Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

Diana pun lega. Lalu, Diana berujar dengan suara lembut pada Sally, "Sally, kapan kamu pulang? Kemarin hujan, Nenek bawakan sup bergizi untukmu agar kamu nggak sakit lagi." Albert membalik halaman berikutnya dan mencibir. "Memangnya nggak ada yang bisa masak sup di rumahku?" Jelas bahwa Diana mendengar desas-desus di luar dan sengaja datang untuk mengecek keadaan mereka. Sally menunduk dan menjawab dengan patuh, "Aku pergi cari kerja hari ini. Aku akan segera pulang." Diana merasa lebih lega lagi. Dia tersenyum saat berkata, "Oke, oke. Kalau kamu sendirian di rumah, Nenek juga takut kamu jadi sakit. Kamu mau kerja apa? Nenek suruh Albert carikan posisi untukmu di perusahaan, yang gajinya tinggi dan nggak banyak pekerjaan. Kalian anak muda paling suka itu." Sally tidak kuat lagi mendengarnya. Sally hanya tidak ingin Diana pingsan karena terlalu emosi. Setelah menyahut beberapa kalimat lagi, Diana menutup telepon. Ketika mendengar bunyi tut-tut di ponselnya, Diana langsung melemparkan guling ke arah Albert. "Katakan saja, apa yang terjadi sebenarnya? Grup Petro akan bangkrut? Kenapa kamu menyuruh Sally pergi cari kerja?" "Dia sendiri mau berdikari. Buat apa Nenek ikut campur?" Diana merasa dirinya bisa mati karena emosi hanya berbicara dengan cucunya ini. Diana mengusap dadanya. "Kalau saja kamu memiliki separuh dari kesopanan kakakmu ...." Tebersit hawa dingin di mata Albert. Itu hanya serigala yang pandai menyamar. Dalam tujuh tahun sejak dia ditemukan kembali, Albert telah mengalami tidak kurang dari seratus upaya pembunuhan, baik besar atau kecil. Albert terlalu malas untuk berkonfrontasi. Diana akhirnya mulai tenang. Dia menghela napas panjang, "Sudahlah, yang penting kamu dan Sally rukun. Sally dari dulu sudah manis, Nenek langsung suka sejak pertama kali bertemu. Dulu kamu begitu bersemangat ingin menikahinya. Nggak tahu apa yang terjadi setelah itu sampai hubungan kalian bisa berakhir seperti ini." Albert hanya membaca kontrak dan tidak merespons. Tak lama kemudian, Sally pulang. "Nenek." Sally berganti sepatu di pintu masuk dan memanggil dengan patuh. Baru berjalan beberapa langkah saja, pandangan Sally menghitam dan dirinya hampir jatuh. Diana nyaris pingsan karena kaget. Diana bergegas berjalan ke depan dan ingin memegangi Sally, tetapi Sally sudah menopang dirinya pada lemari di samping untuk tetap berdiri. Wajah Sally sangat pucat. Sally buru-buru meminta maaf, "Maaf sudah membuat Nenek khawatir. Aku hanya agak pusing." "Astaga! Albert, kalau Sally mati karena demam, Nenek nggak akan mengampunimu!" Sally tidak bisa mendengar apa yang diperdebatkan oleh mereka karena dia benar-benar pingsan. Jovian datang ke rumah untuk mengukur suhu tubuh Sally dan pemeriksaan sederhana. "Ini hanya demam karena kelemahan fisik. Demamnya akan turun setelah beristirahat beberapa hari. Nenek Diana, jangan khawatir." Diana duduk di tepi ranjang dan menatap Sally yang terbaring tak sadarkan diri. Saking marah, Diana benar-benar ingin mencubit telinga Albert. "Lihat apa yang telah kamu lakukan padanya! Kenapa Sally makin kurus?" Setelah dipertimbangkan, Jovian akhirnya berkata, "Sally agak kurang gizi." Wajah Albert muram seketika. Istrinya kurang gizi? Bukankah dia akan ditertawakan jika hal ini terungkap? Albert memanggil dua pembantu yang biasanya merawat Sally di vila. Pembantu ketakutan hingga