Bab 142
Aku kembali ke kamar, mencoba memahami dengan caraku sendiri. Aku membayangkan ekspresi Petrus saat mengucapkan kata-kata itu. Suara manusia juga memantulkan emosi pada saat itu. Kalau direnungkan dengan saksama, bisa dirasakan. Lalu mengurai satu per satu kata itu untuk dicocokkan.
Saat aku sadar kembali, hari sudah gelap. Ada yang mengetuk pintu dari luar, menyuruhku turun makan malam. Aku membuka pintu, keluar, Bi Hana kaget melihat penampilan. Aku bingung dan bertanya, "Bibi, aku kenapa?"
"Kamu sudah mengurung diri di kamar hampir seharian. Siang dipanggil makan juga nggak mau."
Bi Hana mengoceh sambil menarikku turun ke lantai bawah. Dion juga sudah duduk di meja makan. Aku duduk di hadapannya, lalu berkata penuh semangat, "Poin-poin yang kamu suruh aku cari, semuanya sudah berhasil diuraikan."
"Makan dulu, baru bicara."
"Baik!"
Aku segera menghabiskan makananku. Selama waktu itu, Dion sempat beberapa kali menatapku dengan heran, tapi tidak bilang apa-apa. Setelah makan, Bi Hana m

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda