Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9

Victor melihat jam, tepat pukul sepuluh. Saat hendak menelepon Julie, dia melihat dari kejauhan Julie berdiri di bawah pohon besar. Dia mengenakan pakaian gelap. Dari kejauhan, dalam guyuran gerimis, tubuh Julie tampak kurus sekali, seakan tertiup angin pun bisa jatuh. Victor teringat Julie saat baru menikah dengannya. Dia sangat bersemangat. Dia tidak seperti sekarang yang pucat dan kurus hingga tinggal tulang. Dia membuka payung dan melangkah ke arah Julie. Setelah beberapa saat, Julie baru sadar kehadirannya. Tiga tahun berlalu, Victor hampir tidak berubah. Dia masih setampan dulu. Sekarang, dia malah lebih dewasa dan berwibawa. Julie agak linglung. Dia merasa tiga tahun hanya sekejap. Namun, juga terasa seperti telah menghabiskan seluruh hidupnya. Victor berdiri di depannya sambil menatap dengan cuek. Dia menunggu Julie minta maaf. Sudah ribut begini lama, cukup sudah! Namun, Julie malah berkata, "Sudah mengganggu waktumu. Ayo masuk." Wajah Victor menegang, lalu wajahnya kembali masam. "Jangan menyesal." Dia menjatuhkan kata itu, lalu berbalik masuk ke kantor. Julie menatap punggungnya. Dia merasa getir. Menyesal? Entahlah, yang jelas dia lelah. Saat seseorang benar-benar ingin pergi, artinya harapannya sudah hilang. Kekecewaannya pun tidak bisa ditampung lagi. Di loket perceraian. Saat petugas bertanya, apakah mereka benar-benar sudah yakin. Julie menjawab dengan tegas, "Ya." Tatapannya yang teguh membuat Victor terdiam sesaat. Selesai mengurus, karena menjalani masa tenang, mereka harus kembali sebulan lagi. Jika tidak datang lagi, permohonan perceraian ini otomatis akan hangus. Keluar dari KUA. Julie menatapnya dengan tenang. "Sampai bulan depan. Jaga dirimu." Selesai bicara, dia melangkah ke hujan, menghentikan taksi, lalu pergi. Victor berdiri terpaku. Dia menatap mobil yang menjauh dengan hati yang bercampur aduk. Mungkin ini kebebasan. Dia tidak perlu terikat pada Julia lagi. Dia tidak perlu ditertawakan orang karena punya istri cacat. Saat ini, telepon Steve masuk. "Victor, sudah selesai?" "Yah." "Aku dengar sekarang ada masa tenang. Jangan sampai kamu iba sama si Tuli itu, Dia pasti punya akal lain," kata Steve. Yah. Julie mengejar Victor lebih dari sepuluh tahun. Tiba-tiba, dia menyerah. Siapa yang akan percaya? ... Di dalam taksi. Julie bersandar di kaca sambil menatap butir hujan jatuh dengan linglung. Begitu sopir melihat dari kaca spion, dia melihat darah mengalir dari telinga Julie. Dia kaget bukan main. "Nona! Nona!!" Setelah dipanggil berkali-kali, Julie tidak merespons. Sopir buru-buru menghentikan mobilnya. Julie heran. Belum sampai tujuan, kenapa dia berhenti? Dia menatap sopir. Begitu melihat bibirnya bergerak, dia baru sadar pendengarannya hilang lagi. "Apa? Aku tak dengar." Sopir mengetik pesan, lalu memberi tahu kondisinya. Julie mengangkat tangan dengan perlahan. Ujung jarinya terasa hangat. Dia seolah sudah terbiasa. "Tak apa-apa, aku sering begini, tak masalah." Pendengarannya lemah. Namun, awalnya tidak pernah berdarah begini. Hal itu karena dua tahun lalu, di sebuah pesta, Steve mendorongnya ke kolam renang. Julie tidak bisa berenang, hingga gendang telinganya pecah. Waktu itu, dia nyaris mati. Setelah dibawa ke rumah sakit, telinganya pun bermasalah. Padahal dulu sudah sembuh. Entah kenapa belakangan sering kambuh lagi .... Sopir khawatir, jadi dia membawa Julie ke rumah sakit terdekat. Julie berterima kasih, lalu masuk periksa sendirian. Kali