Bab 7 Aku Membunuh Seseorang?
Bibi Winda yang tidak ingin menyerah, datang mencari Selena. Dia berharap Selena akan berbicara pada Michael untuk tidak mengusirnya. Lagi pula, gaji bekerja di keluarga lain tidak akan sebanyak bekerja di sini.
"Karena Michael sudah memutuskan, aku juga nggak bisa membantumu." Selena sebenarnya masih merasa kesal pada Bibi Winda. Kenapa dia bisa mengkhianatinya secepat itu?
"Nyonya, aku diusir Pak Michael karena aku mencoba membantumu!" seru Bibi Winda sambil menangis.
"Kamu juga nggak banyak membantuku," ujar Selena dengan tidak sabaran.
"Nyonya, kamu nggak bisa melakukan ini," ujar Bibi Winda.
"Salahkan saja si pelakor itu. Kalau kamu bisa menyingkirkannya, aku akan mencari cara untuk membawamu kembali." Kali ini Felicia sudah membuatnya terlihat sangat buruk. Jika dendam ini tidak dibalaskan, Selena tidak akan bisa tenang!
"Apa yang bisa aku lakukan untuk menyingkirkannya?" tanya Bibi Winda dengan terkejut. Michael jelas-jelas sangat melindungi wanita murahan itu.
"Kamu kembalilah ke vila ...." Selena berbisik di telinga Bibi Winda dengan wajah mengerikan.
Bibi Winda bertanya, "Nyonya, apakah ini bisa berhasil? Ini ... aku ... aku nggak berani ...."
"Kamu cukup melakukan tugasmu saja, aku yang akan mengurus sisanya. Asal kamu berhasil menyingkirkannya, kamu nggak hanya bisa kembali, tapi kamu juga akan mendapatkan banyak uang. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan apa pun seumur hidup. Bukankah anakmu ingin ke luar negeri?" kata Selena.
"Bisakah kamu menjamin keamananku?" Bibi Winda mulai goyah.
"Enam tahun yang lalu, Ayah wanita murahan ini dipukuli sampai mati, bukankah dia mati begitu saja? Di dunia ini, nggak ada masalah yang nggak bisa diselesaikan dengan uang. Aku akan meminta Aran pergi bersamamu, jadi kamu bisa merasa tenang, 'kan?" Senyum sinis muncul di sudut bibir Selena. Setelah mengatakan ini, dia melepaskan gelang mahalnya, lalu memakaikannya di tangan Bibi Winda.
Bibi Winda langsung mengambil keputusan. Begitu melihat gelang yang jernih itu, godaan seperti setan yang memasuki otaknya, membuatnya langsung memercayai Selena.
Selena memberi beberapa instruksi pada Aran. Aran mengikuti Bibi Winda kembali ke vila di Gunung Barat. Ketika pengawal melihat bahwa keduanya adalah orang yang dikirim Selena, pengawal mengira mereka hanya datang untuk mengambil barang.
Aku sedang mengupas apel di ruang tamu ketika melihat Bibi Winda melangkah masuk. Di belakangnya ada seorang gadis yang mengikuti. Aku tidak tahu apa yang ingin mereka lakukan.
"Bukannya kamu sudah disuruh pergi? Kenapa kamu kembali lagi?" tanyaku acuh tak acuh.
"Dasar wanita murahan! Kamu membuatku kehilangan pekerjaan, apa kamu senang? Aku nggak pernah menyakitimu, tapi kenapa kamu menyakitiku?" Bibi Winda mengutuk dengan kejam.
"Bukan aku yang membuatmu kehilangan pekerjaan, tapi Michael yang menyuruhmu pergi. Tanyakan padanya saja." Aku berdiri untuk naik ke lantai atas, lalu berkata padanya, "Ambil barang-barangmu dan cepat pergilah. Kamu selalu merasa kesal melihatku, sementara aku juga nggak mau mendengarmu memakiku."
"Dasar wanita jalang, aku akan membunuhmu!" Bibi Winda berlari naik dengan cepat, langsung menyerangku dengan pisau buah. Aku merasa terkejut. Apa dia sudah gila? Apa dia benar-benar ingin membunuhku?
Saat kami saling berkelahi, pisau itu melukai lenganku.
Namun, Bibi Winda tetap tidak mau menyerah, bertekad untuk membunuhku.
Pada saat itu, gadis yang terus berdiri menonton bergegas naik. Ketika aku dan Bibi Winda sedang berjuang, dia mendorong Bibi Winda dari depan dengan keras. Bibi Winda terjatuh dari lantai dua ke bawah dengan kepala terlebih dulu.
Aku mendengar suara dentuman yang keras. Bibi Winda tergeletak di lantai satu dengan banyak darah yang mengalir dari kepalanya, perlahan menyebar di lantai.
"Kamu mendorongnya?" tanyaku dengan nada tajam.
"Kamu yang mendorongnya." Gadis itu menyeka tangannya dengan sapu tangan sambil tertawa dingin, lalu perlahan turun untuk menelepon polisi.
Aku segera berlari turun untuk memeriksa Bibi Winda. Tidak lama kemudian, polisi dan Selena datang bersamaan.
"Bibi Winda!" Selena berlari ke hadapan Bibi Winda, memanggil beberapa kali, tetapi Bibi Winda tidak bergerak.
"Dia sudah meninggal! Bibi Winda sudah merawatku selama bertahun-tahun. Kamu sangat kejam ...." Selena yang ketakutan terduduk di lantai sambil menunjukku, serta menangis dengan keras.
