Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4

Harvey spontan menoleh, ekspresinya ikut menegang. "Kirana, ada apa ini?" Kirana tersentak. Tadi dia terlalu sibuk menangkap pencuri, sampai lupa kalau kopernya masih tergeletak di ruang tamu. Tangan yang tersembunyi di balik lengan bajunya mengepal, lalu tersenyum tenang. "Saat melihat kalian jalan-jalan, aku juga ingin keluar untuk menenangkan diri. Jadi aku mengemas barang dulu, lalu pilih tempat dan langsung berangkat." Wajah Farhan dan Monica langsung menggelap. "Menenangkan diri apanya! Bukankah aku sudah bilang, kamu nggak boleh jauh dari Grace!" "Benar! Bagaimana kalau Grace butuh transfusi darah dan kamu nggak ada? Kamu harus ingat, apa tujuan kami melahirkanmu! Cepat bereskan barang-barang itu, tanpa izin kami, kamu nggak boleh pergi ke mana pun!" Setelah memastikan tidak ada keanehan di wajah Kirana, Harvey sedikit merasa lega. "Lain kali kalau mau ke mana, ikut kami saja. Nggak aman kalau pergi sendirian, mengerti?" Kirana tertawa sinis dalam hati. Tapi tempat yang ingin dia datangi selamanya tidak akan ada mereka. Beberapa hari kemudian, tibalah hari ulang tahun Grace dan Kirana. Meski usia keduanya terpaut tiga tahun, mereka lahir pada tanggal yang sama. Namun bertahun-tahun ini, setiap ulang tahun, hanya ada satu kue dan hanya satu lilin yang ditiup. Dulu, dia terlalu polos, percaya kata-kata orang tuanya kalau karena ulang tahun di hari yang sama, tidak perlu dua kue. Padahal ekonomi keluarga mereka sangat baik. Mana mungkin mempermasalahkan satu kue tambahan? Mereka hanya tidak peduli pada perasaannya. Mereka bahkan tidak ingin cahaya ulang tahun Grace berkurang sedikit karena Kirana merayakan ulang tahu juga. Dekorasi pesta tetap seperti biasa, semuanya warna merah muda yang disukai Grace. Mawar merah muda, balon merah muda, kue merah muda. Semua hadiah yang dipersiapkan hanya untuk Grace seorang. Di tengah keramaian, Grace berdiri di tempat paling mencolok, menerima ucapan selamat dari semua orang. "Grace, selamat ulang tahun!" Grace membuka hadiah sambil tersenyum. Matanya berkilau seperti berlian, cantik dan memukau. Sementara Kirana berdiri di sudut ruangan, seperti orang luar. "Eh, Paman, kenapa hadiah dari kamu ada dua kotak?" Grace mengangkat kotak dengan bingung dan menggoyangnya di depan Harvey. Semua orang melihat dengan penasaran. Namun Harvey menyerahkan salah satu kotak itu pada Kirana. "Yang ini untukmu." Wajah Grace langsung berubah. Namun setelah membuka hadiah keduanya, senyumnya kembali lagi. Karena Harvey memberinya kalung rancangan desainer terkenal, satu-satunya di dunia dan sangat mahal. Sementara hadiah Kirana hanyalah bonus dari kalung itu. Semua orang tertawa pelan. "Ah, bonus. Cocok sekali untuknya." Ya. Dia memang bonus dalam hidup Grace. Jadi hadiah Harvey benar-benar sangat pas. Kirana tidak mengatakan apa pun. Saat tidak ada yang melihat, dia diam-diam memasukkan hadiah itu ke tempat sampah. Usai pesta, Grace tiba-tiba punya ide. Dia bilang baru saja mendapatkan SIM. Jadi hari ini dia yang menyetir dan membawa mereka pulang. Setelah bicara, dia langsung berlari menuju garasi dengan penuh semangat. Farhan, Monica, dan George tentu saja akan memenuhi keinginannya. Jadi mereka semua menunggu Grace membawa mobilnya di pintu agar. Kirana berdiri seorang diri di bagian paling belakang, menunduk melihat ujung sepatunya. Dia menghitung berapa hari lagi proses pembelian pulau bisa selesai, kapan dia bisa pergi dari tempat ini. Dia sama sekali tidak menyadari mobil di belakangnya semakin lama semakin mendekat. Diiringi suara rem melengking yang menusuk telinga, tubuhnya langsung terpental ditabrak dan jatuh ke tanah. Kesadarannya perlahan menghilang. Dia hanya mendengar suara Grace yang pura-pura panik dan menangis. Lalu dia benar-benar pingsan. Saat bangun lagi, dia sudah berada di rumah sakit. Begitu kadar adrenalin menurun, rasa sakit menjadi semakin jelas. Dia membuka mata dengan susah payah, mendapati dirinya terbaring di ranjang ruang operasi. Tubuhnya terasa ringan, seolah dirinya akan melayang keluar dari tubuh sendiri. Apa karena dia hampir mati, jadi muncul ilusi seperti ini? Sakit sekali. Kirana menutup mata tanpa tenaga, membiarkan kegelapan menelan seluruh pandangannya sedikit demi sedikit. Di balik satu dinding, di luar pintu, dokter sedang berdiskusi dengan Keluarga Limanta. "Pihak keluarga tolong cepat putuskan, pasien mengalami pendarahan hebat, harus transfusi darah, kalau nggak nyawanya terancam. Stok darah di bank darah rumah sakit sedang kritis. Putri pertama Anda jelas punya golongan darah yang sama, kenapa nggak mengizinkan dia mendonor darah?" Keluarga Limanta hampir serempak menolak. "Nggak bisa! Grace nggak boleh donor darah!" Kesadarannya makin tipis, suara di telinga Kirana makin melemah. Pada detik terakhir sebelum sepenuhnya kehilangan kesadaran, dia mendengar suara Harvey, dingin, tegas, dan menusuk gendang telinganya. "Betul, Grace nggak boleh donor!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.