Bab 204
Windy langsung menolak, "Nggak boleh!"
Sambil berkata begitu, dia mendorongnya sekuat tenaga.
Tanpa sengaja, dorongan tangannya mengenai lengan kiri Hendry. "Ssshh ... " Hendry mengerang pelan, ekspresinya sedikit menegang.
Windy terhenti. "Ada apa denganmu?" tanyanya curiga.
Hendry menatapnya. "Windy, tanganku sakit," ujarnya pelan.
Dia mengangkat tangan kirinya ke depan wajahnya, memperlihatkannya dengan jelas.
Windy tahu tangan kirinya terluka cukup parah. Namun, yang tidak dia ketahui adalah luka itu sempat dijahit dengan 23 jahitan. Benangnya sudah dilepas, tetapi bekas luka itu tetap membekas dalam, menyerupai seekor ulat kecil yang menempel di telapak tangannya.
Lorong rumah sakit itu sepi, hanya mereka berdua yang ada di sana. Cahaya kuning temaram dari lampu di atas kepala mereka menyorot samar, membuat suasana terasa semakin intim. Hendry menatapnya dalam-dalam dan mengulang lagi. "Windy, kamu lihat, 'kan? Tanganku sakit."
Windy tidak mengerti kenapa pria seperti dia terus-te

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda