Bab 12
Merasakan kehangatan di depannya, melihat Rosa yang memeluknya sambil terus menangis, hingga air matanya membasahi dadanya sendiri, Axel bisa merasakan bahwa selama ini Rosa telah menanggung terlalu banyak kesedihan dan tekanan.
Seorang gadis yang sangat mencintainya dan rela berkorban tanpa penyesalan, kini berada dalam keadaan seperti ini. Axel benar-benar tidak tega melihatnya.
Bahkan sebagai teman baik, Axel merasa perlu membantu Rosa.
Setidaknya, Rosa harus mendapatkan kebebasannya.
Sambil memeluk Rosa dengan lembut, Axel berkata pelan, "Aku akan menyimpan kartu bank itu dan menganggapnya sebagai investasimu."
"Melihatmu sedih saja sudah cukup menyakitkan bagiku. Biar aku yang menyelesaikan masalah yang ada. Percayalah padaku."
Mendengar kata-kata penuh perhatian dari Axel, tangisan Rosa justru semakin keras.
Beberapa menit kemudian, Rosa perlahan mulai tenang, lalu menatap Axel dan berkata lembut, "Maaf, aku nggak bisa menahan diri barusan."
"Tapi, Axel, demi aku, tolong tinggalkan Jermada dulu."
"Meski hanya untuk menenangkan pikiran, aku mohon, pergilah."
"Hari ini kamu memukul Kevin, bahkan ibunya. Mereka nggak akan membiarkanmu begitu saja."
"Sekarang Clara bukan Clara yang dulu, Kevin juga sudah cukup terkenal di dunia mafia Jermada, dan di belakangnya ada Pak Bima dari Keluarga Warsana yang merupakan bos besar dunia mafia. Kamu nggak bisa melawan mereka. Jadi, pergilah."
Axel tahu apa pun yang dikatakannya sekarang tidak ada gunanya. Rosa tidak akan percaya dia punya kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Tapi dia juga tidak ingin Rosa khawatir. Jadi, Axel hanya bisa menyetujuinya untuk sementara waktu demi menenangkan Rosa dan membuatnya lega.
"Baik, Rosa, aku janji padamu. Kamu nggak perlu khawatir tentangku. Aku akan menjaga diriku sendiri."
"Selain itu, kalau aku bilang sebenarnya aku nggak takut pada putra Keluarga Tanoko itu, dan juga nggak takut pada Pak Bima dari Keluarga Warsana, kamu pasti nggak akan percaya, 'kan?"
"Tapi sebenarnya, aku bukan cuma nggak takut pada mereka, justru mereka yang sedang membutuhkan bantuanku."
Ucapan itu sama sekali tidak lucu bagi Rosa. Namun mengingat harga diri dan gengsi seorang pria, dia tidak berniat membantah Axel. Baginya, asalkan Axel mau pergi dan bisa tetap aman, itu sudah cukup.
"Baik, aku tahu kamu yang paling hebat, tapi tolong, demi aku, anggap saja ini liburan singkat. Jangan buat aku khawatir, oke?"
"Aku tahu, kamu bukan orang biasa. Asalkan kamu mau, kamu pasti akan meraih kesuksesan. Aku percaya padamu, dan aku akan menantimu, Axel. Kamu yang selalu terbaik."
"Nggak peduli apa yang dikatakan Clara tentangmu, ingatlah, di hatiku, kamulah yang terbaik. Nggak ada yang bisa menandingimu."
Setelah berkata demikian, Rosa memandangi Axel dengan penuh kerinduan. Kemudian, dia menatap makanan yang berserakan di lantai dan berkata dengan nada getir, "Aku belum sempat menikmati makanan ini, dan itu membuatku sangat menyesal. Tapi, melihatmu baik-baik saja, melihatmu aman, itu sudah membuatku senang."
"Baiklah Axel, sampai jumpa."
Setelah berkata demikian, Rosa pergi tanpa menoleh. Dia seolah takut jika dia menoleh, dia tak akan tega untuk pergi lagi.
Melihat Rosa yang pergi sambil terisak, Axel menghela napas pelan dan bergumam sendiri, "Rosa, bagaimana aku harus membalas cintamu yang tulus ini."
"Mungkin, yang bisa kulakukan adalah membantumu menyelesaikan masalah, dan aku akan menunjukkan dengan tindakan nyata bahwa aku benar-benar nggak takut pada orang-orang ini. Justru merekalah yang seharusnya takut."
