Bab 5
Sebuah tangan yang kuat menarik lengan Kezia agar dia terpisah dari Alva.
Kezia mengerang kesakitan.
Kepalanya berdengung, seluruh organnya seakan-akan berpindah.
Melihat wajahnya yang meringis kesakitan, Reynald tertegun sejenak, lalu di matanya muncul tatapan mengejek.
"Kamu kira dengan menggunakan trik meminta kasihan begini, aku bakal kasihan padamu?"
Kezia dengan susah payah membiasakan dirinya dengan rasa sakit, lalu mendongak dan melirik Reynald dengan malas.
Dia menekan lambungnya yang sudah mati rasa saking sakitnya, lalu tertawa.
"Pak Reynald benar, aku memang sengaja minta dikasihani, Pak Reynald kaget sama aktingku?"
Mendengar itu, mata Reynald jadi semakin tajam.
Melihat Reynald yang marah gara-gara Kezia, Raina pun tidak bisa tinggal diam.
"Kak Kezia, Reynald juga begini karena khawatir. Kamu jangan nakal lagi, ayo pulang."
Mendengar suara Raina, Kezia meliriknya sekilas lalu menunduk melihat lantai.
"Kalian nggak usah mengkhawatirkanku, kamu bukannya sakit lambung? Suruh Reynald bawa kamu ke rumah sakit saja."
"Ayo, jangan sampai aku ulangi kedua kalinya."
Reynald mengernyit, nada suaranya penuh dengan kekesalan.
"Kezia." Alva melihatnya dengan khawatir.
Kezia melihat Alva lalu tersenyum tidak berdaya.
"Kezia Hartono."
Reynald kembali memanggil Kezia.
Kezia melihatnya dengan wajah tanpa ekspresi. "Ada apa lagi?"
Melihat Kezia seketus itu padanya, melihat di mata Kezia yang dingin tanpa perasaan sedikit pun, kekesalan yang familier kembali memenuhi hatinya.
Tatapan Reynald semakin dingin, matanya tertuju lurus pada mata Kezia, seakan-akan mau membunuhnya lewat tatapannya.
Kezia hanya tersenyum, lalu memalingkan wajahnya.
"Ayo kita pergi."
Kezia berkata pada Alva sambil menegakkan tubuhnya, berusaha keras menahan rasa sakitnya.
Namun, baru saja dia melangkahkan kakinya, dia kembali ditarik Reynald.
Dia pun masuk ke pelukan yang hangat, aroma segar yang familier menyelimutinya.
Reynald merangkul pinggangnya dengan kuat, matanya yang dingin kembali memancarkan amarah.
Saat bertatapan, muncul kepahitan di hati Kezia.
Dia mengangkat kedua tangannya untuk mendorong dada Reynald, matanya mulai basah oleh air mata.
"Lepas!"
Mendengar ini, tangan Reynald yang merangkul pinggangnya semakin kuat.
Kezia berusaha memberontak, tapi melihat dia tetap kalah, dia pun tertawa mengejek.
"Reynald, jangan-jangan kamu cemburu?"
"Cemburu?"
Reynald langsung melepasnya, lalu muncul kebencian di matanya.
"Kamu sekarang masih istriku, aku nggak punya hobi diselingkuhi, jadi perhatikan kelakuanmu."
Setelah itu, Reynald melirik Alva dengan tatapan merendahkan.
"Wanita jalang yang nggak bisa hidup tanpa lelaki begini, memangnya seru untuk dimainin?"
"Reynald Geraldi!"
Mata Kezia memerah.
Reynald bisa-bisanya mempermalukannya seperti ini!
"Kezia." Alva melihat Kezia dengan penuh perhatian, lalu dia tersenyum lembut. "Aku nggak peduli dengan kata-kata Pak Reynald."
Melihat Alva masih bisa tersenyum, Kezia menunduk malu.
Mungkin dia tidak seharusnya kemari.
Amarah di hati Reynald semakin menjadi-jadi, dia tanpa sadar kembali merangkul pinggang Kezia.
Dia mengangkat dagunya, melihat Alva seperti sedang melihat seekor semut.
"Atau mungkin kamu sukanya sama istri orang lain?"
"Kamu ...."
Wajah Alva memerah saking kesalnya.
Reynald lagi-lagi mencibir, suaranya semakin ketus. "Kezia masih istriku, jaga sikapmu."
Begitu kata "istri" diungkit, rasa kasihan Alva terhadap Kezia semakin jelas.
Dia melihat Kezia dengan tatapan kasihan. "Pak Reynald nggak seharusnya memaksakan kehendak. Kezia nggak mau pergi bersamamu, memangnya kamu nggak sadar?"
"Oh?"
Reynald mencengkeram dagu Kezia, memaksanya mendongak.
Saat melihat mata Kezia berkaca-kaca, cengkeramannya semakin kuat, seakan-akan ingin menghancurkan dagu Kezia.
Kemudian, dia membungkuk sambil tersenyum tipis.
"Nggak mau ikut aku? Kalaupun sekarang aku menyuruhnya telanjang dan tidur denganku di sini, dia juga akan menurutiku. Kamu percaya sama wanita murahan yang nggak bisa hidup tanpa pria begini?"
"Reynald ...."
Mata Raina semakin basah oleh air mata.
Dia tidak buta, dia bisa melihat jelas amarah di mata Reynald.
Reynald harusnya benci Kezia, tidak seharusnya ada emosi lainnya.
Namun, Reynald seakan-akan tidak mendengar kata-kata Raina, dia sibuk menatap Kezia.
Kezia pun tersenyum pahit.
Saat ini, rasa sakit di lambungnya sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit di hatinya.
Ternyata di hati Reynald, dia sudah sehina ini?
"Reynald," ujar Kezia ringan.
Saat mendongak lagi, matanya jadi sangat tenang, hanya saja suaranya agak serak.
"Bagimu, Raina sangat penting. Bagiku, Alva juga sangat penting. Kalau kamu nggak suka, kita cerai sekarang juga."
"Diam!"
Saat mendengar kata "cerai" lagi dari mulut Kezia, Reynald merasa sangat marah.
Dia melepaskan Kezia dengan jijik, lalu melirik Alva lagi.
Kemudian, dia langsung menarik Kezia ke luar, sama sekali tidak peduli dengan keringat dingin di keningnya, juga tidak menyadari kalau Kezia bisa dibilang sudah tidak bisa berjalan, hanya bisa pasrah diseret olehnya.
Kezia dilempar ke dalam mobil, setelah itu, Reynald juga ikut masuk.
"Jalan."
Mendengar suara Reynald yang dingin, Kezia tidak tahan lagi, sebuah cairan yang amis seketika keluar dari tenggorokannya.
Dia refleks menutup mulutnya dan membungkuk.
Melihat sikap Kezia, Reynald tertawa karena kesal.
"Kamu sebenci itu disentuh olehku?"