Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6 Memanfaatkan Kesempatan

Sabrina melirik ke arah tangan Nadine sejenak. Dia sontak berdiri dan memadamkan rokoknya. "Gila! Berani sekali kamu. Kamu pikir dia orang yang bisa diperlakukan seenaknya?" Nadine mengganti pakaian sambil berkata, "Aku harus segera memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali mencarinya." Kak Sabrina menghela napas. "Kamu sih sama saja cari mati." Dua puluh menit kemudian, Nadine berdiri lagi di depan pintu klub. Di ruang biliar dalam ruang VIP lantai paling atas, beberapa pria sedang asyik bermain biliar. Suasananya tampak hening. Pintu tiba-tiba terbuka, lalu seorang pelayan melangkah masuk dengan hati-hati, lalu berbisik pada Ravin, "Pak Ravin, di luar ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan Anda. Dia bilang barang pribadi Anda ada di dia." Pria tegap yang berada di sisi Ravin, bernama Donny Liman, segera menoleh dengan ekspresi yang penuh makna dan berkata sambil bercanda, "Seceroboh itukah kamu?" Ravin menundukkan pandangannya, dan melirik ke lengan kemejanya, lalu berkata dengan dingin, "Nggak mau ketemu". Pelayan itu segera berbalik. "Eh, jangan dong, kalian sudah tidur bareng juga, kenapa masih setega itu? Di hari sedingin ini, gadis itu toh sudah susah payah ke sini. Biarkan dia masuklah untuk menghangatkan diri." Donny tersenyum dan berkata kepada pelayan itu, "Jangan dengarkan dia, bawa orang itu masuk." Ketika berdiri kembali di depan pintu ruang biliar, Nadine mengira dia akan bertemu secara pribadi dengan Ravin. Namun, begitu pintu terbuka, tatapannya membeku. Ternyata, di dalam terdapat lebih dari dua puluh pria dan wanita. Nadine dengan cepat mengalihkan pandangannya dari beberapa pria di samping meja biliar ke arah Ravin. Pria itu berdiri membelakangi pintu, sambil memegang tongkat biliar di satu tangan dan menyelipkan sebatang rokok di tangan lainnya. Dia terlihat begitu santai. Nadine segera menyapa Ravin dengan hormat, "Pak Ravin". Lalu, dia dengan tenang menunggu pria itu menoleh. Ravin tidak menoleh, tetapi perhatian semua orang satu per satu mulai tertuju pada Nadine. Nadine telah memperbaiki makeup-nya dalam perjalanan tadi. Dengan adanya sentuhan makeup itu, wajah yang awalnya terlihat polos itu menjadi lebih memancarkan pesona naturalnya. Keluguan dan daya pikat di wajah Nadine berpadu dengan sempurna. Wajahnya tak hanya terlihat cantik, tetapi tampak semakin memesona, membuat orang sulit untuk mengalihkan pandangannya. Lima detik berlalu, Ravin bahkan tidak menoleh ke arah Nadine. Suasana seketika berada dalam keheningan yang canggung. Nadine melangkah mendekat dan berdiri di belakang Ravin, lalu berkata lembut, "Pak Ravin, kancing manset Anda tertinggal di badanku, makanya aku sengaja kembali untuk mengembalikannya." Begitu Nadine selesai berbicara, ruang biliar yang luas itu menjadi sunyi, hanya ada suara tongkat biliar yang beradu dengan bola. Saat hendak melangkah maju lagi, Nadine mendengar suara pria yang dalam dan familier dari depan, "Letakkan saja barangnya." Yang maksudnya adalah Nadine harus pergi dari sini. Nadine menarik napas dalam-dalam. Dia menatap punggung pria yang acuh tak acuh itu, lalu berkata, "Selain itu, aku juga ingin meminta maaf secara langsung kepada Anda. Aku nggak bermaksud menipu Anda malam tadi. Aku terpaksa melakukannya. Aku berharap Anda bisa memaafkanku. Kalau Anda benar-benar marah, silakan hukum aku sesuka hati, aku akan menerimanya." Orang-orang yang hadir di tempat itu tidak mengerti maksud di balik kata-kata Nadine, tetapi kalimat terakhir "silakan hukum aku sesuka hati, aku akan menerimanya", yang keluar dari mulut seorang wanita cantik, akan membuat orang membayangkan hal yang negatif. Suasana di sekitarnya seolah memanas, tetapi yang menjawab Nadine hanyalah suara bola biliar yang nyaring dari atas meja. Ravin membungkuk dan mengayunkan tongkat biliar. Setelah memasukkan bola terakhir di atas meja, pria itu akhirnya berbalik dan menatap wajah Nadine dari atas. Wajah Nadine terasa panas, bulu mata yang lentik sedikit bergetar. Bibir tipis Ravin terbuka. "Keluar dari sini." Mata Nadine tiba-tiba bergetar, dan pipinya seketika merona panas. Setelah tertegun selama lima detik, Nadine mulai membuka kancing bajunya. Nadine mengenakan jaket hitam. Kerahnya yang tegak menutupi lehernya dengan rapat. Namun, dua kaki ramping yang terlihat di bawah ujung jaket itu tampak telanjang, membuat orang tak kuasa membayangkan apakah dia mengenakan sesuatu di balik pakaian itu. Selama ini banyak wanita mencoba merayu Ravin, tetapi Nadine adalah wanita pertama yang berani melepas pakaian di depan umum seperti ini. Para pria di ruangan itu semuanya terbelalak.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.