"Pak Bima dari Keluarga Warsana?"
"Mungkin, aku harus pergi menemuinya lebih awal."
Saat menyebut Pak Bima dan Keluarga Warsana, sorot mata Axel perlahan berubah seolah ada tekad yang baru saja tumbuh di dalam dirinya.
Sementara itu, di ruang rapat kecil lantai atas milik Grup Aurora, perusahaan raksasa dengan aset bernilai triliunan dan bisnis yang menjangkau puluhan sektor, beberapa petinggi perusahaan, atau lebih tepatnya, beberapa anggota Keluarga Yasmin, duduk bersama dengan wajah muram dan penuh amarah.
"Apa maksud orang tua itu? Dalam suratnya dia bilang sahamnya sudah diserahkan kepada seorang pemuda? Ini benar-benar keterlaluan! Grup Aurora adalah milik Keluarga Yasmin, orang lain sama sekali nggak punya hak ikut campur!"
Seorang pria paruh baya menatap dengan wajah penuh kemarahan, seolah harta pribadinya baru saja dirampas.
Dan kenyataannya memang tak jauh berbeda. Grup Aurora adalah perusahaan yang dibangun dari nol oleh pimpinan Keluarga Yasmin sendiri, Adikara Yasmin. Setelah puluhan tahun berkembang, kini nilainya telah mencapai angka yang luar biasa yaitu triliunan. Namun tiba-tiba, tanpa sepatah kata pun, Adikara menyerahkan sahamnya kepada orang lain. Siapa pun yang mendengar hal itu pasti sulit untuk memahaminya.
Ini adalah Grup Aurora. Satu persen saham saja mewakili kekayaan puluhan triliun. Apalagi di tangan Adikara masih ada 30% persen saham, yang berarti nilainya mencapai lebih dari ratusan triliun.
Namun hal yang paling penting bukan hanya jumlahnya, melainkan fakta bahwa saham sebanyak itu mampu mengguncang posisi manajemen Grup Aurora saat ini. Jika ada seseorang yang mencoba ikut campur, bukan tidak mungkin kepemilikan Grup Aurora akan berpindah tangan.
Ucapan pria paruh baya tadi membuat semua orang di ruangan itu marah besar dan penuh amarah.
"Dulu waktu Kakek masuk penjara, itu memang kesalahan kami, tapi bukan berarti kami nggak berbakti! Saat itu kami nggak punya pilihan lain! Sekarang apa maksudnya ini? Balas dendam?"
"Nggak bisa! Ini nggak boleh terjadi! Kekayaan milik Keluarga Yasmin bukan sesuatu yang bisa diambil begitu saja oleh orang lain! Kakek sudah pikun, ucapannya nggak bisa dijadikan pegangan!"
"Betul, entah bagaimana pemuda itu bisa menipu Kakek, tapi itu nggak penting. Yang penting sekarang adalah menemukan orang itu. Aku ingin tahu apakah dia benar-benar berani menerima harta sebesar ini. Jangan sampai dia cuma berani menuntut, tapi nggak sempat menikmatinya."
"Kirim orang untuk menyelidiki semuanya dengan jelas. Kalau pemuda yang menerima saham dari Kakek itu tahu diri, beri dia sedikit imbalan untuk menyerahkan sahamnya, itu sudah cukup. Kalau nggak, bunuh saja dia."
Beberapa anggota Keluarga Yasmin duduk bersama dan dengan cepat mengambil keputusan.
Mereka sama sekali tidak mau melepaskan kekayaan sebesar itu dari Grup Aurora, apalagi membiarkan orang luar ikut campur.
Saat ini, Axel belum tahu bahwa tanpa disadari, dia kembali mendapat masalah. Namun, sekalipun dia tahu, dia tidak akan peduli. Yang lebih dia pikirkan hanyalah bagaimana memenuhi keinginan Adikara.
Kalau ada orang yang mau berurusan dengannya, biarkan saja datang.
Kalau dia sampai takut, berarti itu bukan Axel.
Dia tak takut karena semua itu bukan masalah baginya. Yang jadi permasalahan sekarang adalah urusannya benar-benar banyak.
Apalagi Ratna sudah datang membuat onar seperti ini, hubungan dia dengan Keluarga Fernando jelas tak mungkin bisa baik lagi. Bahkan Axel sampai belum tidur, bersiap kalau Clara nanti datang lagi ke rumah.
Bagaimanapun, dia sudah menampar Ratna beberapa kali.