Bab 646
Sigit membalas tatapan Xander seolah berkata, "Pergi sana, sialan!"
Xander hanya mengangkat alis, ekspresinya seolah mengatakan, "Anak durhaka."
"Ayo, Rayan." Bu Melina mendesak.
Sigit tidak punya pilihan lain. Dia memindahkan kursi dan duduk di tengah.
Dia duduk di tengah ayah dan ibunya. Karena kalau harus benar-benar dipangku, dua orang itu sepertinya tidak sanggup memangku si besar dan gemas ini.
Bu Melina menangis ... dia meneteskan air mata bahagia melihat satu keluarga itu bisa berkumpul bersama.
"Bagus sekali. Kalian jangan bertengkar lagi, jangan berpisah. Rayan sudah nggak sakit lagi, Yoana juga nggak menangis lagi. Putri kecil kalian mau lahir sebentar lagi, syukurlah ... "
Ucapan itu terus diulang-ulang seperti meracau.
Bu Melina pasti kerap membayangkan hal ini terjadi, sayangnya tidak pernah terwujud.
Shania jadi penasaran, seperti apa dunia yang sedang Bu Melina lihat sekarang.
Di dunia halusinasi itu, apakah wanita tua itu benar-benar melihat mendiang cucu dan menantuny

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda