Bab 216
Itu semua karena dia tahu bahwa wanita kecil ini tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Saat sedang hamil, mana mungkin dia tega membiarkannya berdiri lama atau membungkuk.
Beni meliriknya dengan tatapan sebal lalu berkata, "Jadi sekarang kamu sudah nggak mencintaiku? Kemarin, di lorong rumah sakit, kamu terus-terusan bilang hanya ingin aku sadar. Katamu, kamu rela melakukan apa pun untukku."
Nadira bahkan tidak sempat berkedip. Demi langit, dia tidak pernah mengatakan hal seperti itu.
Dasar pria menyebalkan! Bisakah dia tidak terus-terusan memelintir kata-kata yang seharusnya sederhana menjadi omong kosong yang kelewatan batas?
"Aduh." Tiba-tiba alis tajam Beni berkedut.
"Ada apa?" tanya Nadira dengan panik dan bergegas mendekat.
Pria itu memincingkan mata dan berkata, "Sakit. Semua ini karena kamu."
Nadira ragu, tapi takut kalau dia benar-benar kesakitan. Wajahnya menunjukkan penyesalan yang samar. Dia segera berujar, "Baiklah, jangan banyak bergerak. Aku cinta kamu, oke? Aku rela mela

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda