Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2

Setiap kali selesai memberi darah untuk Grace, Kirana harus beristirahat beberapa hari untuk memulihkan tenaga. Kali ini pun tidak terkecuali. Selama beberapa hari ini Keluarga Limanta akan menjaga Grace di rumah sakit, di rumah hanya ada dirinya seorang. Dia membawa gelas berjalan keluar dari kamar. Namun sebelum sempat melihat dengan jelas siapa yang datang, sebuah kotak melayang ke arahnya dan menghantamnya sampai matanya berkunang-kunang. Rasa sakit yang begitu familier, dia bahkan tidak perlu berpikir dan tahu kalau orang yang datang adalah ibu tercintanya. "Kirana! Apa yang kamu lakukan? Kenapa nggak melihat pesan yang kami kirim!" "Kamu sengaja ya? Sengaja nggak balas biar Grace marah!" "Dasar anak kurang ajar! Sia-sia saja membesarkanmu!" Di tengah rentetan makian itu, dia menyeka keningnya yang penuh darah, lalu mengeluarkan ponsel dari saku dan membuka pesan WhatsApp. Ternyata sejak pagi, mereka sudah mengirim pesan di grup, memberitahunya kalau Grace akan keluar rumah sakit hari ini. Mereka menyuruhnya membuatkan kue cokelat kesukaan Grace untuk menyambutnya. Namun dia baru saja donor darah, mana mungkin punya tenaga membuat kue yang memakan waktu dan tenaga itu? Lagi pula, tadi pagi dia merasa lemas sampai-sampai tidak melihat pesan masuk. Dia ingin menjelaskan, tapi saat mengangkat kepala, dia melihat Harvey dan George sedang menuntun Grace masuk ke ruang tamu dengan sangat hati-hati. Keduanya benar-benar memperlakukannya dengan sangat hati-hati. Mereka memberikan bantal supaya dia bisa duduk nyaman, lalu menyodorkan gelas air hangat dengan suhu yang pas. Dia dilayani bak seorang putri. George melirik Kirana dengan dingin. Tatapannya yang awalnya lembut langsung berubah sinis dan kejam. "Kalian berharap dia membuatkan kue untuk Grace? Mimpi saja." "Dia setiap hari hanya makan tidur di rumah, nggak bisa apa-apa, bahkan nggak punya hobi. Selain coret-coret gambar nggak jelas, mana ada yang bisa dibandingkan dengan Grace?" Sejak lahir di keluarga ini, dalam 365 hari setahun, lebih dari separuh waktunya dia habiskan untuk mendonorkan darah bagi Grace. Sisa waktunya dia habiskan untuk berbaring dan memulihkan diri di rumah. Hobi? Kapan dia punya waktu dan dibimbing seperti Grace? Gambar tidak jelas yang disebutkan George adalah satu-satunya mimpi dalam hidupnya yang serba kekurangan. Tapi tetap saja diremehkan. Meski sudah sering mendengarnya, tapi setiap kali tetap saja menusuk jantungnya. Harvey melirik ke arahnya dan mencoba membelanya seperti biasa. "Kirana, apa kemarin donor darahnya terlalu melelahkan? Kamu sedang nggak enak badan?" Dulu, begitu mendengar Harvey berbicara seperti ini, Kirana pasti sudah terharu. Setidaknya ada satu orang yang peduli dengan kondisi dan perasaannya. Tapi setelah terlahir kembali dan mengetahui semua kebenaran, dia hanya merasa ironis. Harvey membelanya hanya demi mempertahankan ilusi kalau pria itu mencintainya. Kirana mencintai Harvey, jadi pria itu tidak perlu melakukan banyak hal untuk menipunya sampai terperosok begitu dalam. Tapi kali ini, dia tidak akan tertipu lagi. Begitu mendengar Harvey bicara, Grace langsung memasang wajah penuh pengertian dan berkata lembut, "Nggak apa-apa, aku nggak makan kue juga bisa, biar Kirana istirahat saja." George memelototi Kirana dengan jijik, jelas sangat tidak puas dengan sikap Kirana. "Grace, nggak perlu pedulikan dia. Apa pun yang dia lakukan buat kamu, itu sudah seharusnya." "Lagi pula dia bisa lahir ke dunia ini karena kamu." "Kamu terlalu baik. Selama kamu bahagia, keberadaan dia baru ada artinya. mengerti?" Ucapan yang begitu terus terang itu membuat hati Kirana kembali bergetar. Dalam sekejap, seolah ada ratusan jarum menancap di dadanya. Darah yang mengalir di tubuhnya sama dengan mereka. Dia manusia, dia punya perasaan, dia juga bisa merasa sakit. Tapi tidak ada yang peduli, tidak akan pernah. Saat makan, semua perhatian kembali tertuju pada Grace. Farhan dan Monica terus mengambilkan makanan untuknya. George bahkan memisahkan duri ikan sebelum menaruhnya di mangkuk Grace. Seluruh hidangan di meja, semuanya makanan favorit Grace. Kirana menunduk, diam-diam menyuapkan nasi ke mulut. Tiba-tiba, sepotong cumi muncul di mangkuknya. Dia mengangkat kepala, melihat Harvey, lalu kembali melihat cumi di mangkuknya dan tersenyum pahit. Sungguh kasihan, pada saat seperti ini masih ingat untuk berpura-pura mencintainya. Padahal kalau dia benar-benar mencintai Kirana, bagaimana mungkin dia tidak tahu kalau cumi adalah makanan favorit Grace, sedangkan Kirana alergi seafood. Jelas-jelas bukti Harvey tidak mencintainya sangat banyak. Tapi karena terlalu mendambakan kehangatan, dia baru bisa menyadarinya sekarang. Ketika hampir selesai makan, Farhan dan Monica membuka pembicaraan soal pernikahan Harvey dan Kirana. Grace meletakkan sendok, matanya merah dan berkaca-kaca. "Ayah, Ibu, belakangan ini tubuhku sangat lemah. Aku mungkin nggak bisa menghadiri pernikahan Kirana dan Paman." "Tapi aku sangat ingin melihat kebahagiaan mereka. Bagaimana kalau pernikahannya ditunda dulu sampai aku membaik?" Semua orang tahu kalau di rumah ini, apa pun permintaan Grace pasti akan dipenuhi. Dia bahkan tidak perlu memasang wajah sungkan untuk menunjukkan dirinya sangat pengertian. Farhan, Monica, dan George tentu langsung setuju. Tapi Harvey terdiam sejenak dan meminta pendapat Kirana. "Kirana, kamu bersedia?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.