Bab 2443
Tadinya mereka bekerja dengan baik, Aylin keluar karena tahu ibunya datang.
Mengapa orang ini malah menghantam kepalanya dengan termos?
Mungkinkah dia bisa lolos dari hukum dengan mengatakan dia adalah ibunya?
Mana mungkin itu terjadi?
Melinda terus melawan dalam perjalanan ke kantor polisi, "Kalian nggak bisa menangkapku. Aku ibunya. Aku sedang mendidik putriku. Hukum mana yang kulanggar?"
Seorang polisi wanita berkata dengan tidak sabar, "Karena ibu sepertimu, banyak sekali anak-anak yang malang."
"Kamu pikir sebagai ibunya, kamu bisa melakukan apa pun terhadap putrimu sesuka hati?"
"Kamu memukul kepala putrimu dengan termos, apa kamu mau membunuhnya?"
"Ini pembunuhan berencana, jadi nggak perlu membela diri."
Mereka sering melihat kasus antar orang tua di kantor polisi, tapi ini pertama kalinya mereka melihat ibu yang begitu kejam.
Sebagai penonton saja mereka tidak tahan, apalagi Aylin.
Levina tidak pernah menyangka, Melinda bukan hanya gagal melaksanakan tugasnya, dia bahkan dibawa ke kantor polisi!
Ketika menerima telepon di lokasi syuting, dia terlihat kesal.
"Siapa katamu?"
"Melinda Santosa?"
"Dia bukan ibuku, tolong jangan hubungi aku lagi. Ya, kalian salah sambung, putrinya adalah Aylin Respati."
"Benar, aku sedang sibuk, kalau nggak ada urusan lagi, aku tutup dulu."
Levina melihat ekspresi sutradara yang tidak sabar dan segera memutuskan panggilan.
Susah payah dia mendapat kesempatan untuk syuting iklan, dia tidak ingin melewatkannya karena Melinda.
Melinda dibawa ke kantor polisi karena kebodohannya sendiri, tidak ada hubungan dengannya.
Petugas polisi wanita mengakhiri panggilan tanpa daya, "Dia bilang dia bukan putrimu, apa kamu memberikan nomor yang salah?"
Senyuman di wajah Melinda sangat dipaksakan. Jika masalah ini sampai ke telinga Peter, dia akan mendapat lebih banyak masalah, jadi dia langsung memberikan nomor ponsel Levina.
Levina yang memintanya untuk menemui Aylin, 'kan? Namun, tak disangka, dia akan mengatakan hal seperti itu pada polisi.
"Nona, apakah kamu nggak menyampaikan masalahnya dengan jelas? Mungkin dia nggak tahu betapa mendesaknya masalah ini, makanya nggak datang? Bisakah kamu meneleponnya lagi?" bujuk Melinda.
Petugas polisi melakukan permintaannya dengan tidak berdaya, tetapi kali ini, ponsel Levina bahkan tidak bisa dihubungi.
Dia langsung mendekatkan ponselnya ke telinga Melinda, "Dengar, bukan aku nggak menyampaikannya, tapi dia sama sekali nggak mau datang. Bukankah sikapnya cukup menjelaskan semuanya?"
Melinda terduduk di kursinya dengan putus asa. Dia tidak pernah menyangka pengorbanannya selama ini sia-sia.
Awalnya dia mengira telah melakukan yang terbaik untuk keluarga ini.
Demi Levina, dia bahkan mengesampingkan putrinya sendiri.
Gunung es sekalipun akan meleleh secara perlahan, tapi fakta telah menampar wajahnya.
Apakah semua rasa hormat dan kasih sayang Levina di hadapannya palsu?
Jika tulus, mengapa dia bahkan tidak mau mengunjunginya di kantor polisi?
Melinda sakit hati hingga benar-benar merasa bingung.
Putri kandungnya dirawat rumah sakit akibat perbuatannya. Satu-satunya putri yang telah dia curahkan seluruh upaya dan cintanya selama bertahun-tahun justru mengabaikannya.