ini, dokternya adalah dokter yang selalu menanganinya. "Dokter Jack, belakangan ingatanku buruk sekali. Aku sering lupa sedang apa," kata Julie. Pagi tadi, saat bangun di penginapan, Julie kembali lupa. Setelah beberapa saat, dua baru ingat jika dia harus mengurus perceraian dengan Victor. Jadi, sejak pagi dia sudah pergi ke KUA dan menunggunya. Dia takut lupa, jadi dia berulang kali melihat pesan yang dikirim Victor. Dokter menerima hasil pemeriksaan terbaru Julie, ekspresinya tampak murung. "Nona Julie, aku sarankan kamu periksa lebih lanjut, termasuk kondisi psikologis." Psikologis .... Julie mengikuti saran itu. Dia menjalani tes psikologis. Hasilnya, dia juga mengidap depresi. Umumnya, daya ingat penderita depresi berat akan menurun. Sebelum kembali ke penginapan, Julie membeli buku catatan dan pena. Dia menulis semua kejadian terbaru, lalu menaruhnya di samping ranjang agar bisa langsung dilihat saat bangun. Saat berbaring untuk istirahat. Julie membuka ponselnya, mencari cara menyembuhkan depresi, lalu melihat sebuah kalimat. "Semoga kamu berusaha semampumu menyembuhkan diri sendiri. Jangan berharap orang lain akan menyelamatkanmu." Julie membaca dalam diam. Kemudian, dia menutup ponsel dan memejamkan mata. Berita perceraian Julie dan Victor sudah heboh ke mana-mana. Malam itu, Poppy meneleponnya berkali-kali. Namun, Julie tidak mendengarnya. Saat bangun keesokan paginya. Dia melihat pesan dari Poppy. [Di mana kamu?] "Kamu kira kamu siapa? Kalau cerai, seharusnya Victor yang menolakmu!" "Kamu pembawa sial! Waktu menikah, ayahmu kecelakaan. Sekarang cerai, kamu mau bikin Keluarga Purnama bangkrut juga?" Julie membaca pesan-pesan itu. Dia sudah terbiasa. Dia mengetik. "Ibu, mulai sekarang kita harus hidup mandiri. Jangan terlalu bergantung pada orang lain." Tidak lama kemudian, pesan Poppy masuk lagi. "Kamu anak tak tahu diri! Aku seharusnya tak melahirkanmu!" Julie tidak membalas lagi. Dia meletakkan ponsel ke samping. Dia berpikir, setelah benar-benar cerai dengan Victor bulan depan, dia akan meninggalkan Kota Torun dan memulai hidup baru. ... Beberapa hari berikutnya, kondisi tubuh Julie makin menurun. Dia sering tuli. Terkadang, butuh waktu lama baru pulih. Ingatannya pun makin memburuk. Kemarin saat keluar makan, dia bahkan lupa jalan pulang ke penginapan. Untungnya, dia membawa ponsel. Jadi, dia bisa menyalakan navigasi. Telinganya memang tidak bisa sembuh, tetapi depresinya bisa ditangani. Dia ingin berusaha membuat dirinya bahagia. Jadi, dia menyibukkan diri sendiri. Jadi, dia mendaftar sebagai relawan online. Dia merawat lansia terlantar dan anak yatim. Melihat mereka terbantu, Julie merasa menemukan kembali alasan untuk hidup. Beberapa hari kemudian, suatu pagi. Julie bangun. Dia melihat catatannya seperti biasa, lalu bersiap pergi ke panti asuhan. Namun, saat mengambil ponsel, dia mendapati banyak pesan belum terbaca. Ada dari Poppy. Juga dari adiknya, Samuel. Terakhir dari Clara .... Dia membuka satu per satu. Poppy mengirim pesan, [Seperti yang kamu mau, Keluarga Purnama bangkrut.] Samuel, [Terus saja sembunyi! Aku belum pernah lihat kakak sekejam dan pengecut sepertimu.] Clara, [Julie, tabahlah. Sebenarnya, Grup Purnama lebih bisa bertahan kalau di tangan Victor.] Clara, [Mengingat dulu Keluarga Purnama pernah menolongku, kalau ada yang bisa kubantu, katakan saja.] Julie belum tahu apa yang terjadi. Dia keluar dari pesan itu. Sebuah berita populer muncul.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.