"Nyonya, dia dan Bibi Winda bertengkar. Dia yang mendorong Bibi Winda," kata gadis itu sambil menunjuk ke arahku.
"Tolong ikut ke kantor polisi dengan kami." Polisi mengamankan TKP, memborgol tanganku, lalu membawaku ke dalam mobil polisi.
Aku tidak menyangka Bibi Winda akan meninggal. Lebih tepatnya, aku tidak menyangka dia akan meninggal tepat di hadapanku.
Saat Michael menerima kabar ini, media sudah mengetahui beritanya.
Desas-desus beredar bahwa simpanan Michael yang manja dan sombong sudah membunuh seorang pelayan tua.
Awalnya aku merasa takut. Bagaimanapun juga, ini adalah nyawa manusia. Kemudian, hatiku tidak merasakan apa-apa lagi.
Tidak penting apakah orang-orang mengatakan aku membunuh Bibi Winda atau tidak.
Selama aku berada di samping Michael, tidak akan ada hari yang damai.
Jika Michael menyelamatkanku, aku akan tetap tersiksa di sisinya.
Jika Michael tidak menyelamatkanku, itu juga tidak apa-apa. Jika aku mati, aku tidak perlu bertemu dengannya lagi.
Entah sudah berapa hari aku berada di dalam. Ada orang yang terus menginterogasiku.
Aku sudah mengulang cerita yang sama tentang apa yang terjadi berkali-kali.
Hari ini polisi memberitahuku bahwa ada orang yang ingin bertemu denganku.
Setelah mereka keluar, aku melihat bahwa orang itu adalah Michael.
"Obat ini ditemukan di kamarmu, jadi kamu yang meracuni secangkir teh itu? Apa kamu membunuh Bibi Winda untuk membungkam mulutnya?" tanya Michael dengan tenang.
Ketika mendengarnya aku tertegun, lalu tertawa keras, "Hahaha ...."
Orang yang berpura-pura tidur tidak akan bisa dibangunkan. Aku tidak menyangka Michael tidak memercayaiku bahkan dengan bukti sekuat ini.
"Benar, aku memberi obat pada diriku sendiri, lalu bersekongkol dengan Bibi Winda untuk menjebak Selena, lalu aku membunuh Bibi Winda. Apa kamu puas dengan penjelasan ini?" kataku.
"Felicia, bahkan di saat seperti ini kamu masih bersikap seperti ini? Kalau aku nggak melindungimu, kamu hanya akan mati!" Michael tidak menyangka aku tidak mengatakan sepatah kata baik pun. Pria itu tampak sangat membenciku.
"Apa kamu salah paham? Bukankah aku menjadi seperti ini karena kamu? Aku hidup sendiri dengan baik, bagaimana bisa aku mengenal Bibi Winda atau Bibi siapa pun itu? Kamu yang mendorongku ke jurang, tapi kamu masih ingin aku berterima kasih karena kamu menarikku keluar? Kamu sedang bermimpi!" ujarku.
Memang kenapa kalau aku harus mati? Apa aku takut mati? Hidup yang lebih buruk dari kematian beberapa tahun lalu itulah yang menakutkan.
"Kamu ...."
"Terserah kamu saja. Aku nggak peduli sama sekali. Apa kamu berpikir aku adalah wanita jahat? Kalau begitu, mungkin aku lebih buruk dari yang kamu bayangkan!" balasku.
Michael menyadari bahwa beberapa tahun lalu dia tak berdaya menghadapiku. Setelah sekian tahun berlalu, ternyata dia masih saja tidak mampu menghadapiku.
Aku terus menantang batasan pria itu, mengubah persepsinya tentangku berulang kali.
"Kalau begitu, kamu mati saja." Setelah Michael mengucapkan kalimat ini, dia mengabaikanku.
Sebelum bertemu dengan Michael, aku memperhatikan bahwa polisi berbicara padaku dengan cukup sopan, menahanku di sel isolasi sendirian.
Setelah aku bertemu dengan Michael, polisi bersikap kasar padaku, langsung memindahkanku ke rumah tahanan di pinggiran kota. Aku dikurung bersama sekelompok tahanan wanita.
Aku adalah orang baru yang cukup cantik di sini, membuatku menjadi tipe orang yang paling tidak mereka sukai. Mereka mengatakan kalau aku terlalu genit!
Begitu masuk, mereka langsung memukuliku. Mereka memukuliku dengan menggunakan buku sebagai bantalan, sehingga tidak akan tampak luka dari luar.
Tidak ada yang peduli, tidak ada yang bertanya, aku juga tidak memiliki siapa pun untuk diajak berbicara.
Kematian bukan hal yang menakutkan. Tidak bisa mati itu adalah yang menakutkan.
Aku tidak makan ataupun minum. Aku sengaja tidak melakukan perintah wanita-wanita ini. Aku ingin mereka memukuliku sampai aku mati.
Namun, mereka tidak melakukan sesuai keinginanku. Mereka menuangkan kuah sayur basi ke mulutku, lalu menyekanya dengan air dingin sebelum petugas inspeksi tiba.
Saat aku pingsan, mereka berulang kali menyiramku dengan air dingin untuk membangunkanku. Luka di tubuhku sebelumnya belum sepenuhnya sembuh, jadi perlakuan mereka ini menyebabkanku demam tinggi hingga tidak sadarkan diri.