Bab 1
Selama tiga tahun menikah dengan Stanley Sentana, aku sudah berusaha sebaik mungkin memainkan peran sebagai istri yang sempurna. Diam-diam aku mendukung kariernya di balik layar, meski dia tak pernah mengizinkanku muncul di hadapan publik.
Namun, tiba-tiba, dia membawa pulang seorang wanita, dan mengumumkan pada dunia bahwa dialah Nyonya Sentana dan seluruh dunia pun ikut memberi selamat pada mereka.
Aku sudah banyak mengalah dalam segala hal, tapi wanita itu tetap tak bisa menyembunyikan kebenciannya. Sambil tersenyum, dia berkata, "Percaya nggak kalau aku bisa membuatmu lenyap dari sini selamanya?"
Detik berikutnya, dia langsung melompat ke dalam air, dan Stanley-lah yang mengangkat tubuhnya yang gemetar keluar dari kolam, sambil membentakku karena dianggap terlalu kejam.
Aku belum sempat menjelaskan ketika dia tiba-tiba sudah mendorongku dengan kuat hingga jatuh ke dalam air.
"Hanna, apa kamu nggak tahu dia paling takut air?"
Saat itu aku baru menyadari bahwa dia tidak pernah menganggapku sebagai istri yang sebenarnya. Semua rasa sayang yang kupikir ada ternyata hanya delusiku sendiri.
Rasa sesak yang hampir merenggut nyawaku membuatku berhenti melawan. "Stanley, mari kita bercerai."
...
"Nyonya Sentana, mohon bersiap. Satu jam lagi acara akan dimulai."
Hari ini, Grup Sentana mengadakan konferensi pers untuk meluncurkan produk generasi terbaru. Para pemilik pabrik dari seluruh dunia berkumpul di sini, menunggu peluncurannya.
Bahkan sebelum matahari terbit, para wartawan sudah memenuhi tempat itu.
Hanna telah mempersiapkan untuk hari ini selama tiga bulan.
Para wartawan sudah menyebarkan kabar bahwa konferensi pers hari ini akan dipandu oleh Nyonya Sentana yang selama ini tidak pernah tampil di depan publik. Tak terhitung banyaknya reporter hiburan yang ikut datang demi melihat seperti apa sosok istri Pak Stanley yang selama ini hanya terdengar dalam rumor.
Naskah di tangannya telah basah dan kusut oleh keringat, sementara waktu di layar ponselnya terus berjalan.
Meski seluruh isi naskah sudah di luar kepala, rasa gugup tetap tidak bisa dihindari.
Obrolan di aplikasi pesan masih berhenti pada kalimat "Selamat pagi" yang dia kirim. Dia berharap Stanley datang untuk memeluknya, tetapi pria yang biasanya jarang bicara padanya itu jelas tidak akan memberikan perhatian pada saat-saat seperti ini.
Stanley tidak suka dia tampil di depan umum. Untuk acara kali ini saja, Hanna harus membujuknya berkali-kali, bahkan sampai meminta bantuan ayah Stanley, barulah Stanley bersedia mengizinkan dengan setengah hati.
Hanna menggeleng pelan dan menyimpan kembali naskahnya.
Tinggal setengah jam sebelum acara dimulai, sudah waktunya berganti pakaian.
"Gaun resminya, bukankah sudah diambil?" Seorang staf menatap Hanna dengan bingung. "Bukankah ini gaun yang seharusnya Anda kenakan hari ini?"
Dia menunjuk pada gaun merah pas badan yang dikenakan Hanna.
Seperti disiram air es, Hanna terperanjat. "Maksudku gaun untuk pembawa acara. Di mana gaun pembawa acaranya?"
Staf itu akhirnya mengerti. "Oh, gaun pembawa acara sudah dikirim ke Nona Sheila. Anda tenang saja."
Nona Sheila ... Sheila Chandra?
Mata Hanna membesar. Dia meraih staf itu dengan tergesa. "Nggak. Itu bukan gaunnya. Aku yang menjadi pembawa acara. Kenapa gaunnya diberikan pada dia?"
"Gaun itu memang untuknya," jawab staf yang sama sambil menunjukkan daftar susunan acara. "Lihat, sejak awal pembawa acaranya adalah Nona Sheila."
Di daftar itu, nama teratas adalah Presdir Grup, Stanley Sentana. Tepat di bawahnya pada kolom pembawa acara tertulis nama Sheila Chandra. Sedangkan namanya sendiri ditempatkan di bagian paling bawah sebagai tamu undangan.
Hampir pada saat yang sama ketika melihat namanya tercantum sebagai tamu, terdengar sorakan besar di area depan, disusul suara pembukaan manis dari Sheila.
Di saat yang bersamaan, pesan dari Stanley muncul di layar.
"Kemarilah."
Seakan kehilangan jiwanya, Hanna berjalan mendekat dan duduk di samping Stanley, sementara matanya hanya bisa terpaku pada Sheila yang tampil anggun di atas panggung.