berlutut. "Pak Albert, ini bukan salah kami. Bu Sally sendiri yang nggak suka makan. Dia hanya baca buku setiap hari dan sering lupa makan." "Betul, kamu sudah mengingatkannya, tapi diabaikan." Wajah kedua pembantu itu pucat pasi. Albert bertanya lagi, "Kalian masak apa biasanya?" "Kepiting saus padang, bakso saus barbekyu yang juga menggunakan bumbu kepiting, iga bakar, dan lain-lain. Semua itu hidangan istimewa yang membutuhkan keahlian tinggi." Albert menyeringai sinis. "Kalian yang mau makan apa Sally? Selama tiga tahun merawatnya, apa kalian nggak tahu Sally alergi terhadap kepiting? Sally juga nggak suka makanan yang banyak lemak seperti iga bakar." Pembantu itu ketakutan hingga langsung bersujud. "Pak Albert, kami benar-benar nggak tahu!" Hal seperti itu sudah biasa bagi Diana. Pembantu bertindak sembrono karena Sally tidak disayangi oleh Albert. Sally bukan tipe orang yang suka mengeluh, jadi Sally menanggungnya. Pada akhirnya, kondisi fisik Sally menjadi seperti ini. Ekspresi Albert sangat muram. Sorot matanya memancarkan kekejaman yang menggetarkan. "Kemas barang-barang kalian dan pergi dari sini!" Kedua pembantu itu diutus dari kediaman besar, Diana mengenal mereka. Saat ini, mereka berlutut di depan Diana. "Nenek Diana, kami sudah bekerja untuk Keluarga Petro selama bertahun-tahun. Mohon jangan pecat kami." Diana menjauhkan mereka dengan kakinya. "Majikan kalian kurang gizi, tapi kalian malah montok. Kalian pasti sering makan enak dalam beberapa tahun ini, 'kan?" Kedua pembantu itu langsung pucat dan tidak berani berbicara lagi. Dalam beberapa tahun ini, Sally jarang berbicara dengan mereka. Setiap kali, Sally hanya membaca buku dalam keheningan. Makan pun hanya tahu dan sayuran. Sering sekali Sally duduk sendirian memandang ke luar jendela, seperti orang depresi. Akan tetapi, mereka bukan dokter. Lagi pula, semua orang tahu bahwa Sally tidak disayang. Pak Albert juga hampir tidak pernah pulang ke rumah. Nyali mereka makin besar. Mereka selalu memasak hidangan mewah, seperti Kepiting Raja dan Abalon hitam Alaska. Hanya saja, semua itu dilahap habis oleh mereka sendiri. Sally tak pernah memprotes. "Nenek Diana, kami ... kami ...." Kedua pembantu itu tidak berani berkata apa-apa lagi. Mereka pergi karena malu. Diana mengusap pelipisnya, lalu menampar Albert dengan keras. "Lihat apa yang telah kamu lakukan! Kalau kamu benar-benar nggak suka Sally, cepat cerai saja. Sally benar-benar sial sampai menikah dengan pria sepertimu." Tamparan itu sungguh di luar dugaan. Kepala Albert sampai miring. Jovian berdiri di samping dengan canggung. Dia sudah lama tahu bahwa Diana sangat menyukai Sally, tetapi tidak menyangka akan sesuka itu. Albert tidak mempermasalahkan tamparan itu, justru memutar badan Diana. "Nenek, cukup. Nenek istirahat dulu di kamar tamu. Kalau benar-benar mau Sally sembuh, Nenek bisa tinggal di sini untuk sementara waktu." Diana mengentakkan tangan Albert. "Albert, kuperingatkan kamu, Nenek jauh lebih suka Sally dibanding kamu. Kalau kamu nggak menyayangi Sally, Nenek akan mencarikan jodoh baru untuknya." Aura dingin melintas di mata Albert. "Selain aku, memangnya Sally bisa bersama siapa? Nenek, Sally sudah bersamaku dari umur 12 tahun." Dulu, tubuh Sally mungil dan kurus kerempeng. Saat diberi sepotong roti, Sally memegangnya erat-erat, seolah-olah itu harta paling berharga.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.