Bab 8
Dengan suara keras, semua bisik-bisik langsung lenyap.
Tina menutup mulutnya, dan menatap Wulan dengan kaget.
Tangan Wulan berlumuran darah, bahkan agak gemetar, tetapi tatapannya sangat teguh.
Pria itu menutupi kepalanya, darah segar mengalir di sepanjang kulitnya.
Tatapannya buas, langkahnya gontai.
"Wulan, kamu berani memukulku?!"
"Siapa yang memberimu nyali ... "
Dia melangkah perlahan ke arah Wulan.
Wulan menatapnya tajam, waspada mundur beberapa langkah.
Pria itu mengangkat tangannya dan menampar wajah Wulan dengan keras.
Tenaganya begitu besar hingga tubuh Wulan hampir terlempar.
Separuh wajahnya membengkak, darah mengalir dari sudut bibirnya, tubuhnya membentur tepi meja dengan keras.
Pria itu masih ingin melanjutkan, tetapi akhirnya Sigit membuka mulut.
"Cukup."
"Panca, apa lagi yang ingin kamu lakukan?"
Panca Caraka berbalik, suaranya dingin. "Sigit, biasanya aku sudah cukup memberi muka padamu."
"Hari ini Wulan berani melawanku, urusan ini nggak akan selesai begitu saja!"
Si

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda