Bab 260
Semua itu jelas-jelas hanya mimpi.
Namun, Yavin tidak bisa melupakan tatapan dirinya yang masih remaja. Tatapan yang penuh ejekan, keyakinan, dan sindiran.
Dia meraih laci di samping tempat tidur. Obat tidur tinggal dua butir terakhir.
Dua butir itu pun tidak cukup untuk membuatnya tenang dan tertidur malam ini.
Yavin bangkit, berjalan ke jendela.
Di atas sofa kulit hitam, di bawah cahaya bulan yang dingin menembus jendela besar, jemarinya menjepit sebatang rokok. Abu rokok menggantung, warna merah di ujungnya menyala redup silih berganti. Dia mengisap dalam-dalam hingga pipinya cekung, asap kelabu menutupi wajahnya.
Yavin duduk di sofa, seluruh tubuhnya seperti lukisan yang dingin dan kesepian.
Dia duduk cukup lama.
Karena mimpi itu, mimpi yang nyata sekaligus samar, seperti penglihatan dari dimensi lain.
Yavin duduk di depan jendela hingga fajar menyingsing.
Nemo mendekat, menjilat tangannya.
Yavin menatap anjing di depannya. Nemo sudah tidak muda lagi, bulu di pipinya mulai memutih.

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda