sembarangan pria. Hendra mengikuti Albert dan tak berani berkata apa-apa. Di sisi lain, Irvan membuka pintu ruangan dan menyapa orang-orang di dalam. "Semuanya, maafkan aku. Aku bertemu kenalan di lift tadi, jadi tertunda beberapa menit." Orang-orang itu adalah mitra yang akan bekerja sama dengannya sekarang. Perusahaan mereka tidak terlalu besar. Seseorang meledeknya, "Asisten baru Pak Irvan cantik sekali. Dengan kecantikannya, sayang kalau nggak jadi artis." Irvan merasa bangga. "Dia nggak sudi jadi artis." Sekelompok pria paruh baya mulai menceritakan lelucon kotor. Mata mereka terus-menerus tertuju pada Sally. Sally menunduk dan berpura-pura tidak melihatnya. Irvan mengangkat dagunya. "Tuangkan bir untuk Pak Kelvin. Dia sudah melihatmu dari tadi."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.