Bab 166
Dengan senyum cerah, Sigit berkata sambil menepuk tempat di sebelahnya, "Duduklah di samping Kakak."
Xander menatapnya dengan dingin, matanya memancarkan hawa beku yang seolah bisa membekukan orang jadi patung es.
Shania menolak sambil tersenyum sopan, "Aku berdiri saja."
"Capek kalau berdiri terus, duduklah." Sigit kembali melambaikan tangan padanya.
"Baiklah."
Shania tak bisa menolak dan akhirnya mengiakan.
Tentu saja, dia tidak benar-benar duduk di sebelah Sigit, melainkan memilih kursi yang lebih dekat ke Xander.
Sigit menyilangkan kaki dan bersandar santai di kursi. Posturnya sangat rileks, memberi kesan pemalas dan seenaknya.
Dia menatap Shania sambil tersenyum, tampak begitu tertarik pada wanita itu. "Entah kenapa, makin lama aku lihat, makin terasa akrab. Biar aku anggap kamu adikku, ya?"
Shania tertegun.
Dalam hati dia mencibir. "Boleh juga kalau mau anggap aku nenekmu."
Meski begitu, Shania merasa menjalin hubungan baik dengannya tak akan merugikan, apalagi pria ini adalah te

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda